http://www.suarapembaruan.com/News/2007/11/28/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Kredibilitas dan Kekuasaan
 

Andreas A Yewangoe 

 

Kendati pemilihan umum untuk memilih presiden (dan wakil presiden) masih dua 
tahun lagi, tapi mereka yang merasa diri layak mengemban tugas terhormat itu 
telah berlomba-lomba mengambil hati rakyat, atau paling tidak memperkenalkan 
dirinya. 

Megawati Soekarnoputri melakukan safari keliling Pulau Jawa, yang kemungkinan 
besar disusul dengan kunjungan ke seluruh pelosok negeri ini. Kegiatan ini 
disifatkan sebagai kunjungan menemui para konstituen. Rupanya "terusik" dengan 
kegiatan kunjungan tersebut, Andi Mallarangeng, Juru Bicara Presiden, dengan 
kocak menyebutnya tebar pesona, ungkapan yang pernah dilontarkan Megawati, 
beberapa waktu lalu. 

Jusuf Kalla, kendati Rapimnas Partai Golkar baru-baru ini menghendakinya 
menjadi presiden, namun demi menjaga hubungan baik dengan Presiden Susilo 
Bambang Yudhoyono belum menentukan sikap sekarang. Tunggulah dua-tiga bulan 
sebelum masa jabatan selesai. Demikian dia dikutip. Tetapi, tidak tertutup 
kemungkinan Partai Golkar akan mencalonkannya secara resmi. Presiden Yu- 
dhoyono sendiri masih membuat "kalkulasi" apakah pencalonan dirinya nanti 
menguntungkan rakyat atau tidak, suatu sikap keberhati-hatian, yang punya nilai 
yang patut dipertimbangkan. 

Yang paling menarik adalah pencalonan diri Sutiyoso, mantan Gubernur DKI 
Jakarta. Beberapa hari sebelum meletakkan jabatan sebagai gubernur, ia 
mengumumkan pencalonan dirinya. Pengalamannya sebagai Pangdam Jaya dan Gubernur 
DKI dianggapnya sebagai bonus yang patut diperhitungkan bagi kepemimpinan 
nasional mendatang. Bahwa dia jauh-jauh hari telah mengumumkan pencalonan 
dirinya, didorong oleh kenyataan belum terlalu dikenal masyarakat Indonesia. Ia 
membutuhkan waktu untuk memperkenalkan dirinya. 

Ada kemungkinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencalonkan diri pula. Di samping 
mereka yang disebutkan itu rasanya masih banyak lagi orang yang merasa dirinya 
mampu memimpin bangsa besar ini untuk periode 2009 - 2014 mendatang. 

Tentu saja semua kegiatan ini sah-sah saja adanya. Negara demokratis kita 
memberikan peluang kepada setiap warga negara untuk mencalonkan diri menjadi 
presiden atau jabatan apapun. Apakah terpilih atau tidak terpilih, urusan 
belakangan. Sudah tentu berbagai kriteria yang telah ditetapkan akan menjadi 
pertimbangan penting. 


Kemiskinan 

Walaupun demikian, ada pertanyaan mendasar yang patut diajukan di dalam seluruh 
keriuhrendahan ini. Pemimpin yang bagaimana sesungguhnya yang dibutuhkan rakyat 
Indonesia pada saat ini dan beberapa tahun mendatang? Adakah para pemimpin itu 
adalah pemimpin yang berpikir dan merefleksikan apa yang secara konkret hidup 
di dalam masyarakat? Pernahkan para pemimpin Indonesia memandang 
persoalan-persoalan sekarang dengan memakai kacamata rakyat. Ataukah hanya 
memakai kacamatanya sendiri yang diklaimnya sebagai milik rakyat? 

Sekian banyak pertanyaan lainnya. Para ahli mengatakan bahwa 
persoalan-persoalan pokok yang dihadapi masyarakat kita sekarang ini meliputi 
kemiskinan, pengangguran, dan ekonomi. Kemiskinan, tentu saja bukan sesuatu 
yang baru di dalam pergumulan bangsa kita. Pada tahun 70-an kita telah 
menghadapinya. Bahkan pada waktu itu kita sangat optimistis bahwa jumlah 
orang-orang miskin sudah makin berkurang. Tetapi, bahwa penampakannya sekarang 
sangat mengerikan dan ironis, perlu diberi perhatian sangat serius. 
Disebut-sebut adanya pertumbuhan ekonomi makro, tetapi kita juga mencatat 
adanya kenyataan kemiskinan ekstrem di mana- mana. 

Dalam sebuah diskusi yang difasilitasi oleh Maarif Institute beberapa waktu 
lalu, analis ekonomi kita, Faisal Basri, memperlihatkan angka-angka pertumbuhan 
ekonomi yang cukup baik di segala sektor. Tetapi, pertanyaannya, mengapa 
kemiskinan ekstrem masih terjadi? Ia sendiri menjawab, bahwa yang disebut 
kemajuan itu masih terpusat hanya pada beberapa orang tertentu saja. 

Kalau kesimpulan ini benar, berarti kita menghadapi persoalan akut 
ketidakadilan. Ada beberapa orang yang mempunyai kekayaan luar biasa, sementara 
sebagian besar masyarakat hanya memperoleh sedikit. Pada hakekatnya, persoalan 
ini pula yang dihadapi masyarakat kita di era Orde Baru lalu. Rezim itu hanya 
menguntungkan beberapa orang yang dekat dengan pusat kekuasaan. Itulah sebabnya 
reformasi dicanangkan agar keadilan sungguh-sungguh diwujudkan. Rakyat 
menghendaki agar keadilan diberlakukan di segala sektor kehidupan, juga di 
bidang ekonomi. Maka kebijakan yang dituntut adalah kebijakan yang memihak 
rakyat. Kalau para pemimpin kita menerapkan kebijakan yang sungguh-sungguh 
memihak rakyat, maka kredibilitas mereka akan tinggi pula. 

Kredibilitas adalah keadaan ketika (seorang) pemimpin dapat dipercaya karena ia 
(mereka) secara sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat yang paling 
mendasar. Kredibilitas tinggi memancarkan kewibawaan (autoritas) yang disegani 
dan dihargai, bukan yang dipaksa-paksakan. 

Menurut pengamatan penulis, rakyat kita sekarang ini tidak membutuhkan pemimpin 
yang hanya mengejar kekuasaan. Rakyat kita menghendaki pemimpin yang dapat 
dipercayai. Salah satu ungkapan kepercayaan itu adalah ketika rakyat dapat 
mempercayakan nasib dan masa depan mereka kepada pemimpinnya. Rakyat yakin 
bahwa di bawah kepemimpinannya berbagai persoalan dapat diselesaikan atau 
sedikit-banyaknya diringankan. Jangan salah paham. Yang dimaksud adalah seorang 
pemimpin yang melihat nasib dan harapan rakyat sebagai nasib dan harapannya 
sendiri. Karena nasib dan harapan rakyat itu adalah nasib dan harapannya 
sendiri maka ia (atau mereka) mampu menghayati apa sesungguhnya yang dibutuhkan 
rakyat, dan dengan demikian mencari solusi- solusi tepat. Pemimpin seperti itu 
adalah pemimpin yang tidak teralienasi dari yang dipimpinnya. 

Apakah itu berarti kekuasaan tidak lagi dibutuhkan? Tentu saja tidak. Kekuasaan 
tetap dibutuhkan. Apalagi kalau kekuasaan diartikan sebagai enerji yang 
memberikan kekuatan, yang mendorong agar orang lain dapat hidup. Kekuasaan 
seperti itu dipakai untuk menyejahterakan masyarakat, bukan sekadar memenuhi 
kepentingan kekuasaan itu sendiri. Kekuasaan yang mewujudkan keadilan dan 
keberpihakan kepada yang menderita. 

Di masa-masa ini kita membutuhkan pemimpin yang tidak berambisi untuk 
terus-menerus berkuasa dari periode yang satu ke periode lainnya hanya demi 
kekuasaan. Kalau saja ada pemimpin yang rela untuk tidak dipilih lagi, tetapi 
sebaliknya akan menggunakan waktunya untuk sungguh-sungguh fokus kepada 
pelaksanaan program dan penyelesaian persoalan-persoalan, maka rasanya segala 
keriuhrendahan, yang kadang-kadang tidak produktif, tidak perlu terjadi. 

Mereka yang memperoleh kredibilitas tinggi tidak lagi membutuhkan 
kampanye-kampanye yang mahal, yang menghabiskan enerji dan biaya. Kinerja itu 
sendiri telah merupakan kampanye yang sangat hidup. 


Penulis adalah Ketua Umum PGI 


Last modified: 28/11/07 

<<yewangoe.gif>>

<<28katur2.gif>>

Kirim email ke