Refleksi: Bagaimana kalau Mega diseret VLCC?

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=186136

     
         DUGAAN KORUPSI 
                  Kasus VLCC, Laks Coba Seret Megawati 

                  Laksamana Sukardi, Mantan Menneg BUMN 

                  Sabtu, 10 Nopember 2007
                  JAKARTA (Suara Karya): Tersangka kasus dugaan korupsi 
penjualan dua kapal tanker raksasa (VLCC), mantan Menneg BUMN Laksamana Sukardi 
mencoba menyeret mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Dia meminta tim 
penyidik Kejagung memeriksa mantan pejabat negara terkait penjualan aset 
Pertamina itu, termasuk mantan Presiden Megawati dan mantan Menkeu Boediono. 

                  Permintaan itu disampaikan Laksamana saat tiba di Gedung 
Bundar Kejagung, Jakarta, untuk menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai 
tersangka kasus yang diperkirakan merugikan negara 20 juta dolar AS itu, Jumat. 
"Kalau kita mau mencari kebenaran, saya kira siapa pun yang terkait harus 
ditanya, supaya menjadi terang. Tapi itu tergantung penyidik, bukan saya," ujar 
Laks, sapaan akrabnya. 

                  Laks mengatakan, Megawati selaku Presiden ketika itu 
mengalihkan wewenang penjualan dua VLCC pada tahun 2004 dari Menkeu Boediono 
kepada Menneg BUMN. Pengalihan wewenang itu bahkan dilakukan melalui PP Nomor 
41 Tahun 2003. 

                  Di sisi lain, Boediono juga terkait karena penjualan VLCC 
rutin dibicarakan dengannya selaku Menkeu ketika itu. "Karena masalah cash flow 
Pertamina pada waktu itu bisa membahayakan perekonomian nasional. Apalagi 
masalah subsidi bahan bakar minyak (BBM), ketika itu Pertamina masih menunggu 
pembayaran pemerintah," ujar Laks. 

                  Dia mengimbau Megawati maupun Boediono agar tidak takut jika 
dimintai keterangan oleh penyidik seputar penjualan VLCC. "Saya datang ke sini 
juga biasa-biasa saja. Kasih tahu saja kejadiannya seperti apa. Apalagi ini 
untuk mendukung pemberantasan korupsi," katanya menambahkan. 

                  Laks menolak menjawab saat ditanya apakah dia mendapat 
intimidasi kubu Megawati. Namun dia mengatakan, intimidasi dalam bentuk apa pun 
tidak akan mampu memengaruhinya. 

                  Menyinggung materi pemeriksaan, Laks mengaku diminta menjawab 
10 pertanyaan seputar administrasi persetujuan penjualan VLCC yang dia lakukan 
selaku Komisaris Utama Pertamina pada saat itu. 

                  Tim penyidik, lanjut Laks, juga belum menyinggung soal 
pelimpahan wewenang dari Menkeu Boediono kepada Menneg BUMN menyangkut 
keputusan penjualan VLCC. 

                  Pemeriksaan terhadap Laks dilanjutkan Senin pekan depan 
bersamaan dengan mantan Dirut Pertamina Ariffi Nawawi dan mantan Direktur 
Keuangan Pertamina Alfred H Rohimone. 

                  Sementara itu, Jaksa Agung Hendarman Supandji menilai mantan 
Presiden Megawati bisa saja diperiksa sebagai saksi meringankan bagi Laks. 
"Kalau tersangka mengatakan itu (menghadirkan Megawati) sebagai saksi 
meringankan, ya itu haknya dia (Laksamana). Namun, pemanggilan bukan kewajiban 
kejaksaan," kata Hendarman di Istana Negara. 

                  Namun, kata Hendarman, dari daftar 43 orang saksi yang akan 
diperiksa, nama Megawati tidak ada di dalamnya. "Ndak ada, ndak ada (Megawati). 
Ke-43 orang itu adalah saksi yang memberatkan. Kalau menghadirkan tersangka 
yang meringankan itu yang minta adalah tersangka," ujarnya. 

                  Terkait kemungkinan kejaksaan menahan Laksamana Sukardi, 
Hendarman menjelaskan belum perlu karena yang bersangkutan masih kooperatif. 

                  Sedangkan JAM Pidsus Kemas Yahya Rahman mengatakan, semua 
pihak yang terkait dengan kasus penjualan tanker raksasa akan diperiksa. Tetapi 
ketika ditanya apakah tim penyidik sudah menangkap indikasi keterkaitan 
Megawati dan Boediono dalam kasus tersebut, Kemas tidak bersedia berkomentar 
banyak. 

                  Dia hanya menegaskan, pemanggilan saksi akan dilakukan 
berdasarkan bukti yang ada. Pemanggilan saksi juga bertujuan untuk menjernihkan 
kasus. 

                  Penyidik, kata Kemas, sebenarnya telah memiliki bukti 
tertulis dan keterangan saksi sebelum menentukan tersangka. Pemeriksaan 
tersangka dan saksi merupakan usaha untuk mengkonfirmasi bukti yang dimiliki 
penyidik. 

                  Kolega Laks di Partai Demokrasi Pembaruan atau PDP, Roy BB 
Janis, menyatakan, seharusnya Megawati bersedia menjadi saksi kasus penjualan 
kapal tanker raksasa jika dia seorang reformis. 

                  Menurut Roy, pihaknya sudah minta secara resmi melalui surat 
kepada Kejagung agar Megawati menjadi saksi. "Tetapi ternyata dia tidak masuk 
dalam daftar saksi. Itu namanya Kejagung double standard dalam penegakan hukum. 
Harusnya objektif, jangan diskriminatif seperti ini," kata Roy. 

                  Di tempat terpisah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
menegaskan bahwa dia tidak akan pernah bertemu dengan seseorang yang masih 
menjadi tersangka, termasuk Laksamana Sukardi. "Saya lebih bagus tak bertemu 
Pak Laks, agar beliau mengikuti proses hukum dengan baik," kata Presiden 
Yudhoyono. 

                  Pernyataan itu, kata Presiden, untuk menjawab spekulasi yang 
berkembang seputar rencana pertemuan Laks dengan dirinya. Yudhoyono mengaku 
tidak ingin masyarakat memperoleh informasi simpang-siur. 

                  Selama ini, kata Presiden, dirinya memang sengaja mencegah 
bertemu dengan mantan politisi PDIP itu. "Lebih bagus tidak. Apa pun tujuan 
baiknya menjadi keliru, karena seolah-olah Presiden mencampuri hukum dan 
mengintervensi jalannya pemeriksaan," kata SBY. (Jimmy Radjah/Antara 
           
     

Attachment: news_icon.html?id=186136
Description: Binary data

Kirim email ke