Diskusi untuk mencari solusi
artikel ini juga ada di www.angelmichael.cjb.net Berapa banyak dari kita yang suka diskusi? Banyak sekali, mengapa kita suka berdiskusi? Diskusi merupakan bagian dari kehidupan sosial kita, dengan berdiskusi kita menjadi terlibat aktif dalam kehidupan ini. Tetapi diskusi juga akan menimbulkan masalah bila sudah terjadi perbedaan "persepsi" atau "cara pandang terhadap suatu masalah" Bila sudah begini, bukan solusi yang didapat, tetapi diskusi tanpa ujung (debat Kusir), hingga menyebabkan perpecahan antar teman, antar saudara, antar pegawai, antar perusahaan, antar lembaga antar komunitas, intinya terjadi perpecahan antar manusia itu. Seperti yang sudah saya jadikan judul diatas, tujuan berdiskusi adalah mencari "SOLUSI", bila ternyata tidak ada solusi, maka sebaiknya diskusi dihentikan saja sementara waktu, dan bisa dimulai lagi setelah sama-sama mencapai proses pendewasaan pola fikir lebih lanjut. Bagaimana tanda-tandanya diskusi harus dihentikan? 1.Bila sudah mulai berdiskusi "tidak lagi menjawab obyek permasalahan, tetapi lebih cenderung mengarah ke karakter/ sifat orangnya. Sederhananya, jawablah inti permasalahan, bukan mengkritik sifat orangnya! 2.Bila berdiskusi sudah mulai menunjukkan level sosial dirinya, misalnya: jabatannya, rasnya, sukunya, tingkat pendidikannya, usianya, kekayaaannya, dan level-level sosial lainnya, dimana mungkin saja memang dia lebih unggul. tetapi diskusi bukanlah untuk menunjukkan status sosialnya, namun mencari "solusi" dari permasalahan yang muncul, dimana status sosial tidak ada pengaruh dalam berdiskusi untuk mencari solusi yang terbaik, walaupun bisa dengan interferensi dengan status sosial ini, tetapi solusi yang didapat tidak optimal. 3. Mencari back up/ dukungan alasan dari orang lain yang lebih hebat dari lawan diskusinya, dan back up ini merupakan public figur, dari buku A, dari buku B, tokoh masayarakat, tokoh lembaga pendidikan dengan gelar Doktor atau Profesor misalnya tetapi tidak memberikan referensi baik berupa buku, links di internet, atau sekedar copy n paste dari suatu tempat dengan memberikan alamat websitesnya. Cara ini tidak berarti, sebab ada kemungkinan cuma memanfaatkan namanya saja, karena ada kemungkinan tokoh-tokoh tersebut tidak memberikan statement tersebut. 4. mengasumsikan secara sefihak bahwa lawan bicaranya, seperti ini dan itu, misalnya sifatnya, misalnya mengasumsikan si A pembohong, atau misalnya sok suci, misalnya sok pintar, misalnya sok hebat, dan sok-sok lainnya. Hal seperti itu tidak boleh terjadi, terkadang pola fikir baru memang belum ada referensinya, misalnya copernicus yang mengatakan pusat tata surya adalah matahari bukanlah bumi, pola fikir itu memang belum ada sebelumnya, sedangkan para agamis merasa yakin benar bahwa pusat tata surya adalah bumi berdasarkan kitab sucinya bahkan mereka mengasumsikan copernicus secara sepihak, bahwa copernicus musuh tuhan, ilmunya cetek, belum masih taraf esensi, masih taraf sensasi, mencap dia sebagai penyihir, orang gila dan sebagainya, lalu mereka beramai-ramai membunuh copernicus dan membakar penelitiannya bersamaan dengan tubuhnya, tragis bukan? nyatanya sekarang? Bila sudah seperti ini, maka akan terlihat jelas bahwa bukan solusi yang akan di dapat tetapi malah peperangan, hal ini terjadi biasanya si lawan bicara sudah tidak bisa mencari "kata-kata dan terpojok" hingga sudah bukan solusi lagi yang dicari, tetapi sudah beralih untuk menyelamatkan mukanya dari rasa malu Kenapa harus malu?, inikan diskusi untuk mencari solusi yang terbaik? bila gagal dan solusi orang lain yang dipakai, itu malah bagus. sebab team yang ada didalamnya bisa terhindar dari kesalahan yang mungkin saja terjadi "di masa depan" bila pola fikir terjebak dan tidak ada jalan keluar, harus ada pola fikir baru agar disesuaikan dengan "keadaan" yang telah berubah dan "solusi" yang dipakai diharapkan mampu untuk membuat perbedaan yang lebih baik. jangan berfikir pribadi dan dimasukkan dalam memory sedih kita, tetapi berfikir bagi orang lain, bahkan kita harus berfikir, bahwa tanpa "solusi" tandingan yang kita berikan, belum tentu muncul solusi tersebut, yang kini dipakai (^_^). jadi sebenarnya kitapun berjasa agar solusi yang paling baik itu muncul. 5. Menghentikan "diskusi" bila sudah pada terlihat ada kemarahan, apalagi bila sudah terlihat adanya kekerasan fisik, wah malah bukan solusi yang didapat, tetapi munculnya permasalahan baru. istirahat dulu, sembari berfikir lebih jernih, mencari referensi-referensi yang dibutuhkan bila ada. Break dulu, kalo perlu saling meminta maaf, dan yang paling cerdas dan paling bijaklah yang biasanya lebih dulu meminta maaf. Terkadang orang awam melihat bahwa yang meminta maaf adalah orang yang kalah dalam diskusi, padahal kemungkinan besar malah dia yang paling bijak dan paling pintar dalam memberi solusi, hanya karena kalah "bentakan" saja, maka dia mengalah. Ingat, minoritas belum tentu "idenya buruk" dan ga diikuti dimasa depan, sebab ada banyak orang minoritas yang cerdas dijamannya dan terpuruk dikucilkan bahkan di bunuh, seperti copernicus, galileo galilei, jesus, budha, mahatma gandhi dan orang-orang bijak lainnya. Tetapi di masa depan, orang-orang seperti ini justru banyak di ikuti karena keteguhannya, ke konsistenannya memegang teguh apa yang di yakininya. Tipe-tipe orang-orang yang memberikan solusi untuk masa depan yang lebih baik adalah tipe Denying (pembantahan dan penyangkalan) pada pola fikir umum (common sense) dimasa itu yang diyakininya salah hingga membawa dampak buruk pada masyarakat dimasa itu dan bila diteruskan akan membawa dampak buruk juga dimasa depan. Tipe-tipe orang yang memberi solusi adalah tipe Inovator (pendobrak hal baru) / Pioneer (para perintis) dan bukanlah tipe pengekor (follower) dan cenderung pake pola fikir umum (common sense). Tipe manakah anda? angel michael (www.angelmichael.cjb.net)