REFLEKSI: Sayang sekali Keindonesiaan ketiduran untuk mencegah terjadinya konflik di Garut, Tasyikmalaya dan beitupun di Maluku, Poso dsb.
KOMPAS Jumat, 13 Juli 2007 Keagamaan Keindonesiaan dalam Agama Cegah Konflik Jakarta, Kompas - Pengaruh berbagai faham keagamaan dari negara lain atau transnasional yang diserap mentah- mentah dengan mengabaikan konteks keindonesiaan rentan menimbulkan konflik dan disintegrasi bangsa. "Faham keagamaan apa pun yang ada di Indonesia harus mampu menjadi modal bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan," kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi di Jakarta, Kamis (12/7). Faham keagamaan transnasional, baik dalam Islam maupun Kristen, banyak muncul di Indonesia sejak era reformasi. Kehadirannya tidak hanya memengaruhi kehidupan beragama masyarakat, tetapi juga mewarnai sistem politik dan keamanan Indonesia. Simbiosis antara gerakan keagamaan dan gerakan politik memengaruhi ideologi negara. "Pancasila tak lagi dijadikan satu-satunya asas dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara," ungkap Hasyim. Sejumlah faham keagamaan justru mengampanyekan penghilangan batas-batas negara menjadi sebuah sistem politik tunggal berbasis agama. Secara terpisah, Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif mengatakan, pengaruh faham keagamaan transnasional dalam kehidupan masyarakat sebenarnya terbatas. Penanaman faham baru yang dipaksakan dengan memandang rendah kultur lokal yang ada membuat apresiasi masyarakat terhadap faham baru tersebut juga rendah. Meskipun jumlah penganut faham keagamaan transnasional terbatas, mereka mampu memengaruhi wacana politik bangsa dengan kevokalan dan artikulasi mereka menyuarakan ide-idenya. Kemampuan mereka menguasai simbol-simbol keagamaan membuat pengaruh mereka kepada elite politik sangat tinggi. "Kuatnya suara mereka membuat seolah-olah suara mereka merepresentasikan suara mayoritas masyarakat," kata Yudi. (MZW) [Non-text portions of this message have been removed]