Tidak hanya klepto ... namun plintat-lintut Pagi ini baca koran ...saya lebih kaget .... Project busyway yang sudah menelan biaya yang tidak kecil, HENDAK DI EVALUASI ..? _____
On Behalf Of Sunny Refleksi: Bila aparat hukum dan petinggi penguasa negara telah dijangkiti kleptomania berarti ilmu jampi-jampi gurun pasir tidak ada faedahnya selain meninabobokan rakyat untuk menjadi korban kemiskinan dan keterbelakangan abadi. HYPERLINK "http://www.suarapembaruan.com/News/2007/11/05/index.html"http://www.suarape m-baruan.com/-News/2007/-11/05/index.-html SUARA PEMBARUAN DAILY TAJUK RENCANA I Negeri Kleptokrasi? Banyak istilah berkonotasi skeptis sehubungan dengan pemberantasan korupsi di negeri ini. Bahkan ada yang menyebut negeri ini adalah negeri kleptokrasi, negeri yang banyak pencurinya. Betulkah aparat penegak hukum kita sudah dijangkiti kleptomania? Yang pasti, kerugian negara akibat korupsi, jika kita ikuti berbagai informasi baik dari dalam maupun luar negeri, bilangannya sangatlah fantastis. Buktinya, ketahanan negara rontok di berbagai sendi, baik ekonomi, sosial dan politik. Angka kemiskinan masih tetap tinggi. Sejak reformasi tahun 1998, rakyat berteriak agar penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi dilakukan dengan komitmen. Kesungguhan aparat penegak hukum dituntut guna mengembalikan uang rakyat yang dicuri serta menghukum para koruptor agar ada efek jera. Semakin tuanya usia reformasi, gaya "tebang pilih" dalam memberantas korupsi masih kerap terjadi. Alotnya penyelesaian berbagai kasus korupsi oleh penegak hukum menjadi bukti. Meskipun kita tidak boleh menyatakan, tidak ada koruptor yang dihukum. Namun belum ada data konkret besaran uang yang sudah dikembalikan ke pundi-pundi negeri. Selain itu, hingga kini indeks persepsi korupsi kita masih buruk. Pembentukan komisi-komisi independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga super body dalam memberantas korupsi, Komisi Yudisial (KY) lembaga yang diperuntukkan mengawasi hakim, termasuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang punya kewenangan khusus di bidang intelijen keuangan dirasa belum optimal. Keberadaan lembaga-lembaga spesial itu, sampai batasan tertentu memang bisa menjadi pelipur lara. Namun, harapan rakyat terhadap lembaga-lembaga khusus itu kadang meredup. Sebab dalam perjalanannya, eksistensi dan kekuatan lembaga khusus itu tidak jarang menjadi tumpul dan tidak berdaya, lantaran dimandulkan oleh kekuatan politik dan kekuasaan. Kasus penjualan dua kapal tanker raksasa, VLCC (very large crude carrier) milik Pertamina yang diduga merugikan negara US$ 20 juta lantaran dijual di bawah harga pasar bisa menjadi contoh. Kasus yang mencuat di tahun 2004 ini seakan tidak pernah berujung. Kini kasusnya kembali disorot setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Komisaris Utama Pertamina yang juga mantan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi, mantan Direktur Utama Pertamina, Ariffi Nawawi, dan mantan Direktur Keuangan Pertamina, Alfred H Rohimone sebagai tersangka. Penanganan kasus ini dalam perjalanannya sudah melibatkan KPK, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahkan Mahkamah Agung. Namun belum juga bisa dituntaskan. Ada kesan dalam penanganan kasus ini antar-lembaga penegak hukum tidak ada kerja sama baik. Kita Prihatin! Sebab angka korupsi sudah ditampilkan, tapi mengapa sulit sekali mencari substansi perbuatan melawan hukumnya? Semestinya dana jutaan dolar AS sudah bisa diketahui mengalir ke mana saja. Bukankah situasi seperti itu akan merobek reputasi penegak hukum? Kita pun semakin pesimis dengan kinerja instansi penegak hukum yang seharusnya menjadi garda dan pilar penegakan hukum. Bukan hal yang mengherankan jika di setiap proses penegakan hukum mencuat pernyataan bahwa penegakan hukum tidak lagi bergigi, akibat distorsi politik dan kekuasaan. Begitu juga dalam kasus Pertamina itu, teriakan para tersangka yang menyatakan, penanganan kasusnya sarat dengan muatan politik dengan maksud membunuh karakter seakan menjadi kebenaran. Tetapi, di balik itu semua kita berharap Kejagung bisa menuntaskan kasus Pertamina itu. Kita tidak ingin negeri ini dijuluki negeri kleptokrasi bukan? Last modified: 4/11/07 Internal Virus Database is out-of-date. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.476 / Virus Database: 269.13.28/1023 - Release Date: 9/22/2007 1:27 PM Internal Virus Database is out-of-date. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.476 / Virus Database: 269.13.28/1023 - Release Date: 9/22/2007 1:27 PM