http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=306503

Rabu, 03 Okt 2007,



Semua Agama Punya Sejarah Radikal


JAKARTA - Kecintaan Umi Komariyah Madjid, istri cendekiawan muslim (alm) 
Nurcholish Madjid (Cak Nur) terhadap Universitas Paramadina tak pernah padam. 
Kemarin (2/10), misalnya, dia menyempatkan diri untuk membuka dan mengikuti 
seminar bertajuk Islam Rahmatan Lil'alamin di Tengah Suburnya Islam Garis 
Tengah di Universitas yang didirikan Cak Nur itu.

Dalam kesempatan tersebut, Umi menyampaikan bahwa membumikan Islam yang 
rahmatan lil'alamin (memberi rahmat bagi semua umat, Red) harus dimulai dengan 
kesediaan untuk mendengar pendapat orang lain, baik itu dari kalangan Islam 
maupun non-Islam.

"Manusia tidak mungkin mengetahui kebenaran mutlak. Itu milik Tuhan," katanya. 
Dia menyebut, kebenaran manusia setinggi apa pun masih terbatas. Karena itu, 
setiap manusia dengan rendah hati harus mengakui kemungkinan adanya ilmu 
(kebenaran) yang lebih tinggi.

Diskusi yang dimulai pukul 16.00 tersebut turut menghadirkan mantan Panglima 
Laskar Jihad Jaffar Umar Thalib. Selain itu, ada Ketua PB NU Masdar Farid 
Masudi, Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir, dan pengamat politik Islam Fachry 
Ali.

Jaffar Umar yang datang dengan mengenakan gamis dan serban putih tidak lagi 
meledak-ledak. Dia justru menyampaikan bahwa dalam memahami Islam, ada 
prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang, yaitu ikhlas dan sabar. Perlunya 
kesabaran itu, misalnya, dalam menyikapi problem-problem sosial dan politik.

"Persoalan sosial politik itu ada sejak manusia mengenal pemerintahan," 
katanya. Meski demikian, dia mengingatkan untuk tetap mewaspadai demokrasi yang 
hanya mendukung figur-figur populer. Untuk itu, sesuai hadis Nabi, ujar Jaffar, 
penguasa bisa ditaati sepanjang tidak melanggar syariat Islam. "Tapi, kalau 
sebaliknya, kita harus berlepas diri dari penguasa seperti itu," tegasnya.

Menurut Ketua PB NU Masdar Farid Masudi, akar radikalisme ada pada setiap paham 
keagamaan, bahkan pada paham yang antiagama. "Semua agama punya sejarah 
radikalisme," katanya. Pemahaman keagamaan yang sejak awal memilih angle-angle 
keras berpotensi memunculkan radikalisme.

Apalagi, selama 13 tahun pertama kenabian Muhammad SAW, terjadi sekitar 27 
fenomena konflik atau perang. Sayangnya, lanjut dia, ada sebagian umat Islam 
yang ternyata terus-menerus terjebak pada "suasana tegang" itu. "Seolah-olah 
Islam itu agama yang lahir dalam kondisi darurat dan terus begitu," sindirnya.

Dengan nada guyon, pendiri P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan 
Masyarakat) itu lantas mencontohkan bendera Arab Saudi yang menggandengkan 
kalimat tauhid dengan sebilah pedang. "Kenapa dengan pedang, bukan bunga?," 
candanya.

"Tapi, pastilah ada nuansa psikologis tertentu yang membuat mereka memilih 
itu," tambahnya cepat. Menurut dia, pilihan pemahaman yang keras itu semakin 
tersulut pada kondisi sosial ekonomi yang timpang dan struktur global yang 
tidak adil. 

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, kalau tidak mau melihat 
terorisme agama, terorisme negara juga harus dieliminasi. Setiap tatanan sosial 
ekonomi yang tidak hadir pasti a selalu melahirkan revitalisasi kekuatan 
politik agama. "Dalam titik yang ekstrem, ini akan menjadi radikalisme 
beragama," tandasnya.

Dia berharap, gerakan Islam arus tengah, seperti Muhammadiyah, NU, termasuk 
Paramadina, perlu melipatgandakan usaha-usaha dakwahnya yang bersifat 
pencerahan. "Rebut ruang publik untuk diisi dengan isu-isu Islam yang damai, 
menyejukkan, dan ramah," ajaknya.

Fachry Ali menyebut radikalisme Islam yang kini berkembang secara spesifik 
hadir untuk melawan dominasi Barat. Sebab, ada sebagian umat Islam yang masih 
terperangkap pada masa lalu (kejayaan Islam) sehingga tidak bisa memahami 
perubahan itu.

"Bagaimana mungkin, komunitas otentik yang hadir jauh sebelum Amerika Serikat 
tampil harus menyesuaikan diri pada sesuatu yang lebih muda," ujarnya. Karena 
itu, tegas Fachry, untuk mengatasi radikalisme Islam, harus ada pembenahan 
aspek-aspek struktural global. (p

Kirim email ke