http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=32980


Wartawan pun bisa buktikan tindak korupsi
      Tanggal :  29 Nov 2007 
      Sumber :  Harian Terbit 


Oleh Haris Fadillah

RENCANA pembacaan tuntutan terhadap terdakwa Eddy Sumarsono, Pemimpin Redaksi 
Tabloid Investigasi, yang sedianya dilakukan pada Rabu (28/11) ditunda karena 
jaksa penuntut umum menyatakan kepada Majelis Hakim belum siap. Padahal pada 
persidangan sebelumnya, jaksa telah meminta waktu dua minggu untuk 
mempersiapkan tuntutannya.

Persidangan perkara pencemaran nama baik terkait pemberitaan "Warisan Korupsi 
Ismeth di Badan Otorita Batam" yang diturunkan Tabloid Investigasi itu berjalan 
menarik perhatian publik. Terdapat sejumlah catatan penting dari kemampuan 
wartawan membuktikan kebenaran tulisannya di pengadilan. 

Menurut catatan Harian Terbit, beberapa fakta yang terungkap selama persidangan 
antara lain,selama penyidikan di kepolisian hingga penyerahan tahap kedua, 
terdakwa dikenakan pasal 311, 310 dan 316 KUHP, serta tidak pernah 
dipersangkakan melanggar Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. 

Akan tetapi dalam dakwaan, jaksa penuntut umum telah "menyelundupkan" pasal 18 
ayat (2) dan pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. 
Jaksa telah mendakwa ketentuan yang tidak pernah dipersangkakan sebelumnya. 
Terungkap disidang selama menjadi Ketua Otorita Batam pada periode tahun 
1998-2005,Tabloid Investigasi menyuguhkan tulisan bernada miring tentang Ismeth 
Abdullah, khususnya menyangkut tudingan korupsi. 

Di depan Majelis diketuai Ketut Manika, terdakwa memberikan bukti tetulis 
mengenai dana pengeluaran uang yang dilakukan mantan Ketua Otorita Batam.

Data yang disodorkan ke depan majelis adalah data keuangan OB per Januari-April 
2005 (menjelang pilkada Gubernur Kepulauan Riau) terdapat bukti Ismeth Abdullah 
memberi sumbangan uang kepada 658 (enam ratus lima puluh delapan) lembaga, 
organisasi, dan perorangan. 

Total sumbangan mencapai angka sebesar Rp. 7 miliar. Bantuan sebesar Rp 7 
miliar itu diberikan kepada aneka ragam organisasi, lem-baga kemasyarakatan, 
dan perorangan, jumlahnya mencapai 658 hanya dalam kurun waktu 4 (empat) bulan. 

Tercatat yang memperoleh ban-tuan, antara lain, LSM Singa Lapar, Forum 
Masyarakat Pesisir Batam, LSM Lintas Peduli Anak Negeri, pe-nerbitan Tabloid 
Lancang, Dewan Pimpinan Daerah Bela Mega, Yayasan Piayu Laut Masyarakat 
Tempatan dan sebagainya. Namun sumbangan dana itu ditanggapi Ismet 
Abddulah,sudah sesuai dan tidak ada pelanggaran hukum.

Fakta lainnya diungkap terdakwa dengan bukti pengeluaran kas dari kas Badan 
Otorita Batam untuk Harian Suara Karya sebesar Rp. 36.352.800,00- dengan 
tulisan berjudul "Kawasan Barelang Layak Berpredikat FTZ" tanggal 23-04-2003. 
Juga pengeluaran untuk pembayaran pemuatan advertorial di Majalah Mentari 
Oktober 2002 dan Januari 2003 sebesar Rp 100 juta Atau untuk reporter TVRI 
sebesar Rp. 3.014.600,00 pada 21 Nopember 2003.

Pada tanggal 9 Juni 2003, ada pengeluaran kas OB untuk biaya penginapan tamu OB 
di Hotel IBIS Ta-marin sebesar Rp. 49.595.723,00, tanggal 15 Juli 2003 sebesar 
Rp. 32.379.924,00, dan tanggal 14 Agustus 2003 sebesar Rp.49.731.213,00. Data 
tertulis pengeluaran dana itu dibawa ke persidangan pencemaran nama baik yang 
dilaporkan Ismeth Abdullah.

Dokumen lain menyangkut pemberian fasilitas hotel, souvenir. kunjungan diplomat 
dan pengusaha ke Pulau Batam tanggal 5 Juni 2003, tercatat ada pembelian 45 
item souvenir menelan biaya sebesar Rp. 425.000.000,00 dan, bulan Maret 2003 
sebesar Rp. 100 juta serta dikumen Surat Perintah Kerja No. 030/UM-SPK/XI/2003 
beli wadah memo, jam dan ballpoint saja mencapai Rp. 376.750.000,00. 

Mengenai berita dengan judul : "Lukisan Mahal di Ruang Pak Ketua" TI menulis 
menulis berdasarkan dokumen tanggal 30 September 2003,dimana ada pengeluaran 
uang kas OB sebesar Rp. 75 juta untuk membeli 1 (satu) buah lukisan bunga 
Flamboyan karya Sutopo ukuran 120 X 200 cm dengan judul "Berkembang dan 
Berkembang". 

Tanggal 23 September 2003 ada pengeluaran uang kas sebesar Rp. 61.500.000,00 
untuk membeli lukisan. Tanggal 12 Januari 2004 ada lagi pengeluaran uang kas 
sebesar Rp. 75.juta untuk membeli 3 (tiga) lukisan untuk ruang kerja Bpk Ketua 
OB. Menurut saksi ahli bahasa, Drs. Sutiman, M. Hum yang dihadirkan oleh pihak 
jaksa penuntut umum pada persidangan Rabu (24/10), kalimat pada halaman 11 
Lukisan Mahal di Ruang Pak Ketua berarti bahwa, di ruang Pak Ketua ada lukisan 
yang berharga mahal. 

Jika yang dimaksud Pak Ketua itu adalah Ismeth Abdullah pernyataan itu dapat 
berdampak (berarti) bahwa Ismeth Abdullah adalah orang yang mempunyai selera 
tinggi ter-hadap lukisan sehingga ia mengoleksi lukisan mahal dengan uangnya 
sendiri. Tentang tulisan yang berjudul: "Pengadaan Mobil Pemadam ala Batam" 
pada intinya melaporkan adanya indikasi korupsi yang merugikan keuangan Negara 
dalam pengadaan 1 (satu) unit mobil pemadam kebakaran Tangga (Ladder Truck), 
dan 1 (satu) unit mobil pemadam kebakaran dengan kapasitas 5000 liter, senilai 
Rp 11,9 miliar pada Januari tahun 2005, melalui mekanisme penunjukan langsung 
juga dilengkapi dokumen pendukung. 

Terbukti 5 bulan setelah berita itu diturunkan Ismeth Abdullah telah diperiksa 
Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan korupsi pe-ngadaan mobil pemadam 
kebakaran di Badan Otorita Batam.

Sementara artikel lain dengan judul "Hutan Lindung pun Dibabat" juga memiliki 
bukti dokumen lengkap. Tulisan ini pada intinya melaporkan di Pulau Batam telah 
terjadi perubahan peruntukan dan fungsi, serta penggunaan kawasan hutan tanpa 
izin pejabat yang berwenang, yang merugikan negara. 

TI menilai kondisi itu telah melanggar UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, 
dan PP No. 34 Tahun 2000 tentang Tata Hutan Penyusunan Rencana Pengolahan 
Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, serta SK Menteri 
Kehutanan No. 165/Menhut-VII/2003 tanggal 20 Maret 2003. 

Kendati ada surat dari Menteri Kehutanan MS Kaban yang berusaha "memutihkan" 
perbuatan melawan hukum yang dilakukan Ismet namun tidak banyak membantu. 
Pertama, karena syarat adanya lahan pengganti hingga lewat dua tahun belum 
tersedia, juga tidak ada persetujuan formal yang diberikan DPR untuk alih 
fungsi hutan lindung di Batam.

Terungkap pula selama persidangan bahwa Tabloid Investigasi sudah memberikan 
hak jawab kepada Ismeth Abdulah sesuai perintah Undang-Undang Pers. Mengenai 
masalah Ismeth merasa tidak pernah dikonfirmasi, diketahui berdasarkan 
keterangan saksi fakta Andi Sabri, wartawan yang ditugasi mewawancarai Ismeth 
menjelaskan kalau mantan ketua OB itu monolak untuk diwawancarai dengan topik 
masalah di seputar dugaan korupsi.

Saksi ahli Wina Armada Sukardi, Ketua Komisi Hukum dan Perundang-Undangan Dewan 
Pers nenyebutkan terdakwa, sesuai ketentuan pasal 50 KUHP, bila seseorang 
menjalankan tugas Undang-Undang maka dia tidak bisa dipidana. Apalagi Tabloid 
Investigasi pemberitaannya terkait dengan pemberantasan korupsi. Dalam 
peristiwa seperti ini, jaksa tidak dapat dituntut terdakwa dengan persangkaan 
pencemaran nama baik. Sebab jaksa melaksanakan perintah UU sebagai penuntut 
umum. Jadi sama seperti halnya dengan jaksa atau polisi, wartawan bisa 
menerobos azas praduga tak bersalah.

Yang menarik keterangan Dr. Rudi Satrio, ahli hukum pidana dari Univeritas 
Indonesia, mengatakan, dalam masalah pemberitaan pers, maka KUHP harus 
disingkirkan, yang digunakan adalah UU No. 40 Tahun 1999. Hal ini didasarkan 
pada ketentuan Pasal 63 KUHP ayat (2) yang menyatakan, jika suatu perbuatan, 
yang masuk dalam suatu aturan pidana yang umum diatur pula dalam aturan pidana 
yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang dikenakan". Undang-Undang No. 
40 Tahun 1999 adalah UU khusus sehingga padanya berlaku azas lex specialis 
derogate lex generalis.

Pendapat ini diperkuat pendapat saksi ahli Wina Armanda, karena 
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Pers telah dibuat dalam rangka menjaga 
dan menguatkan pers bebas sebagai sendi demokrasi dan Negara berdasarkan hukum, 
maka tata cara yang diatur dalam Undang-Undang Pers harus didahulukan 
(primaat/prevail) daripada ketentuan-ketentuan hukum lain, terutama ketentuan 
pemidanaan. Sedangkan Dr. Chairul Huda, SH. MH, saksi ahli hukum pidana dari 
Universitas Muhamadiyah menjelaskan, sesuai pasal 61 dan 62 KUHP, secara formil 
pers tidak bisa dituntut pidana sepanjang telah menyebut nama dan alamatnya 
atau ketika ditegur pertama kali menyebutkan hal itu. 

Secara materiel UU Pers hanya menyangkut korporasi maka sesuai pasal-pasal KUHP 
tidak dapat digunakan dalam perkara ini. Dengan demikian, baik secara formil 
maupun materiel pers tidak bisa dikenakan dakwaan berkenaan dengan pasal-pasal 
pencemaran nama baik maupun fitnah yang ada dalam KUHP, termasuk pasal lainnya. 

Secara umum, diantara hal-hal yang dituntut oleh proses pengadilan adalah 
pengungkapan fakta, konstruksi, atau penentuan kebenaran. Oleh karena itu, 
tidak mengherankan jika kebohongan yang dilakukan di dalam pengadilan dianggap 
lebih serius dibandingkan kebohongan yang dilakukan diluar pengadilan. (Penulis 
adalah wartawan Terbit)

Kirim email ke