http://www.indomedia.com/poskup/2007/11/30/edisi30/opini.htm

Siapa yang layak dikarantina?

Oleh Vincent Leki



TANGGAL 1 Desember yang disepakati sebagai 'World AIDS Day' sudah sepatutnya 
mendapat tempat yang istimewa dalam sanubari setiap insan peziarah di seantero 
jagad raya. Persoalan HIV dan AIDS sudah menjadi ancaman serius sehingga 
sebagai insan yang memiliki kepedulian akan masalah sosial ini, mari kita 
bergandengan tangan membantu program pemerintah dalam hal ini Komisi 
Penanggulangan AIDS (KPA) baik tingkat Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/Kota 
guna menanggulangi semakin meluasnya epedemi HIV dan AIDS, khususnya di 
Propinsi Nusa Tenggara Timur tercinta.

Hari AIDS Sedunia (HAS) tahun 2007 yang mengusung tema, "Stop AIDS, Tepati 
Janji - Kepemimpinan", seakan menggugah kepedulian dari semua kalangan baik 
masyarakat, swasta maupun pemerintah untuk menjadi pemimpin bagi dirinya 
sendiri dan bersama-sama berjuang memerangi HIV dan AIDS. Perlu diakui bahwa 
banyak kalangan, seperti pemerintah, LSM dan pihak-pihak lainnya telah 
melakukan berbagai kampanye perang melawan AIDS, namun tidak sedikit pula orang 
(dengan segala kekurangpahamannya) mencoba memerangi mereka yang mengidap HIV 
dan AIDS dengan berbagai dalih dari hasil analisis yang dangkal terhadap sebuah 
fenomena sosial. Kampanye-kampanye massal seperti HAS, Malam Renungan AIDS 
Nusantara (MRAN) berupa seminar, sosialisasi, penyuluhan, pelatihan, dialog 
interaktif (di radio dan televisi), awai dan kegiatan sejenis lainnya tidak 
lain bertujuan untuk menyamakan persepsi orang tentang betapa bahayanya HIV dan 
AIDS, agar orang berani bersikap dan bertindak memerangi HIV dan AIDS.

Gencarnya kampanye memerangi HIV dan AIDS pada prinsipnya telah menunjukkan 
hasil yang signifikan dimana semakin banyak orang mengetahui, mengerti, 
menyadari perilakunya kemudian berani memutuskan untuk menjalani VCT (Voluntary 
Counseling & Testing) HIV atau tes HIV yang dilakukan secara sukarela dan 
melalui konseling, sehingga kasus yang awalnya ditemukan hanya satu pada tahun 
1997 meningkat menjadi 258 kasus (130 HIV dan 128 AIDS) pada periode 25 Agustus 
2007 (Data Dinkes Prop. NTT).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengestimasi bahwa jika di suatu daerah ditemukan 
satu kasus HIV, maka sebenarnya di daerah tersebut telah ada seratus kasus lain 
yang belum ditemukan. Dengan demikian jika kita berpatok pada estimasi WHO 
tersebut, maka NTT sudah seharusnya memiliki seratus kasus HIV dan AIDS sejak 
tahun 1997, namun baru terungkap pada akhir tahun 2005.

Hal ini menunjukkan bahwa kita terlambat memberikan informasi kepadamasyakat 
terutama kelompk resiko tinggi sehingga berani memutuskan untuk melakukan VCT 
HIV. Meningkatnya kasus yang oleh kalangan pemerhati social dinilai sebagai 
sebuah keberhasilan ini mendapat respon berbeda dari masyarakat. Ada yang 
menganggap pegiat LSM dan Pemerintah kurang berhasil memainkan peran sehingga 
kasus semakin tinggi. Di samping itu, ada kalangan lain menyarankan agar para 
Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) dan keluarga atau orang yang hidup dengan ODHA 
(OHIDA) patut mendapat pelayanan selayaknya manusia lain, karena mereka pun 
berhak atas pelayanan medis, sosial, psikis dan religiusnya. Namun ada banyak 
kalangan yang menghendaki agar para ODHA dan OHIDA harus dikarantina agar tidak 
menulari orang lain. Respon terakhir inilah yang akan coba disoroti dalam 
tulisan sederhana ini.

Apa itu HIV dan AIDS?

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem 
kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan orang terinfeksi berbagai penyakit 
dan sulit disembuhkan. Sedangkan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrom) 
merupakan kumpulan berbagai gejala penyakit yang menyerang orang dengan HIV. 
Jadi semua jenis penyakit infeksi oportunistik (diare, kandida, kanker kulit, 
sariawan, batuk-pilek dan lainnya) maupun coinfeksi seperti TB dan hepatitis 
dapat menyerang orang yang telah kehilangan kekebalan tubuh akibat dimatikan 
HIV disebut AIDS.

Mengapa HIV/AIDS berbahaya?

HIV berbahaya karena sampai sejauh ini belum ditemukan obat/vaksinnya, dapat 
menyerang siapa saja, memiliki masa jendela (masa dimana orang sudah terinfeksi 
namun belum bisa terdeteksi), ibarat fenomena gunung es dan masih banyak mitos, 
stigma dan diskriminasi. Sedangkan AIDS berbahaya karena infeksi oportunistik 
(penyakit penyerta) sulit disembuhkan akibat lemahnya sistem kekebalan tubuh. 
Khusus untuk NTT, potensial terhadap epidemi HIV karena terletak di antara 
daerah-daerah yang memiliki kasus tinggi seperti Jawa, Bali dan Papua; banyak 
entry point baik darat, laut maupun udara yang memungkinkan terjadinya 
transaksi seks dan nerkoba. Orang yang terinfeksi HIV,secara klinis tidak 
satupun gejala yang dapat menunjukkan bahwa orang tersebut telah terinfeksi HIV 
dengan masa inkubasinya 5 - 10 tahun.

Di mana HIV hidup?

HIV hanya hidup dalam cairan tubuh manusia khususnya cairan darah, cairan 
sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Ada kemungkinan hidup di cairan tubuh 
yang lain namun tidak punya kemampuan untuk mengifeksi orang lain.

Bagaimana HIV dapat menginfeksi seseorang dan bagaimana mencegahnya? HIVdapat 
menginfeksi seseorang jika melakukan kontak dengan salah satu dari keempat 
cairan tubuh sebagai habitatnya tersebut di atas, seperti melalui hubungan seks 
yang berganti-ganti pasangan seksual tanpa menggunakan kondom, menggunakan 
tranfusi darah yang terinfeksi HIV, menggunakan jarum suntik, tatto, tindik dan 
benda tajam lain secara bergantian dengan orang yang terinfeksi HIV juga dapat 
mengifeksi janin dalam kandungan, bayi ketika melahirkan, dan anak ketika 
menyusui dari ibu pengidap HIV. Dengan demikian pergaulan sosial biasa tidak 
akan pernah menularkan HIV.

Merujuk pada cara penularan tersebut maka upaya pencegahannya adalah tidak 
melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah, saling setia dengan hanya satu 
pasangan seksual, gunakan kondom bagi kelompok risiko tinggi, jauhi narkoba 
suntik serta gunakan produk darah yang telah discrening HIV-nya dan pakailah 
peralatan medis yang steril atau sekali pakai (disposible).

Berbekal informasi dasar tersebut, saya ingin mengajak para pembaca yang 
budiman untuk secara bijaksana mencermati persoalan sosial yang ditimbulkan, 
teristimewa respon masyarakat agar ODHA dan OHIDA dikucilkan atau dikarantina. 
Menanggapi respon tersebut, saya ingin kemukakan beberapa hal sebagai berikut. 
Pertama, mengkarantinakan ODHA sama juga dengan memberikan pemahaman kepada 
masyarakat bahwa orang yang terinfeksi HIV hanyalah mereka yang telah 
dikarantina, jadi kita tidak perlu takut tertular HIV, seakan melegitimasi 
orang untuk melakukan perilaku berisiko tertular HIV tanpa harus takut 
tertular. Perlu dicatat bahwa HIV hanya bisa diketahui secara murah dan mudah 
melalui tes darah. Apakah kita telah melakukan tes darah untuk mengetahui ada 
tidaknya HIV dalam tubuh kita? Kalau belum dan kita pernah melakukan sekali 
saja perilaku yang memungkinkan kita terinfeksi HIV, maka kita berada pada fase 
"terpapar" yang harus berani memutuskan untuk menjalani VCT HIV.

Kedua, jika ODHA harus dikarantina, maka kita sedang mengatakan kepada dunia 
bahwa jangan coba-coba melakukan tes HIV jika Anda tidak ingin dikarantina. 
Estimasi WHO bahwa masih sangat banyak orang yang terinfeksi HIV, namun dirinya 
belum menyadari kalau ia telah terinfeksi apabila ODHA harus dikarantina maka 
beranikah kita melakukan diagnosa dini untuk mendeteksi HIV dalam tubuh kita? 
Bukan tidak mungkin, jika ODHA dikarantina kasus yang ditemukan di NTT akan 
berakhir pada angka 258. Lantas ke manakah mereka (orang yang berisiko tapi 
belum melakukan tes) itu? Dijaminkah mereka tidak menulari orang lain?

Ketiga, mengkarantinakan seseorang sekalipun dia ODHA merupakan pelanggaran 
terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). ODHA juga manusia yang harus diperlakukan 
layaknya manusia. ODHA juga memiliki harkat dan martabat serta hak yang sama 
dengan manusia pada umumnya.

Keempat, jika ODHA dikarantina siapa yang menanggung biaya/kebutuhan 
hidupmereka. Apakah pemerintah? Ataukah kalangan yang menghendaki ODHA 
dikarantina? Mengkarantinakan ODHA bukanlah solusi yang bijak namun akan 
menambahkan sederetan masalah baru. Lantas layakkah ODHA dikarantina?

Orang yang bijak akan menjadi pemimpin bagi diri sendiri guna memutuskan rantai 
penularan HIV dengan mengkarantinakan hasratnya agar tidak melakukan 
perilaku-perilaku berisiko seperti bergonta-ganti pasangan seksual, menggunakan 
narkoba terutama narkoba suntik, memakai jarum suntik tidak steril dan 
menggunakan produk darah yang tidak discreening HIV. Bagi kelompok risiko 
tinggi disarankan untuk selalu menggunakan kondom setiap kali melakukan 
hubungan seks tanpa peduli itu pasangan tetap atau pelanggan; gunakan jarum 
yang steril bagi IDU's

Reply via email to