Refleksi: Apakah  peraturan hukum NKRI  tidak cukup kuat untuk diproseskan 
sesuatu kasus korupsi dan oleh karena itu harus mendapat izin presiden? 
Bayangkan saja kalau si korupptor itu sobat, kenalan atau juga keluarga 
presiden, maka pasti presiden akan berlagak pilon, berpura-pura  tidak tahu 
atau mengudur-undurkan waktu guna memberikan  izin proses hukum dan kalau orang 
sudah lupa, kasusnya dihilangkan tak berbekas. Sang koruptor luput dan dengan 
legah bisa mengkonsumsi uang haram berkat kelihaian presiden yang dipilih 
rakyat. Dengan begitu bisa dibilang rakyat ditipu 3 kali lipat, kali pertama 
yaitu rakyat memilih orang yang tidak tetap untuk mewakili mereka dan kedua 
duit negara disita koruptor dan kali ketiga korupstor dibebaskan dari sanksi 
hukum negara.

Bagaimana dengan kasustuduhan korupsi kepada Pak Harto yang disinyalir oleh 
StAR, apakah ada instruksi presiden untuk diprioritas pertamakan  guna  
diselidiki dan diajukan ke pengadilan agar masalahnya selesai secepat mungkin 
dan supaya uang curian sebanyak puluhan milyaran dollar yang disebutkan oleh 
StAR, disita oleh negara demi dipakai sebagaimana mestinya untuk kepentingan 
perbaikan hidup rakyat. Presiden bungkam, apakah silent is gold ini untuk 
keuntungan siapa?

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/10/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
Korupsi Proyek JLS 

Kejagung Tunggu Izin Presiden
[JAKARTA] Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah mengajukan izin pemeriksaan Bupati 
Tangerang, Banten, Ismet Iskandar terkait kasus korupsi proyek Jalan Lingkar 
Selatan (JLS) Serpong-Tigaraksa ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sekitar 
dua bulan lalu. 

"Kita mengajukan izin sejak dua bulan lalu, sampai sekarang belum ada 
tanggapan. Ya, kita berharap cepat turun. Kita sih dorong terus," kata Direktur 
Penyidikan pada Tindak Pidana Khusus Kejagung, Muhammad Salim kepada wartawan 
di Jakarta, akhir pekan lalu. 

Salim mengatakan, Kejagung melakukan pengawasan ketat terhadap penyidikan kasus 
JLS tersebut yang sedang dilakukan Kejati Banten. "Kasus tersebut melibatkan 
Bupati Tangerang, Ismet Iskandar dan proses penyidikannya tetap dilaksanakan 
Kejati Banten," kata Salim. 

Salim mengatakan, dalam supervisi tersebut Kejagung minta tim penyidik selalu 
berkoordinasi untuk mendalami unsur-unsur tindak pidana korupsinya. 

Sementara itu, pekan lalu, sekitar 100 warga yang tergabung dalam Solidaritas 
Masyarakat untuk Akuntabilitas dan Transparansi Tangerang (Strata) kembali 
berunjuk rasa di depan kantor Kejagung. Massa mendesak Jaksa Agung Hendarman 
Supandji agar segera memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi Banten untuk 
menuntaskan penyidikan kasus tersebut. 

"Kasus JLS yang sudah ada dua tersangka kini mati suri dalam penyidikan Kejati 
Banten. Jaksa Agung jangan diam saja," kata Koordinator Strata, Sabeth Adilawa 
dalam orasinya. 

Massa mendatangi Kejagung dari Tangerang dengan menggunakan sepeda motor. 
Selain berorasi mereka membentangkan spanduk yang bertuliskan "Segera Panggil 
Bupati Tangerang Ismet Iskandar." 

Dua orang yang sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh Kejati Banten dalam 
kasus itu, kata Sabeth, adalah mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga 
Kabupaten Tangerang, Maryoso dan Mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan 
Daerah Kabupaten Tangerang, Muchtar Luthfi. Sabeth mengatakan, kasus ini sangat 
tidak layak untuk didiamkan, karena laporan BPK pada 2006, proyek JLS yang 
sampai sekarang belum tuntas merugikan negara Rp 28 miliar. [E-8] 


Last modified: 10/12/07 

Reply via email to