http://www.sinarharapan.co.id/berita/0710/18/sh01.html
Tiga Tahun Berkuasa Pengabdian Yudhoyono-Kalla Terasa Sudah Berakhir Oleh Daniel Tagukawi/Inno Jemabut Jakarta - Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla memasuki usia tiga tahun pada 20 Oktober 2007. Apa yang dicapai pemerintahan belum maksimal, bahkan kinerja pemerintahan kian menurun. Meski masa tugas masih sekitar dua tahun lagi, terasa masa pengabdian sudah berakhir. Demikian hasil evaluasi yang dikemukakan Sosilog Universitas Indonesia (UI), Thamrin Amal Tomagola, Purwo Santoso (Dosen UGM), dan Arbi Sanit (Dosen UI), ketika dihubungi SH secara terpisah di Jakarta, Kamis (18/10) dan Rabu (17/10). Menurut Thamrin Amal Tomagola, tiga tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Jusuf Kalla tidak membawa perubahan yang signifikan. Bahkan, sejumlah masalah pada masa lalu tidak tertangani, bgitu juga dengan masalah baru. Pemerintah dinilai tak dapat merealisasikan janji kampanye selama tiga tahun ini. "Banyak masalah dari masa lalu yang tidak tertangani dengan baik. Masalah baru yang muncul juga, seperti bencana alam dan sebagainya, ya sami mawon," jelasnya. Thamrin mengatakan gaya kepemimpinan Yudhoyono sebenarnya tidak cocok dengan situasi Indonesia yang membutuhkan pemimpin yang bergerak cepat dan operasional, karena masalah datang silih berganti. Hal ini, katanya, ikut mempengaruhi kinerja pemerintahan. Selama tiga tahun ini, katanya, apa yang dicapai sangat jauh dari janji kampanye dalam pemilihan presiden lalu, karena berbagai permasalahan tidak dapat ditangani dengan baik. Dia mengatakan perdamaian di Aceh merupakan satu capaian yang spektakuler. Lebih dari itu, praktis tidak ada lagi terobosan yang membawa perubahan. Mengenai dua tahun yang tersisa, Thamrin Amal Tamagola menjelaskan sebaiknya jangan pernah berharap akan ada perubahan yang lebih baik, karena nanti bakal kecewa kalau melihat situasi saat ini. Apalagi, semua sudah mulai "memasang kuda-kuda" untuk menghadapi pemilihan umum 2009. "Jadi, sebaiknya tidak terlalu berharap banyak selama dua tahun ini," tambahnya. Sementara itu, Purwo Santoso berpendapat tentu ada sejumlah prestasi dalam tiga tahun pemerintahan, misalnya di bidang pemberantasan korupsi. Namun, pemberantasan korupsi baru sebatas membidik individu, bukan kepada perbaikan yang substansi dan sistemik. Dia mencontohkan kasus yang dialami mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Kabinet Gotong Royong Rokhmin Dahuri, lebih pada sistem karena hal yang sama juga terjadi di sejumlah instansi. "Jadi, pemberantasan hanya menangkap orang, padahal seharusnya juga menyentuh hal yang mendasar," katanya. Ekonomi memang relatif lebih stabil, tapi hanya sebatas angka pertumbuhan ekonomi dan perlakuan khusus terhadap elite dan pengusaha besar, tambah Purwo. Artinya, kebijakan pemerintah belum menunjukkan adanya keberpihakan kepada rakyat kecil. Mengenai penanganan konflik, Purwo melihat cukup bagus. Tapi ia mengingatkan, kalau tidak ditangani persoalan mendasar, bukan mustahil situasi yang terjadi saat ini hanya untuk jangka pendek, karena suatu ketika konflik akan muncul kembali. Begitu juga soal hubungan pusat dan daerah belum harmonis, karena daerah selalu mencari cara untuk memperoleh dana dari pusat melalui pemekaran wilayah. Kalau situasi ini terus berlanjut, persoalan serius ke depan akan timbul. "Kalau ketidakpuasan daerah terus berlanjut, maka bukan mustahil akan ada protes yang kian keras dari daerah," paparnya. Ancang-ancang Pemilu Dengan waktu yang tersisa, Purwo tidak melihat adanya harapan yang lebih besar bagi pemerintah untuk memperbaiki kinerja. Baik Presiden, Wapres, dan anggota kabinet sudah ancang-ancang untuk persiapan Pemilu 2009. "Sekarang ini sebenarnya masa pengabdian sudah berakhir. Yang ada hanya masa tugas sampai 2009," katanya. Senada dengan Purwo, Arbi Sanit mengatakan, selama tiga tahun pemerintahan, telah banyak yang dikerjakan pemerintah. Hanya saja, tak membawa hasil yang memadai bagi perbaikan kesejahteraan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari sangat minimnya kesempatan kerja, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. "Apalagi soal pengurangan kemiskinan, seperti tak ada perubahan," ujarnya. Arbi mengungkapkan, kalau tahun 2006 dia memberikan nilai 5,5 bagi pemerintahan Yudhoyono-Kalla, maka tahun 2007 ini angkanya turun menjadi 4,5. Angka ini akan terus turun hingga pada akhir masa jabatan tahun 2009. Dia juga tidak optimistis kalau pemerintah dapat memperbaiki kinerja pemerintahan pada sisa waktu dua tahun. "Sekarang saja, Presiden dan Wakil Presiden sudah bersiap-siap untuk menghadapi pemilu, begitu juga dengan sejumlah anggota kabinet. Dengan kondisi ini, tentu sulit untuk mengharapkan pemerintah dapat lebih efektif dalam melayani masyarakat," jelasnya. Selain itu, Arbi melihat selama tiga tahun pemerintahan Yudhoyono-Kalla nyaris tidak ada terobosan yang berarti. Bahkan, sangat sulit untuk menemukan kebijakan yang luar biasa selama tiga tahun pemerintahan. Sebenarnya, momentum untuk memperbaiki kinerja pemerintahan sudah lewat tahun 2006. Saat ini pun sulit diharapkan, karena semua elite akan sibuk untuk merebut kekuasaan pada tahun 2009. Sementara itu terkait pencalonan presiden bagi Yudhoyono dan Kalla, pengamat politik LIPI Fachry Ali menilai, kerja pemerintahan kita distrukturkan oleh kepentingan politik jangka pendek. Meski demikian, proses yang terjadi sekarang jauh lebih fair dan terbuka dibandingkan tahun 2004. Jika tahun 2004 proses pencalonan dilakukan secara tersembunyi hingga menjelang pemilu, saat ini prosesnya sudah terbuka, bahkan dua tahun sebelum pemilu. "Jadi, isu perpecahan di dalam pemerintahan sudah diketahui sejak awal dan tidak dadakan seperti dulu," katanya.