Refleksi: Apakah mungkin ekonomi NKRI menjadi baik dalam arti hak kehidupan dijamin sebagaimana dan tidak ada perlu menjadi babu dan jongos di negeri orang, karena di negeri sendiri tidak ada kesempatan memada untuk menjamin kehidupan keluarga? Bila ada kemungkinan itu ada, apa saja yang harus dilakukan untuk terciptanya kondisi tsb?
http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=319032 Jumat, 28 Des 2007, Ekonomi Rapuh, Demokrasi Lonjong JAKARTA - Setelah sehari sebelumnya Rizal Ramli melontarkan sikap kritisnya terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemarin giliran aktivis dan pakar muda melakukan hal yang sama. Dalam refleksi akhir tahun di Sekretariat GP Ansor Jl Kramat Raya, Jakarta, salah satu kader Partai Bulan Bintang (PBB) Ali Mochtar Ngabalin menilai tatanan demokrasi di Indonesia masih lonjong. Tidak rata. "Dari luar kelihatannya rukun, kenyataannya rapuh," tegas Ngabalin. Pada sektor ekonomi, ekonom Faisal Basri menimpali istilah Ngabalin. "Sama saja. Ekonomi Indonesia kelihatannya bagus, kalau diinjak berantakan," kata Faisal. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang dibangga-banggakan 6,3 persen sebenarnya hanya dinikmati kelas atas. Cadangan devisa meningkat karena meningkatnya indeks saham. Namun, sebagian besar sebenarnya milik asing. Apalagi, perusahaan yang terdaftar di bursa saham justru mendapat insentif penurunan pajak 5 persen. Acara refleksi akhir tahun kemarin dipimpin langsung oleh Ketua Umum PP GP Ansor Saifullah Yusuf. Selain Ngabalin dan Faisal Basri, turut hadir pengamat politik dari CSIS Jakarta Indra J. Piliang, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, peneliti senior Soegeng Saryadi Sindicate Sukardi Rinakit, dan Ketua DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Anies Baswedan mengatakan, pada awal 2007, fokus perhatian banyak dicurahkan untuk reshuffle kabinet. SBY dinilai sengaja memunculkan sinyal reshuffle. "Itu tidak efektif. Jangan menciptakan destabilitas politik di panggung kekuasaan. Biasanya yang menggoyang itu oposisi. Tapi di Indonesia, penguasanya justru menggoyang dirinya sendiri," kata cucu mantan Menteri Agama A.R. Baswedan itu. Menurut Anies, energi politik di 2007 lebih banyak habis untuk menjamin ekuilibrium atau keseimbangan antarpartai politik. "Itu problem kita. Seharusnya parpol bersama-sama memikirkan rakyat," tegasnya. Hampir semua yang hadir mengkritik SBY-Kalla. Anas Urbaningrum yang didaulat menjadi pembicara terakhir pun sibuk menjawab kritik pedas tersebut. "Sebetulnya tidak perlu dibantah semua hal itu. Itu kritik dari realitas bangsa kita," kata Anas. Masa depan Indonesia, menurut dia, sangat ditentukan oleh sikap bangsa. "Apakah mengembangkan optimisme atau memperbesar pesimisme?" tuturnya. "Kalau yang dikembangkan pesimisme, siapa pun yang berkuasa akan kesulitan atau mengalami hambatan besar untuk berkembang," sambungnya.(tom)