Refleksi: Tidak mengherankan bila anggota DPR terlibat berbagai sknadal. Hal tsb adalah masalah biasa dalam NKRI. Bisa karena biasa, sebab pada umumnya anggota DPR adalah mereka yang memberikan sumbangan duit banyak kepada partainya. Makin besar sumbangan makin dijamin akan bagus dan lepuk kursinya. Jadi adalah keliru bila dianggap bahwa mereka menduduki kursi-kursi penting berdasarkan kemahiran politik dan dedikasi memperjuangkan aspirasi dan membela kepentingan rakyat guna menegakkan pemerintahan yang berdiri diatas fundasi keadilan demi kebaikan rakyat, bukan itu maksud mereka! Sebaliknya! Jelasnya mereka tidak banyak bedanya dengan calo karcis bioskop atau calo karcis pertandingan sepak bola. Uang sumbangan untuk partai adalah investasi untuk memperoleh laba sebanyak mungkin melalui kursi empuk di DPR. Jadi tak salah bila dikatakan bahwa fungsi institusi negara ini dijelmakan menjadi Dewan Penipu Rakyat!.
Apakah hanya DPR saja yang demikian, dan kabinet tidak? Tentu sama saja sifatnya, tetapi kelasnya berbeda. Mereka ini termasuk kelas lebih tinggi sedangkan yang di DPR tukang catut kelas menengah. Kelas tinggi bermodal besar. Sebagai kaum modal tumbuh pada zaman Pak Harto tentuhnya bukan saja memiliki jutaan dollar kekayaan, tetapi ratusan juta bahkan milyaran dollar pun ada.. Untuk apa mereka merepotkan diri dengan merangkul jabatan pemerintah yang gajinya tidak seberapa dibandingkan dengan hasil dari yang telah mereka miliki. Bukankah kalau duitnya taruh di bank dan duit berbunga duit, mereka bisa hidup nyaman? Betul, bisa demikian, tetapi pandangan demikian secara kasar bisa dibilang kampungan. Harus dimengerti bahwa bahwa sekalipun gajinya kecil tetapi itu bukan targetnya. Target utama ialah menjaga kepentingan mereka, dan dorongan falsafahnya yaitu "sudah banyak dimiliki harta kekayaan mau lebih banyak lagi". Bagus falsafah demikian, tetapi bukan dengan jalan mengkorbankan kepentingan rakyat. Hal yang menarik ialah misalnya BUMN didirikan sejalan dengan apa yang terkandung dalam UUD 45, bahwa kekayaan alam dipergunakan untuk kemakuran rakyat. Pasal ini telah dirubah dengan tambah bukan untuk memperkokoh kedudukan hak milik rakyat, tetapi dilunturkan dengan adanya tambahan baru atau revisi itu. Sekarang BUMN akan diprivatisasikan atau lurursnya dijual. Kesempatan pertama untuk membelinya tentunya mereka yang bermodal yang memegang kekuasaan atau yang dekat dengan pusat kekuasan. Kalau dijual tentu saja labanya masuk kantong mereka, jadi tidak seperti semula dipikirkan bahwa keuntungannya diperuntukan untuk kemakmuran rakyat sesuai UUD. Apa lagi yang dimiliki rakyat yang perlu dibela? Wassalam http://www.suarapembaruan.com/News/2008/04/12/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY DPR Terlibat Skandal Alih Fungsi Hutan [JAKARTA] Dewan Perwakilan Rakyat dinilai membiarkan terjadinya alih fungsi hutan. Sebab, dalam Pasal 19 UU 41/1999 tentang Kehutanan disebutkan bahwa alih fungsi hutan harus diatur dalam peraturan pemerintah (PP). Sampai saat ini PP yang mengatur hal itu belum diterbitkan, tetapi alih fungsi hutan marak terjadi. "Selama ini telah terjadi skandal di DPR. Alih fungsi hutan seharusnya diatur dalam PP," kata Forest Campaigner Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Rully Syumanda kepada SP di Jakarta, Sabtu (12/4). Rully mengatakan alih fungsi hutan sudah berlangsung lama. Selain kasus alih fungsi hutan lindung di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, yang diduga melibatkan anggota Komisi IV DPR Al Amin Nasution, kasus serupa juga terjadi di sejumlah provinsi. Dikatakan, meskipun dalam alih fungsi hutan, pemerintah dan DPR terlebih dahulu mendengar rekomendasi dari tim ahli, namun selama PP yang mengatur alih fungsi hutan belum ada keputusan tersebut melanggar UU. "Rekomendasi dari tim ahli tetap penting, namun PP juga harus ada," tegasnya. Rekomendasi Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR, Ishartanto mengatakan, sesungguhnya pihaknya telah menyetujui alih fungsi hutan lindung di Kabupaten Bintan. Persetujuan itu diberikan berdasarkan rekomendasi tim terpadu yang disampaikan dalam rapat kerja (raker) dengan Menteri Kehutanan (Menhut) MS Kaban beberapa waktu lalu. "Dalam raker dengan Menhut itu, alih fungsi hutan lindung di Bintan telah disetujui Komisi IV. Karena, berdasarkan hasil studi tim terpadu, alih fungsi tersebut ternyata tidak mengganggu ekologis dan areanya akan diganti," kata Ishartanto saat dihubungi SP. Ia menambahkan, usulan alih fungsi hutan lindung di Bintan sudah masuk ke Komisi IV DPR sejak setahun lalu. Menurutnya, usulan alih fungsi dan perubahan peruntukan kawasan bagi pembangunan ibu kota Kabupaten Bintan di Sri Bintan dan pengembangan Kawasan Wisata Terpadu di Lagoi itu diajukan Bupati Bintan, Anshar Achmad. Ishartanto kemudian menunjuk aturan sebagaimana tertuang dalam UU 41/1999 yang menyebutkan alih fungsi hutan lindung harus mendapat persetujuan DPR dan Menteri Kehutanan, setelah memperoleh rekomendasi dari tim independen yang dibentuk Departemen Kehutanan. "Usulan alih fungsi sudah ada setahun lalu, waktu itu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan yang mengajukan ke Komisi IV DPR, karena alih fungsi tersebut harus mendapat persetujuan DPR dan Menhut," paparnya. Sedangkan, Wakil Ketua Komisi IV, Suswono mengatakan kasus Al Amin Nasution merupakan sesuatu yang datang dari inisiatif pribadi bersangkutan, yang ingin memanfaatkan persetujuan DPR terhadap alih fungsi hutan lindung di Bintan. "Saya sendiri cukup prihatin, ada pihak-pihak yang sengaja berinisiatif secara pribadi untuk memanfaatkan hasil keputusan Komisi IV," katanya. Terkait hal itu, ia berharap masyarakat tidak menjatuhkan vonis terhadap Komisi IV DPR dan menganggap seluruh anggota komisi kehutanan itu terlibat skandal suap. "Saya mempersilakan KPK memproses kasus ini lebih lanjut jika menemukan bukti-bukti keterlibatan saudara Al Amin Nasution atau siapa saja. Silakan membongkarnya," katanya. [W-12/L-11] -------------------------------------------------------------------------------- Last modified: 12/4/08
<<12ishart.gif>>