Rabu, 26/12/2007 10:55 WIB

Tekanan fiskal ancam kesejahteraan rakyat
oleh : Kemal Syamsudin

Perkembangan perekonomian dunia sepanjang 2007 ini akan berdampak terhadap 
perekonomian nasional sepanjang 2008 mendatang, terutama pada triwulan pertama 
dan kedua. Dampak yang masih akan dirasakan terutama adalah kenaikan harga 
minyak dunia terhadap aktivitas perekonomian nasional serta keseimbangan makro 
ekonomi. 

Aktivitas perekonomian masih akan menghadapi kendala berkaitan dengan trend 
harga minyak dunia sepanjang 2008 mendatang. Penyesuaian-penyesuaian atas 
berbagai rencana dan keputusan bisnis masih harus terus dilakukan oleh dunia 
usaha. Salah satu penyesuaian itu adalah dengan menaikkan harga jual hasil 
produksi untuk mengimbangi kenaikan biaya karena naiknya harga minyak. 

Karenanya, perkembangan kegiatan ekonomi produktif pun akan ditentukan oleh 
ekspektasi dunia usaha mengenai dampak kenaikan harga minyak terhadap 
stabilitas makro ekonomi. 

Secara langsung maupun tidak langsung, stabilitas makro ekonomi akan ditentukan 
oleh otoritas moneter maupun pemerintah dalam menyikapi setiap pergerakan harga 
minyak dunia. Di sisi makro ekonomi, penyesuaian rencana dan keputusan bisnis 
tersebut akan berpengaruh pula terhadap pembentukan ekspektasi inflasi. 

Melihat trend harga minyak yang masih akan bergerak naik, maka dapat 
disimpulkan bahwa ekspektasi inflasi yang akan terbentuk adalah: laju inflasi 
pada triwulan pertama dan kedua 2008 akan lebih tinggi dibandingkan periode 
yang sama pada 2007. Sementara pada saat yang sama, faktor musiman berupa 
datangnya hari raya yang berurutan telah mendorong meningkatnya jumlah uang 
beredar (M2) yang berarti pula terjadi kanaikan laju inflasi karena 
meningkatnya permintaan uang dari masyarakat (M1). 

Terbentuknya ekspektasi inflasi yang cenderung negatif ini akan berpengaruh 
pula terhadap sikap otoritas moneter dalam memutuskan kebijakan-kebijakan di 
sektor moneter, terutama kebijakan suku bunga. 

Tampaknya otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia tidak memiliki ruang 
yang cukup lebar untuk dapat menurunkan suku bunga. Dengan kemungkinan laju 
inflasi yang tinggi, kebijakan penurunan suku bunga dikhawatirkan akan memicu 
reaksi negatif dari pelaku pasar. Apalagi, laju inflasi yang tinggi berarti 
pula terjadinya tekanan ekstra terhadap nilai tukar rupiah. 

Untuk mencegah reaksi negatif dan melemahnya kurs rupiah tersebut, maka Bank 
Indonesia diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga BI Rate maupun SBI. 
Perpaduan reaksi di sektor mikro serta kebijakan di sektor makro ekonomi 
tersebut tentu saja akan menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi 
perekonomian nasional secara keseluruhan. 

Tentu, yang akan menerima getah dari kombinasi yang tidak mengenakkan itu tentu 
saja tetap masyarakat secara keseluruhan. Bagaimanapun, masyarakat merupakan 
'konsumen' akhir dari kebijakan-kebijakan di sektor mikro maupun makro itu. 

Terhambatnya penurunan suku bunga atau bahkan kembali naiknya suku bunga, 
menyebabkan biaya dana yang harus ditanggung oleh dunia usaha tidak bisa 
ditekan. Sementara untuk mengatasinya-sekali lagi--dunia usaha akan terpaksa 
menaikkan harga, termasuk harga barang-barang kebutuhan pokok masyarakat. 

Maka yang terjadi adalah, beban hidup masyarakat pada 2008 akan semakin berat, 
di mana daya beli masyarakat akan semakin terkikis oleh tingginya laju inflasi 
tersebut. Padahal, pada saat yang sama, pemerintah belum juga mampu berbuat 
banyak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan-kebijakan 
fiskalnya. 

Mudah ditebak, tingkat suku bunga yang tinggi serta kurs rupiah yang tertekan 
akan menambah beban pembayaran utang pemerintah, baik utang dalam negeri maupun 
luar negeri. Padahal pada saat yang sama beban subsidi yang harus ditanggung 
APBN juga akan bertambah seiring naiknya harga minyak. 

Yang justru dikhawatirkan adalah, bila tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah 
itu kemudian ditransformasikan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang tidak pro 
masyarakat miskin. Maka pertanyaan yang perlu ditegaskan jawabnya oleh 
pemerintah adalah, akankah pemerintah mengorbankan kesejahteraan masyarakat, 
dengan mengurangi pos-pos anggaran pembangunan? 

Misalnya, akankah pemerintah masih akan menunda realisasi pos pembangunan 
pendidikan sebesar 20% sesuai amanat undang-undang? Bukankah penundaan 
realisasi anggaran pendidikan itu berarti pula pelanggaran mendasar terhadap 
konstitusi negara, sebagaimana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu 
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? 


bisnis.com


URL : http://web.bisnis.com/kolom/2id795.html 

© Copyright 1996-2007 PT Jurnalindo Aksara Grafika

 Cetak | Tutup Window 

<<logo-bisnis-small.jpg>>

<<icon_cetak.gif>>

Reply via email to