http://www.sinarharapan.co.id/berita/0710/18/nus02.html

Penembakan Warga di Mamberamo
18 Kepala Suku Temui Kapolri



Jayapura - Buntut kasus penembakan di Distrik Mamberamo Hilir, Kabupaten 
Mamberamo Raya, Papua yang dilakukan dua polisi Bripka Zainudin dan Bripda 
Jupri, Minggu (14/10), dan mengenai tiga warga sipil, 18 orang kepala suku di 
Mamberamo hari ini Kamis (18/10) telah bertolak menuju Jakarta untuk bertemu 
dengan Kapolri Jendral Soetanto di Jakarta. 


Ketua DPRD Sarmi Andi May mengatakan 18 kepala suku itu akan bertolak dari 
Jayapura, Kamis pagi, dengan menggunakan maskapai penerbangan yang 
berbeda-beda. Belum diketahui maksud dan tujuan 18 kepala suku ini ke Jakarta. 
"Anda wartawan enggak perlu tahu,"ujarnya saat dihubungi SH, Kamis malam. Andi 
mengatakan, kasus penembakan di Mamberamo Hilir ini sudah dua kali terjadi dan 
dilakukan oleh oknum polisi. Kasus pertama tanggal 14 Agustus, di lapangan 
sepakbola Mamberamo Hilir. Saat itu, polisi Bripda Marthen Luther Marani 
menembak seorang mantri (juru rawat) Markus M yang juga Kepala Puskesmas di 
Mamberamo. Kondisi sang mantri sendiri sampai sekarang belum pulih dan masih 
menjalani perawatan di RS Wahidin, Makassar. 


Kejadian kedua terjadi lagi tepatnya di hari kedua Lebaran, Minggu (14/10), 
yang menyebabkan tiga warga sipil terkena timah panas. "Sepertinya tanggal 14 
adalah tanggal keramat buat orang Mamberamo," tambahnya.  Kasus yang terjadi di 
Mamberamo, menurutnya, lebih disebabkan pada kelalaian dan adanya salah 
pengertian antara kedua belah pihak. Di sisi lain masyarakat memang salah, 
namun dari aparat kepolisian yang memegang senjata juga tak dapat melakukan 
pengendalian diri. 

Menyesalkan
Sebagai Ketua Dewan di Kabupaten Sarmi yang masih bertanggung jawab terhadap 
Kabupaten Mamberamo Raya karena baru dimekarkan itu, dia sangat menyesalkan 
aksi ini.  Soal aksi-aksi seperti ini belakangan sering terjadi dan dilakukan 
aparat kepolisian dari kaum pendatang diduga kemungkinan akibat ketidaktahuan 
mereka terhadap karakter budaya orang Papua. Menurut Andy, di dalam UU No.21 
Thn 2001 tentang Otonomi Khusus Papua sudah diatur tentang kearifan lokal dan 
sanksi terhadap hukum adat Papua. Untuk itu, dirinya meminta kepada para 
pejabat di Papua ini agar dapat merancang atau bisa menterjemahkan kebutuhan 
masyarakat pada sektor pembangunan untuk menembus budaya di Papua ini. 


Sementara itu, SH belum berhasil melakukan konfirmasi dengan Kabid Humas Polda 
Papua Kombel Pol Agus Rianto atas kejadian ini. Walau dari nada teleponnya 
terdengar nada masuk, tetapi telepon SH tidak diangkat. Pesan pendek meminta 
konfirmasi juga dikirim, tapi tak kunjung dibalas. (odeodata h julia) 


Kirim email ke