Yahudi Dugdeng, Islam Jumud Oleh : Supadiyanto 19-Okt-2007, 12:18:44 WIB - [www.kabarindonesia.com]
"Yahudi" Dugdeng, "Islam" Jumud , "Nasrani" Kuper, Pun "Komunis" Gila KabarIndonesia - Ojo kamitengginen riyen bakdal maos judul niko. Jangan matek aji, berhawa nafsu marah apalagi bersyak-wasangka terlebih dahulu pasca membaca judul tulisan pendek ini. Sebab, judul di atas hanya ucapan seorang gila --kurang waras-- menurut pandangan awam, yang saya dengar sendiri kala melintas di dekat kampus UGM tempo hari. Penilaian gila itu hanya bahasa budaya manusia, sedangkan di mata Tuhan bisa teramat beda. Mungkin, karena keterbatasan kita memahami logika kewaskitaan manusia, lantas kita memvonisi seseorang "Gila or Majnun bin Crazy". Benarkan? Apakah engkau berani menghukumi Nabi Khidir 'alaihissalam yang tega membunuhi seorang pemuda, lantas merusak kapal-kapal dan tindakan bejat dan kriminal lain, bisa menjadikan dirinya seorang dholim di mata Tuhan? Ia dinilai dholim, gila oleh Musa --yang hanya terbatas bisa berfikir lateral. Fenomena Khidir, yang tak taat asas, penuh dengan hikmah itulah yang kini menjadi rahasia Tuhan teruntuk umat manusia. Tidak peduli apakah engkau Muslim, Yahudi, Nasrani, Komunis, Gatholojho, Darmogandhul, Japu-japu adakadabra atau aliran lainnya. Bukankah dirinya mampu merusak tatanan hukum keteraturan, kesombongan Nabi Musa yang menjadi pengawal bagi kaum Israel --yang sejatinya menjadi kaum yang dicintai Tuhan-- tapi karena kearogansian mereka, kini mereka terpecah menjadi 71 kelompok, meski publik tak melihat secara kasatmata perpecahan itu? Setelah saya renungkan, dianalisis, dikonfrontir dengan realitas yang ada, apalagi saya tambahi dengan sedikit praduga ilmiah, ternyata ucapan "sang Khidir" yang saya sambangi di kampus perlente UGM itu banyak benarnya juga. Coba saja --beberapa waktu lalu, saya sengaja nulis opini bertajuk Lebaran "Muhammadiyah" Munafik, Lebaran "NU" Industri dan Lebaran "Negara" Politis-- saja banyak direspon keliru, negatif, compang-camping, kedodoran. Pembaca dan kita semua, include penulis, terjebak berfikir lateral-lempang (straight news), padahal pada zaman kontemporer ini, kita semua tertuntut untuk berparadigma fikir holistis, zigzag, kontemplatif, bebas nilai namun tetap ilmiah- rasional. Sebelum membahas judul tulisan milik orang gila yang sengaja saya jadikan referensi ini, penulis akan menuntaskan segala "kebodohan kita" mengenai masalah Lebaran kemarin, yang berbeda-beda. Dalam judul tulisan itu, Ormas Islam --Muhammadiyah, NU dan Negara-- saya beri tanda kutip, artinya Anda harus bisa membedakan antara Muhammadiyah yang dulu dengan sekarang, NU asli yang pertama serta setelah terkooptasi banyak kepentingan politis, serta dengan definisi Negara itu sejatinya siapa. Apakah NU-Negara-Muhamadiyah itu menjadi bagian dari kata benda, kata sifat atau kata kerja. Bagaimakah hubungan ketiganya, apakah dikte-diktean, saling kontradiktif (seperti ilmu spionase-nya CIA, KGB) secara organisatoris, menjadi pelengkap penderita satu dengan lainnya ataukah malah menjadi alat konspirator bersamaan, hingga kita semua terjebak pada alur kejumudan kebenaran masing-masing kelompok. Bukan karena panggilan hati nuarani yang memutusi atas kebenaran itu tapi lebih karena kita memakai baju A, bukan pakaian B-Z, hingga berada dalam kubangan kotak salah satunya. Yang penulis maksud Muhammadiyah, NU dan Negara --yang semuanya saya kurung dengan tanda kutip-- maksudnya tak lain adalah sebagai kata benda, seperti penilaian umum, detilnya lagi kata benda mati. Padahal mereka sejatinya adalah kata benda hidup yang memiliki kata sifat. Tahukah kenapa terjadi perbedaan penentuan Lebaran kemarin? Siapakkah sejatinya yang menskenariokan akan semua itu terjadi? Adakah kekuatan asing, ideologi di luar Islam hingga kuasa terjadi realitas yang kian membuat jumud kita semua? Saya, Anda bahkan petinggi Ormas Islam dan Pemerintah yang kemudian sebagai representasi Negara itu sendiri bahkan tak menyadari ancaman itu semua. Semua kesemuan itu semau-mau kelompoknya masing-masing, tak merasa telah dijadikan kelinci dan katak serta buaya percobaan laboratorium sosial oleh ideologi yang bernama Yahudi. Jangan lanjutkan kembali proses pembacaan tulisan ini, kalau hatimu masih penuh dengan kemunafikan sosial. Tarik nafas dan hembuskan, buang jauh sifat kesetanan yang berada dalam tubuh yang fana ini. Hidupkan sifat kemalaikatan kita yang mengasmaaulhusna, hingga bisa menggenapi 100 nama-nama mulia Tuhan. Bukan dengan kejeniusan otak, melainkan kearifan hati. Sebab kejernihan hikmah itu terlahir dari buah surga (kholdi) yang wajib di-tharikot-i. Bukankah peradaban dunia ini sebagai hasil petikan buah kholdinya Adam-Hawa (nasfu) atas "jasa besar" para iblis? Logikanya, Muhammad, Yesus, Musa --apalagi kita-- harus "memuliakan" para iblis, setan dan derivasinya. Tak ada iblis, saya tak bisa membuat tulisan singkat ini. Tak ada hukum pahala dan dosa. Habis kata-kata suami istri. Tak ada pula orgasme, hubungan seks yang menjadi pertanda asmaaulhusnaanya yang ke-100. Biar terkesan dugdeng, sangat ilmiah, mari kita baca ayat di bawah ini. Satu ayat yang saya penggal --demi pengefisiensi kalimat-- seperti yag termuat dalam QS. Albaqarah 34 ini. "....Isjudduuliaadamafasajaduuillaaibliis....," Kami (Allah) memerintahkan pada para Malaikat untuk mensujudi (menghormati) Adam, lantas mereka semua bersujud pada Adam kecuali iblis". Inilah maha ayat yang menjadi Khidir bagi semua ayat kehidupan hingga menjadi titik picu awal lahirnya peradaban manusia di dunia ini. Coba bayangkan kalau pada masa itu, iblis mau bersujud pada Adam, habislah manusia. Tak ada kita semua. Sebelum muncul banyak salah tafsir, biar pembaca kian jelas, penulis akan menafsirkan secara maksimal dan ilmiah ayat itu. Satu, merunut pada susunan bahasanya saja, Allah seakan "ber-akting, berpura-pura (saya tak punya bahasa untuk membahasakan maksud ini)" hingga hanya memerintah sujud pada para Malaikat saja, dan lupa memerintahkan pula para iblis yang juga pernah hidup di alam surga. Kedua, terkait tafsir pertama itu, para malaikat bersifat egois dan tak mau mengajak iblis untuk turut bersujud pada Adam. Kalaupun Malaikat mau mengajak iblis untuk bersujud pada Adam, lantas terjadi perkelahian antara Malaikat dan Iblis, hingga kedua-duanya melakukan kontrak damai, karena sama-sama saktinya. Pamungkas, Iblis adalah kaum, kelompok Malaikat yang tak mau tunduk pada perintah Tuhan, lantas terdegradasi, turun derajat kemalaikatannya menjadi iblis. Konsekuensinya, iblis-setan yang beriman pada Allah adalah makhluk yang dengan tulus hati melaksanakan kewajibannya untuk menggodai Adam-Hawa (umat Manusia) untuk berbuat kejahatan, kemungkaran. Iblis-setan yang tidak beriman (kafir) adalah makhluk yang mau mengerjakan kebajikan, menunaikan rukun Islam dan sebagainya. "Tuhan itu tidak bodoh dan tak kuper, benar?" tanya saya dalam hati, masak iblis-jin-setan yang terkonstruksi asalnya dari api akan dimasukkan dalam neraka. Masak api masuk api, jeruk minum jeruk. Apa Tuhan bodoh, tidak bukan? Kembali pada topik pembahasan, kalau ada pucuk pimpinan Ormas Islam yang bilang begini, bagaimana? --terkait Lebaran kemarin. "Sejatinya jujur, secara hati nurani saya itu Lebarannya hari Sabtu (13/10), namun secara rasio, akal dipaksa untuk berLebaran hari Jum'at (12/10)". Bagaikan hujan batu di tengah kedamaian surga bukan? Apakah perkataan yang nyolongwadi itu pernah terdengar oleh dua ratus juta penduduk muslim di Indonesia? Tidak ada. Karena menjadi bahan of the record bagi banyak wartawan dan menjadi sejarah yang tak terungkap. Lantas kalau misalkan didapatkan data begini, Shalat 'Id hari Kamis diikuti dua ribu jamaah, hari Jumat sebanyak 40 juta jiwa dan hari Sabtu ada 130 juta jiwa. Bukankah itu semua bisa dijadikan bahan pemetaan politis dalam rangka penjajakan Pemilu 2009 nanti, bukan? Ini tak banyak pula yang memikirkan ke arah itu. Para kiai, ulama hanya dijadikan jor-joran, bahan olok-olokan para politikus di negeri ini. He... hee.. sudah tahukan Anda bagaimana kemudian saya menshahihkan --lantas menulis judul tulisan itu. Lucu alias jadi Tukul, ada pembaca yang berkomentar begini. Itu lho, masak NU selalu merasa dikangkangi oleh anaknya Muhammadiyah, kan Muhammadiyah berdiri tahun 1912 dan NU baru 14 tahun kemudian atau 1926? Tak salah pendapat penulis itu, tapi cukup kuper dan jelas itu tafsir versi anak SD-TK sebagai claim of thruth seperti yang digembar-gemborkan para Yahudi orientalis. Benar secara de jure, pelembagaan, formalitas, Ormas Muhammadiyah lahir duluan bila dibandingkan dengan NU. Tapi ingat dong, secara kasunyatan, secara de facto, secara nonformal, budaya, sangat jelas Ormas NU lebih duluan menjadi tulang punggung bagi pencapaian kemerdekaan RI. Tahukah Anda hubungan apakah yang melatarbelakangi antara Hasyim Asy'ari, sosok pendiri NU, dan Ahmad dahlan "dewanya" Muhammadiyah? Keduanya sahabat, bagaikan kakak-adik-kakak. Karena ulah penjajah Belanda selama 350 tahun --yang Yahudi oriented, meski mereka menyebarkan agama Nasrani di Nusantara ini, ada pen-devide-at-impera-an Ormas-Ormas Islam kala itu. Dan kita tak merasa dibodohi oleh kaum penjajah, sebab kualitas intelektualitas jiwa penduduk negeri ini masih minim, simbahnyasimbah- simbah....simbahnya penulis juga masih buta huruf (umi) benaran. Dan sampai sekarang, lihatkah kejumudan kita kemarin --juga para wartawan-- kala mengajukan pertanyaan pada pucuk pimpinan Ormas Islam itu dengan mengatakan: Kapan Muhamadiyah Lebaran, Kapan NU beridul Fitri, Bagaimanakah sikap pemerintah?" Merunut pada gramatika bahasa, publik sudah salah besar. Lha, Muhammadiyah, NU, Pemerintah kok bisa Lebaran? Muhammadiyah, NU Pemerintah itukan kata benda, hanya sebuah organisasi, tidak bisa Lebaran. Maka langkah pertama, luruskan dulu pertanyaannya. Pertanyaan di atas salah besar, hingga menimbulkan banyak konfrontasi pemikiran di antara umat Muslim sendiri, dan hebatnya kita tak merasakan itu. Pertanyaan yang benarkan: Kapankah orang- orang Muhammadiyah (juga NU, Pemerintah) berlebaran? Itu baru pertanyaan cespleng. Ada lagi asbabul nuzul pertanyaan yang menyebabkan konfrontasi keputusan NU dan Muhamadiyah sepanjang masa. Lihat kalender yang dipakai sekarang adalah kalender Matahari, Masehi. Sejarah kalender Masehi itu berasal dari budaya teologis Nasrani sebagai kepanjangan tangan Yahudi. Masehi itu berasal dari kata Masih -- yang tak lain Isa Al Masih, Yesus Kristus, Putra Bunda Maria "Sang Istri Tuhan". Padahal penduduk negeri ini hampir 200 juta Muslim --menjadi negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbanyak di dunia. Arab keok, Mesir sontoloyo. Musykil kan, Nusantara bukan menjadi pusat peradaban Islam dunia, justru menjadi pusat penjahat korupsi di dunia? Logika sederhana, harusnya Tuhan menurunkan Nabi Muhammad di Indonesia, bukan di Arab Saudi sana. Tepat, merunut sejarah Muhammad idealnya terlahir di bumi Nusantara, lebih tepatnya lagi di Pulau Jawa. Bukan di Jazirah Arab yang penuh dengan praktek pelacuran, kriminalitas hingga sekarang. Adam pantasnya juga hidup dan menetap di bumi Jawa ini. Aduh, penulis juga tak habis pikir, kala saya menulis mengemukan Indonesia itu desaku, Pulau Jawa itu bagian negaraku (Propinsi) dan Yogyakarta itu posisi pijak negaraku. Pernah baca buku besutan Emha "Cak Nun" Nadjib (Presiden RI 2009 mendatang) yang pernah menulis "Indonesia, Bagian Kecil Desaku". Khatami dulu tulisan itu, baru berkomentar cas-cis-cus. Agar penulis tak terkesan menggurui --apalagi mendoseni, karena saya ini lulus PT saja tidak, tak mengenyam bangku SD, SMP, SMA secara benar; maka pembaca memiliki tafsir sendiri dan jangan terpancang pada bahasa formalitas kita yang acap kali membodohi nan banal. Karena tak cukup lagi uang di kantong penulis untuk membayar biaya warnet, kiranya judul tulisan paling atas ini disambung kemudian hari. Sebab, jarak tempuh penulis menuju warnet kurang lebih 1 jam perjalanan, sedang penulis termasuk keluarga yang miskin, terpaksa mengorbankan uang makan yang dua hari demi bisa menuliskan secerap tulisan ini di warnet . Penulis hanyalah seorang pengemis ilmu, kaum mustadz'afiin yang dilemahkan dan teraniaya di negeri ini. Mau membantu saya agar saya bisa mem-posting dan mengetik secara kontinyu seluruh opini dan berita, yang insya-4JJ1 bisa menjadi tafsir baru bagi masa depan bangsa ini. So, judul YAHUDI DUGDENG, ISLAM JUMUD, NASRANI KUPER, PUN KOMUNIS GILA ditunda --sembari penulis memiliki cukup rezeki-- sampai waktu yang tak terbilang. (*) Mau Baca sambungannya silahkan kunjungi: www.kabarindonesia.com Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ Alamat ratron (surat elektronik): [EMAIL PROTECTED] Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera: www.kabarindonesia.com