http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=187920

 REFORMASI BIROKRASI
Paling Korup, Peradilan Harus Menjadi Prioritas 

Taufiequrrahman Ruki,
Ketua KPK 


Selasa, 4 Desember 2007
JAKARTA (Suara Karya): Reformasi birokrasi menjadi keharusan untuk menekan dan 
mencegah perilaku koruptif di tubuh pemerintahan. Dalam konteks ini, reformasi 
aparat peradilan (judiciary aparatus reform) harus menjadi prioritas karena 
survei menunjukkan bahwa mereka paling korup, khususnya paling berinisiatif 
meminta suap kepada pencari keadilan. 

Demikian pendapat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrrahman Ruki 
dalam seminar nasional bertajuk "Visi Pembangunan Hukum Nasional 2025", 
kemarin, di Jakarta. Dibuka resmi oleh Wapres Jusuf Kalla, seminar tersebut 
juga menampilkan pembicara guru besar ilmu administrasi Univeristas Indonesia 
(UI) Eko Prasojo. 

Menurut Ruki, reformasi aparatur peradilan bisa ditempuh dengan melakukan 
pemuliaan hakim dan pemberdayaan pengadilan. "Polisi boleh jelek, pengacara 
boleh rusak, dan jaksa boleh goblok. Tapi hakim harus pintar. Kalau hakim 
pintar dan berintegritas tinggi, maka polisi, pengacara, dan jaksa tidak bisa 
mempermainkan keadilan," kata Ruki. 

Dalam melakukan pemuliaan, ujar Ruki, hakim harus diperlakukan sebagai the 
honourable. Seorang hakim bukan hanya dipanggil sebagai "yang mulia" dalam 
ruang sidang, tetapi juga harus benar-benar diperlakukan sebagai figur mulia di 
tengah masyarakat. Dengan demikian, profesi hakim ditempatkan pada posisi amat 
terhormat karena kemuliaannya. 

Ruki menambahkan, hakim juga harus ditempatkan sebagai puncak profesi berbasis 
ilmu hukum, seperti penyidik, penuntut umum, panitera, pengacara, notaris, 
konsultan hukum, dan juga dosen ilmu hukum. 

"Hakim juga harus dijadikan sebagai the most outstanding person. Menghakimi 
merupakan kehormatan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang yang memiliki 
profesionalisme tinggi serta teruji bertanggung jawab" ujar Ruki. Sebagai 
implikasi penerapan prinsip pemuliaan hakim, dia menyatakan bahwa negara wajib 
memberikan berbagai perlakuan khusus terhadap hakim. Misalnya memberikan 
tunjangan kehormatan yang lebih tinggi dibanding pejabat negara pada tingkat 
yang setara. 

Perlakuan lain, hakim diberi fasilitas memadai, seperti tempat tinggal di 
daerah terbaik plus kendaraan dinas. Tapi, di sisi lain, hakim dilarang 
melakukan pekerjaan lain di luar tugas kehakiman. 

"Pengabdian seorang hakim adalah seumur hidup. Dia tetap mengabdi selama masih 
dalam kondisi mampu berpikir jernih dan ditunjang kondisi kesehatan prima," 
kata Ruki. 

Sementara itu, Eko Prasojo menyatakan, reformasi peradilan bisa mengatasi 
fenomena korupsi di tubuh birokrasi (bureaucratic corruption) dan dunia politik 
(political corruption). Menurut dia, korupsi di dua ranah tersebut telah 
mengakibatkan birokrasi menjadi tempat mengeruk uang. 

"Jabatan politis di pemerintahan kini bukan lagi sebagai tempat mengabdi, 
melainkan tempat untuk mengembalikan uang yang telah dikeluarkan sebelum 
menduduki jabatan. Itu merasuki pikiran pejabat pada tahun pertama dan kedua 
menjabat. Sementara pada tahun ketiga, pikiran dia dipenuhi dengan kebutuhan 
mempersiapkan diri untuk menduduki lagi jabatan pada periode berikutnya," tutur 
Eko. 

Sementara itu, saat memberikan sambutan pada pembukaan seminar tersebut, Wapres 
Jusuf Kalla menyatakan, hukum harus dinamis, tidak kaku, dan selalu 
menyesuaikan diri terhadap aturan penyelenggaraan pemerintahan serta kehidupan 
berbangsa dan bernegara. 

"Kalau dalam hal hubungan kita (antarlembaga), eksekutif, yudikatif, dan 
legislatif demikian rumit, kita tidak mempunyai cara yang baik untuk membangun 
bangsa, " kata Wapres. 

Wapres menyatakan, hukum harus dinamis sehingga bisa menyesuaikan diri terhadap 
keadaan. "Sering orang mengatakan beberapa tindakan saya melanggar hukum. Bukan 
melanggar, tetapi mengubah. Dalam pemikiran saya, hanya kitab suci yang tidak 
bisa diubah, Undang-Undang Dasar 1945 saja bisa diubah, kenapa undang-undang 
dan kepmen tidak bisa," ujarnya. 

Wapres mencontohkan hubungan pemerintah dan DPR dalam penyusunan anggaran. UU 
APBN, katanya, mewajibkan anggaran sedetail apa pun diketahui DPR. Dampaknya, 
penyusunan anggaran menjadi lamban dan sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan 
yang telanjur berubah. 

Meski begitu, Wapres juga menyadari fungsi check and balances antara DPR dan 
pemerintah sangat penting. Namun, itu jangan meninggalkan semangat efisiensi. 
(Nefan Kristiono/Kardeni

Attachment: news_icon.html?id=187920
Description: Binary data

Reply via email to