PAYUDARAKU HILANG: Curahan Hati Seorang Perempuan Cacad http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=5&dn=20070923203956
Oleh : Djoko Suryo 23-Sep-2007, 20:39:56 WIB - [www.kabarindonesia.com] KabarIndonesia - Nama saya Nurhayati (bukan nama asli) usia 32 tahun mantan Manager di salah perusahaan asing. Sejak dua tahun sudah bertunangan secara resmi. Tunangan saya masih kuliah, karena ia dari keluarga yang tidak mampu, maka saya sebagai penunjang utama biaya kuliah maupun biaya hidupnya di Yogya. Saya tadinya merasa bahagia sekali sebab di akhir tahun ini kami merencanakan akan menikah, maklum saya sangat mendambakan sekali ingin cepat-cepat dapat momongan. Tetapi rupanya Sang Pencipta menghendaki hal lain yang terjadi di dalam kehidupan saya. Pada awal tahun, dokter telah mendeteksi tumor ganas di payudara saya dan tumor ini rupanya sudah sedemikian parahnya, sehingga mau atau tidak harus dioperasi dan seluruh payudara saya diangkat. Ketika pertama kali saya mendengar berita tersebut saya benar-benar merasa shock dan sedih sekali, sebab dengan mana hancurlah sudah harapan idaman saya untuk bisa mendapatkan momongan. Pada saat tsb saya hanya bisa berdoa dan membanjiri sorga dengan air mata. Melalui operasi tsb saya merasa kehilangan harga diri saya sebagai seorang perempuan, saya merasa seperti juga seorang perempuan cacad. Ketika saya menceritakan musibah tsb, tunangan saya berjanji untuk mendampingi saya pada saat operasi, tetapi dengan alasan karena ia sibuk dengan kuliahnya maka ia tidak bisa datang, walaupun demikian ia menjanjikannya untuk datang pada saat liburan. Ternyata di waktu liburan pun ia tak kujung tiba yang datang hanya sekedar surat permohonan bantuan dana lagi untuk biaya kuliah maupun biaya hidupnya. Permohonan itu saya penuhi dengan mengirimkan uang Rp lima juta. Ketika dulu tunangan saya harus dioperasi karena kecelakaan lalu lintas, saya mendampingi dia siang dan malam di rumah sakit, di samping itu seluruh biaya rumah sakit ditanggung oleh saya sepenuhnya. Akhirnya saya sadar bahwa sebenarnya ia ingin memutuskan hubungannya dengan Never Say Good-Bye. Dugaan ini dipertegas oleh sahabatnya di mana ia pernah curhat, bahwa ia sebenarnya merasa jijik kalau punya istri yang tidak memiliki payudara apalagi kalau ada cacad bekas jahitan operasi di tubuhnya. Hal ini jauh lebih menyakitkan saya daripada ketika payudara saya harus diangkat, saya merasa ditinggal oleh orang yang sangat saya kasihi di mana saya telah bersedia berkorban untuknya selama bertahun-tahun, tetapi pada saat saya membutuhkan dukungan moril maupun sedikit kasih sayang, ia memutuskan hubungannya begitu saja hanya dengan alasan karena ia merasa jijik terhadap diri saya yang sudah tidak memiliki payudara lagi. Dihianati oleh orang yang kita kasihi ada jauh lebih menyakitkan daripada dihianati oleh orang lain. Dihianati karena ia tertarik dengan gadis lainnya yang jauh lebih cantik bisa saya makluminya, tetapi ditinggal pergi begitu saja karena alasan jijik terhadap tubuh saya, ini benar-benar sangat menyakitkan sekali. Saya merasa diperlakuan seperti juga sampah kotor yang dibuang begitu saja, bukan hanya karena tidak bermanfaat lagi saja, melainkan juga karena menjijikkan. Hal inilah yang membuat harga diri maupun Pe-De saya jadi menurun drastis. Rupanya penderitaan saya tidak berakhir sampai di sini saja, sebab satu bulan kemudian saya juga mendapat surat pemutusan hubungan kerja dari perusahaan saya, dengan alasan mereka membutuhan orang yang sehat dan tidak sakit-sakitan seperti saya. Rupanya pukulan hidup itu datang dengan serentak dan secara bertubi- tubi. Sehingga akhir-akhir ini sering timbul pikiran untuk mengambil jalan pintas saja dengan bunuh diri, sebab buat apa saya hidup juga, di mana sudah tidak memiliki jangankan masa depan, gairah hidup pun sudah tidak ada lagi. Hidup saya sudah hancur, boro-boro bisa mendapatkan momongan seperti yang menjadi impian saya, tunangan pun meninggalkan saya dengan cara begitu saja tanpa pamit. Di tempat pekerjaan pun saya sudah tidak dibutuhkan lagi, di mata mereka saya sudah termasuk barang rongsokan dan tidak dianggap sebagai manusia seutuhnya lagi. Yang menghalangi saya untuk melakukan tindakan nekad ini hanya ibu saya, karena saya adalah anak tunggal, ibu saya usianya sudah 70 tahun sedangkan ayah saya sudah lama meninggal. Jadi apabila saya sudah tidak ada lagi siapa yang akan dan mau mengurus ibu saya. Oleh sebab itulah setiap hari saya hanya bisa berlutut berdoa dan memohon kepada-Nya untuk dapat diberikan waktu sejenak lagi, sehingga saya bisa mendampingi ibu untuk beberapa saat lagi. Apakah permohonan ini terlalu berlebihan ? Pada saat payudara saya diangkat, hanya ibu seorang yang mendampingi saya. Dan ketika ia melihat bahwa saya sudah tidak memiliki payudara lagi, tak sepatah katapun ia ucapkan. Ia hanya memeluk dan mendekap saya sambil turun air matanya berlinang, karena saya adalah putri kesayangan satu-satunya. Rupanya kasus seperti saya ini, bukannya hanya sekali atau dua kali saja terjadi, menurut pendapat beberapa dokter maupun rekan-rekan lainnya; banyak pria yang meninggalkan atau memutuskan hubungannya setelah pasangan hidup mereka kehilangan payudaranya. Padahal ini bukanlah keinginan istrinya, perempuan mana di dunia ini yang rela dan mau kehilangan payudaranya? Kenapa pria tidak bisa dan mau menerima perempuan yang tidak memiliki payudara ? Apakah diri saya sekarang ini sudah berubah menjadi monster sehingga kaum pria merasa jijik terhadap diri saya? Apakah perempuan yang tidak memiliki payudara ini harus dijauhi seperti juga para penderita Aids atau kusta ? Apakah saya harus melakukan operasi plastik agar tunangan saya mau balik kembali kepada saya? Saya benar-benar bingung dan sedih sekali menghadapi situasi seperti sekarang ini. Hal ini membuat saya jadi semakin menutup diri dan tidak mau keluar rumah lagi, saya merasa malu, malu karena saya bukanlah perempuan seutuhnya lagi, saya hanyalah seorang perempuan cacad yang menjijikkan. Mohon bantuannya, mungkin Anda mempunyai saran ataupun pengalaman serupa seperti saya??? Komentar bisa diberikan melalui situs: www.kabarindonesia.com