======================================  
  THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER
  [ Seri : "Membangun Ekonomi Rakyat Indonesia" ]  
  =======================================
  [Ec_Q]
   
  BANK KAUM MISKIN
   
  Belajar dari : 
  Kisah Muhammad Yunus dan Grameen Bank, dalam
  Memerangi Kemiskinan
   
  Oleh : Muhammad Yunus
  Peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2006
  Bersama Alan Jolis
   
  11. Seorang Nasionalis Bengali
   
  SAYA selalu membayangkan diri saya sebagai seorang guru. Bahkan saat 
kanak-kanak, saya senang mengajari adik-adik saya dan memaksa mereka mencapai 
peringkat teratas di sekolah. Begitu lulus kuliah pada usia 21 tahun, saya 
langsung ditawari posisi sebagai dosen Ekonomi di almamater saya di Chittagong. 
Perguruan tinggi ini didirikan oleh Inggris tahun 1836 dan termasuk salah satu 
yang paling disegani di anak benua India. Saya mengajar di sana dari tahun 1961 
sampai 1965.
   
  Saat bersamaan saya juga menjajal dunia bisnis. Saya perhatikan bahan-bahan 
pengepakan cenderung diimpor dari Pakistan Barat karena kami di Pakistan Timur 
tidak punya fasilitas produksi kardus atau bahan pembungkus. Saya membujuk ayah 
agar diizinkan membangun pabrik bahan pengepakan dan percetakannya. Saya 
siapkan sebuah proposal proyek untuk permohonan kredit ke Bank Industri milik 
pemerintah. Saat itu tidak banyak pengusaha Bengali berkeinginan membangun unit 
industri. Permohonan kredit segera disetujui. Saya segera membangun pabrik 
bahan pengepakan dan percetakannya dengan mempekerjakan 100 tenaga kerja. 
Selang beberapa waktu, proyek ini berhasil mencetak keuntungan tahunan yang 
sehat.
   
  Ayah yang menjadi komisaris utama sangat berkeberatan perusahaannya 
memperoleh kredit bank. Keyakinannya soal kredit komersil membuatnya begitu 
gelisah sampai-sampai ayah meminta saya membayarnya kembali sebelum jatuh 
tempo. Kami mungkin satu-satunya di Bangladesh saat itu yang baru menjalankan 
usaha tetapi melunasi kembali kreditnya sebelum jatuh tempo. Bank segera saja 
menawari kami tambahan kredit sebesar 10 juta taka untuk membangun pabrik 
kertas, tetapi ayah tidak pernah menggubrisnya.
   
  Pusat industri pengepakan ini berada di Lahore, Pakistan Barat. Tetapi 
sebagai seorang nasionalis Bengali, saya tahu kami bisa membuat produk yang 
lebih murah di Pakistan Timur. Produk kami meliputi bungkus rokok, kardus, 
karton, kotak kosmetik, kartu-kartu, kalendar, dan buku. Mencari uang bukan hal 
yang merisaukan saya, tetapi sukses pabrik pengepakan ini meyakinkan saya dan 
keluarga bahwa saya bisa berhasil berbisnis bila mau.
   
   
  [ bersambung ]
   
   
   
  The Flag
  Air minum COLDA - Higienis n Fresh !
  ERDBEBEN Alarm
   
  ======================================= 
     
  Dear All,
   
  Beberapa hari yang lalu saya dikirimi pers rilis dari Ketua Yayasan Tatuhini 
Nias Bangkit (YTNB) Ibu Esther Pormes Telaumbanua, dimana ia sangat concern dan 
perduli terhadap pemberdayaan dan pendampingan terhadap masyarakat Nias, 
melalui program-program yang telah dilaksanakan YTNB selama ini. 
   
  Hal ini tentu baik untuk menjadikan perhatian, meningkatkan keperdulian, dan 
rasa kemanusiaan kita semua kepada sebagian masyarakat Indonesia dan sesama – 
apalagi yang sedang menderita oleh karena bencana dan sebagainya, sebagai 
berikut :
     
    
  PRESS RELEASE
  “Gerakan Kebangkitan dan Kemandirian Nias”
  (Memperingati 3 Tahun Gempa & Tsunami Nias)
   
  Memasuki tahun ketiga gempa dan tsunami di Nias, kita melihat banyak 
perubahan yang terjadi secara signifikan dalam masyarakat. Fakta bahwa 
masyarakat mulai berangsur-angsur keluar dari kondisi trauma dan fustrasi yang 
berkepanjangan merupakan hal yang menggembirakan. Namun tidak jarang, masih 
terlihat tumbuhnya mentalitas ketergantungan pada “bantuan” yang harus segera 
ditangani dengan baik. Mentalitas ketergantungan ini terjadi akibat penanganan 
dan pengolaan bantuan terhadap korban bencana alam secara tidak tepat dan tanpa 
‘concern’ dalam rangka upaya pemulihan dan rekonstruksi kehidupan Nias kepada 
yang utuh dan lebih baik. 
   
  Selama ini pemerintah pusat melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) 
Nias, cukup banyak menyumbang bagi tumbuhnya mentalitas ketergantungan 
dimaksud. Pemerintah yang seharusnya membangun masyarakat sebagai bagian dari 
tanggungjawab governmental, dalam kenyataannya lebih berfungsi sebagai state 
yang notabene-nya tidak melihat masyarakat sebagai bagian utuh sebuah keluarga 
Indonesia. Ini yang menyebabkan kondisi riskan bagi masyarakat Nias kedepan. 
Ini pula yang mengakibatkan Nias menjadi tertinggal, dengan kondisi riil yang 
terukur seperti: angka kemiskinan di kabupaten Nias menurut data BPS 2007 
mencapai 30,80 persen, sedangkan di Nias Selatan sebesar 34,84 persen, dengan 
komponen-komponen indeks pembangunan manusia (human development indeks), antara 
lain: Angka harapan hidup (AHH) di Nias 68,7 dan di Nias Selatan 67,8. Angka 
melek huruf (AMH) Nias 87,1 dan Nias Selatan 84,8. Rata-rata lama sekolah (RLS) 
Nias 8,2 dan Nias Selatan 8,2. Konsumsi riil perkapita Nias
 681,6 dan Nias Selatan 676,4 (Sumut Dalam Angka, 2007). 
   
  Untuk komponen IPM/HDI tersebut, di Nias dengan jumlah penduduk sebesar 
442,019 diperoleh indeks pembangunan manusia sebanyak 66,1 sedangkan pada 
wilayah Nias Selatan dengan komposisi penduduk sebesar 271,026 diperoleh indeks 
pembangunan manusia sebanyak 63,9 (Sumut Dalam Angka, 2007). Data ini 
menunjukan bahwa capaian pemberdayaan manusia cenderung statis dan tidak 
bergerak kearah yang lebih baik, meskipun kita tahu bahwa di Nias ada proses 
rehabilitasi dan rekonstruksi yang menghabiskan dana trilyunan rupiah. Karena 
pendekatan yang dilakukan  berupa  konsep “pemberian bantuan” oleh pemerintah, 
maka tidak jarang terjadi bahwa bantuan tersebut salah sasaran, tidak efektif 
dan efisien dan tentunya tanpa melalui perencanaan yang aspiratif dan pelibatan 
partisipatif dari masyarakat. 
  Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa degradasi moral dan kehidupan sosial 
kemasyarakatan yang buruk mulai nampak dari perilaku dan tindakan-tindakan 
asosial lainnya yang meresahkan masyarakat. Berbagai perilaku amoral yang 
sebelumnya jarang ditemukan dalam realitas masyarakat, kini mulai muncul pada 
domain-domain kehidupan masyarakat secara transparan. 
   
  Lembaga pemerintah daerah dan kalangan stakeholders lainnya seolah-oleh 
kehilangan fungsi protektifnya. Pemerintah yang tidak sensitif terhadap 
permasalahan konkrit dalam masyarakat, juga secara langsung telah menyumbang 
bagi tumbuh suburnya persoalan amoral dimaksud. 
   
  Selain itu, perlu ditegaskan disini bahwa pemulihan Nias belum selesai. 
Dengan berakhirnya tugas BRR di Nias tahun 2009 tidak berarti berakhirnya 
rehabilitasi dan rekonstruksi di Nias, karena kondisi keterpurukan dan 
ketertinggalannya yang selama ini dihadapi masyarakat, mestinya menjadi agenda 
berkelanjutan guna mengeluarkan masyarakat dari kondisi kemapanan dalam 
keterpurukannya. Juga perlu dilakukannya sebuah evaluasi bagi kepentingan 
keberlanjutan Nias, terhadap semua kerja-kerja BRR maupun NGO’s yang selama ini 
melakukan kegiatan penanganan masyarakan korban gempa dan tsunami. Pertanyaan 
strategis yang patut diajukan adalah apakah Pemda Nias dan Nias Selatan sudah 
siap untuk melanjutkan kerja-kerja pemberdayaan dan pembangunan masyarakat 
pasca keluarnya BRR? Ini menjadi sebuah pertanyaan yang sangat penting, sebab 
kecenderungan mentalitas ketergantungan tidak hanya terjadi pada level 
masyarakat, namun terjadi juga pada level birokrasi pemerintahan daerah.
   
  Ditengah pergulatan kontekstual tersebut, kita melihat sisi lain konteks 
masyarakat yang tengah bergulat dengan penataan kondisi sosial, ekonomi dalam 
berbagai bentuk kearifan mereka. Kondisi ini sebetulnya mesti menjadi perhatian 
dari berbagai pihak untuk mendukung kebangkitan masyarakat Nias dari 
keterpurukan yang mereka deritai selama ini. 
   
    Sehubungan dengan kondisi-kondisi riil sebagaimana yang telah dipaparkan di 
atas, dalam rangka memperingati 3 tahun bencana gempa dan trusnami di Nias, 
dengan ini Yayasan Tatuhini Nias Bangkit, menyerukan beberapa hal sebagai 
berikut : 
   
  1.       Kepada seluruh komponen masyarakat Nias untuk bangkit dan 
memberdayakan diri supaya mampu meningkatkan kualitas kehidupannya dengan 
kekuatan dan kemandirian diri sendiri.
  2.       Membangun kesadaran dan tanggungjawab untuk masa depan generasi Nias 
berikutnya dengan menjaga keseimbangan atau kelestarian lingkungan alam 
ciptaan-Nya dimana kita diperkenankan untuk hidup. 
  3.       Membangun kecintaan dan kesadaran melestarikan budaya dan kearifan 
Nias yang menjadi jatidiri, semangat dan ‘roh’ pembangunan kehidupan Nias 
secara keseluruhan.
  4.       Membantu dengan tulus masyarakat Nias dengan program yang bukan 
membelenggu kemandirian, tetapi yang justru membangkitkan kemampuan dan 
kepercayaan diri dalam mengelola potensi sumberdaya yang ada dan 
mengupayakannya menjadi sumber “mata air” kehidupan Nias.
  5.       Perhatian utama diberikan kepada masyarakat  miskin dan  perempuan 
(dewasa dan anak-anak) Nias yang cenderung meningkat dengan  pendekatan  dan 
program rehabilitasi-rekonstruksi yang pro-poor dan responsif gender, serta 
tetap waspada terhadap upaya dan proses ’memiskinkan’ masyarakat Nias secara 
fisik dan nilai.  
   
  Atas nama kemanusiaan, kedaulatan rakyat, kebersamaan dan kasih, mari bangun 
kegotongroyongan dan kerjasama untuk mendorong Nias meraih kehidupan yang lebih 
baik. Tatuhini Nias Bangkit, Ya’ahowu !.

   
   
   
  Jakarta, 28 Maret 2008
   
  BADAN PENGURUS YAYASAN TATUHINI NIAS BANGKIT 
  
      

      
  
   
   
   
            Esther Pormes-Telaumbanua
  K e t u a
    Arisman Zagötö
  Sekretaris

   
   
  http://www.niasbangkit.com
   


    
  SONETA INDONESIA <www.soneta.org>

  Retno Kintoko Hp. 0818-942644
  Aminta Plaza Lt. 10
  Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
  Ph. 62 21-7511402-3 
   


       
---------------------------------
OMG, Sweet deal for Yahoo! users/friends: Get A Month of Blockbuster Total 
Access, No Cost. W00t

Reply via email to