http://www.bangkapos.com/opini.php?action=baca&topik=1&id=1028

Senin, 10 September 2007 21:30


Ketika Kotak Pandora Dibuka
oleh: Yersita 


CERITA sedih sepasang kakak beradik yang mencabuli seorang gadis kecil beberapa 
waktu yang lalu, karena terinspirasi oleh film porno membuat sang kakak 
mempraktikkannya kepada anak tetangga mereka. Yang kemudian diketahui dan 
diikuti oleh adiknya. Kejadian itu dilakukan berulang kali oleh kakak beradik 
tersebut sampai akhirnya perbuatan mereka diketahui. 

Di tempat lain, ada seorang anak SD yang berkelahi dengan temannya mengunakan 
gaya-gaya smack down yang dia tonton di salah satu stasiun televisi pada waktu 
malam hari dan kebetulan saat paginya ada seorang temannya yang 
mem-bullying-nya dengan mengejeknya si gendut, maka gaya yang dilihatnya tadi 
malam dipraktekkannya untuk menghajar anak tersebut. Sehingga tanpa disadari 
temannya harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit. 

Ada lagi seorang anak TK, yang mengaku bahwa dia sudah mempunyai pacar. 
Hubungan antara anak laki-laki dan anak perempuan dimaknainya hanya sebagai 
pacaran, pegangan tangan dan ciuman. Maka ketika melihat sinetron yang 
bertemakan cinta dan ada adegan ciuman, senyuman langsung tersirat di wajahnya. 

Dia pun tak segan-segan mengganti namanya dengan nama artis-artis sinetron 
cantik di televisi karena menurutnya nama pemberian orangtuanya tidak terlalu 
bagus untuk didengar. 
Tiga cerita nyata tersebut dan masih banyak lagi yang lain belum menjadi 
perhatian kita orang dewasa : birokrat, pendidik, akademisi, para orangtua dan 
sebagainya. 

Bisa saja kita menganggap bahwa kasus tersebut hanya semacam anomali dari 
kebanyakan anak-anak. Satu hal yang perlu kita perhatian jangan sampai kita 
terlambat menyadari realitas anak sekarang dengan mengambil risiko yang tidak 
kecil bagi masa depan mereka. 

Dunia anak-anak memang dunia yang sangat mengasyikkan. Mereka semua unik dan 
spesial. Kepolosan, kelucuan, keluguan dan rasa ingin tahu yang sangat besar 
membuat mereka melakukan suatu hal yang mereka lihat secara langsung tanpa 
terkadang tahu apa dampak dari perbuatan mereka. Contoh penyimpangan di atas 
merepresentasikan adanya sebuah dunia yang sulit untuk kita gambarkan 
kenyataannya, hal-hal yang mereka pikirkan, apa yang mereka bayangkan dan masa 
depan yang akan mereka lalui. 

Selain itu dalam realitas di atas, anak-anak bukan hanya menjadi objek 
kekerasan tapi juga berpotensi menjadi subjek atau pelaku kekerasan. Walaupun 
pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan yang netral, alamiah, bak tabula 
rasa atau kertas putih. Lingkungan yang terkadang membuat perkembangan perilaku 
manusia menjadi jahat atau baik. 

Apalagi saat ini, dimana teknologi komputasi, kebebasan pers, luasnya informasi 
yang begitu luar biasa. Sehingga kita bisa mengakses informasi dari segala 
sudut manapun, segala jenis bahkan dengan tingkat yang sulit sekalipun. 

Maka tak salah kemudian dari tingkat pengetahuan, intelektualitas, sosial, 
spiritualitas, orang dewasa sekarang sulit untuk menjangkaunya. Generasi saya 
pun yang masih berjarak begitu dekat dengan mereka telah merasakan bahkan dalam 
ruang imajinasi saya yang liarpun sulit untuk membaca dan mendekati mereka. 
Sehingga bukannya tidak mungkin bahkan bisa saja sia-sia ketika saya memaksakan 
standar moralitas saya, nilai-nilai saya dan keinginan-keinginan saya 
diterapkan pada mereka. 

Ditambah dengan kuatnya arus globalisasi, membuat mereka kebanjiran segala 
perangkat sosial kultur yang baru. Hal ini tidak saja terjadi di rumah, di 
televisi, di bioskop, di jalanan, sekolah, ruang makan, media entertainment 
bahkan ponselpun menunjukkan begitu mereka telah berada dalam realitas simbol 
kultural yang global. 

Dalam kenyataan terkadang tak ada lagi ruang privasi, semua dapat mereka 
ketahui dengan mudah. Contoh kasus diatas, dimana kakak beradik melakukan 
hubungan seks dengan seorang gadis kecil, ditambah banyaknya anak remaja yang 
hamil diluar nikah. Kita sulit untuk berkata-kata ketika menyadari hal-hal 
tersebut. 

Setiap hari mereka bisa memperoleh ribuan bahkan jutaan informasi. Melewati 
batas simbol, bahasa, agama, golongan. Bahkan informasi yang se-privasi seperti 
diatas pun bisa mereka peroleh dengan begitu mudah dan murah, bak kacang rebus. 
Mungkin malah lebih mudah mencari informasi itu dibandingkan memperoleh kacang 
rebus. 

Jika keluguan yang masih menjadi patokan kita, terus terang kita benar-benar 
akan tertinggal jauh dari mereka. Anak TK pun sudah sedemikian dewasa dalam 
memahami relasi sosial. Adanya fakta bahwa banyak dari pengguna obat-obat 
terlarang adalah anak-anak SLTP dan SMA bukan sekadar isapan jempol belaka. 
Mereka memang telah dewasa dalam mendapatkan informasi tetapi belum dewasa 
dalam menumbuhkan kontrol diri. 

Mungkinkah kita mengatakan bahwa semua ini adalah kesalahan kita orang dewasa 
dalam menciptakan iklim yang cenderung pada kejahatan. Tapi setidaknya Tuhan 
belum jera pada manusia dengan tidak membuat semua manusia menjadi mandul. 
Karena kehadiran seorang anak bukan saja membawa pesan pengabdian tetapi juga 
berpotensi untuk meneruskan malapetaka. 

Terus apa sebenarnya yang bisa kita lakukan untuk mereka, bagi sesuatu yang 
tidak terlihat saat ini yang dinamakan masa depan? Kita tidak mungkin 
membiarkan mereka begitu saja dan ketika menyadarinya kita akan membuka tutup 
kotak pandora, yang kata Radhar Panca Dahana akan 'membutakan kita', yang penuh 
kejutan dan juga penuh dengan kegelapan abadi. 

Atau kita membiarkan mereka begitu saja dan ketika kita sadar ternyata mereka 
telah melesat jauh meninggalkan kita. Jadi kita harus berbuat apa? (*)

Anggota Babel Institute

Reply via email to