http://www.serambinews.com/old/index.php?aksi=bacaberita&beritaid=47829&rubrik=1&kategori=1&topik=12

 
18/05/2008 09:09 WIB


Hadapi GAM
RI Siapkan Perang 100 Tahun
* Wapres Buka Kartu soal Perundingan

]


JAKARTA - Percaya atau tidak, inilah ungkapan Jusuf Kalla, putra Bugis, pelopor 
perundingan RI dengan GAM. Saya jabat tangan dia dan saya bilang kita sudah 
perang 30 tahun. Dan kita siapkan perang 100 tahun (lagi). Tapi ingat, 
perangnya di Aceh. Jadi, korbannya orang Aceh. Saat mengungkapkan kalimat 
politis itu tahun 2003, Jusuf Kalla --populer dengan sebutan JK-- masih 
menjabat Menko Kesra, belum jadi Wapres RI seperti sekarang ini.


JK yang Menko Kesra, saat itu berangkat ke Havana, Kuba, lalu menuju Amsterdam 
untuk bertemu elite Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tapi sayangnya, dalam pertemuan 
di Amsterdam itu JK tidak bertemu Teungku Malik Mahmud, melainkan hanya bertemu 
dengan utusannya. 

Oke, saya jabat tangan dia dan saya bilang kita sudah perang 30 tahun. Dan kita 
siapkan perang 100 tahun. Tapi ingat perangnya di Aceh. Jadi, korbannya orang 
Aceh, kata JK. 

Menurut JK, gara-gara pernyataannya seperti itu, utusan GAM tadi pun akhirnya 
mau berbicara dengannya. Kisah penting itu diungkapkan Jusuf Kalla saat memberi 
sambutan pada acara peluncuran buku Damai di Aceh , karya Hamid Awaluddin, 
mantan ketua Juru Runding RI dalam Helsinki Informal Talk, di Jakarta, Jumat 
(16/5) malam. 

Sebagaimana dilansir Serambi kemarin, sejumlah tokoh nasional dari berbagai 
kalangan hadir pada acara yang berlangsung hampir tiga jam itu. Antara lain, 
mantan ketua umum Golkar Akbar Tandjung, Wakil Ketua MPR RI Aksa Mahmud, 
Menkumham Andi Mattalatta, Pengacara Todung Mulya Lubis, serta sejumlah anggota 
DPR. 

JK juga mengaku bahwa proses awal perundingan damai antara RI dengan GAM justru 
dimulai di kanal kanal Kota Amsterdam, Negeri Belanda. 

Pertama kali saya bertemu elite GAM justru di Amsterdam. Kita malam malam 
keliling kanal kanal di Amsterdam. Saya hanya ingin tahu feeling apa itu 
kemauan GAM, kata JK. 

Di depan para hadirin, di antaranya Malik Mahmud, JK mengaku untuk bertemu 
Malik Mahmud yang saat itu PM GAM, sangatlah sulit. Namun, proses perundingan 
terus dipersiapkan. Beberapa kali dilakukan pertemuan dengan utusan GAM di 
Malaysia. 

Saya baru bicara dengan Pak Malik Mahmud melalui telepon, setelah perundingan 
ketiga. Jadi, bicaranya hanya lewat telepon, tidak pernah bertemu muka, JK buka 
kartu. 

Saat peluncuran buku Hamid Awaluddin, Wapres Jusuf Kalla juga menyebutkan 
kenapa setiap perundingan damai harus selalu dilakukan dengan lima kali 
pertemuan. Menurutnya, perundingan pertama pasti berisi agenda maki makian. 
Perundingan kedua, berisi substansi masalah. Sedangkan perundingan ketiga 
membicarakan setengah substansi. Dan perundingan keempat meralat. Perundingan 
kelima barulah kesimpulan. 

Wapres juga mengatakan butuh waktu panjang baginya untuk memahami persoalan 
Aceh, sebelum delegasi RI maju ke meja perundingan dengan GAM di Helsinki pada 
awal tahun 2005. 

Salah satu persiapan pribadi yang dilakukan putra Bugis yang kaya-raya itu 
adalah harus menambah ilmunya tentang Aceh, membaca buku, mengumpulkan peta 
soal Aceh, dan menghimpun data mengenai konflik Aceh. 

Menurut Wapres, dibutuhkan pelajaran dan pengalaman khusus untuk mengurus 
perdamaian Aceh, karena konflik bersenjata yang terjadi di Aceh sudah 
berlangsung sekian lama. Dan pada akhirnya, keinginan damai itulah yang 
melatarbelakangi penyelesaian masalah Aceh, kata Kalla. 

Ia menimapali, pencapaian penyelesaian konflik Aceh, antara lain, diraih berkat 
adanya keinginan kedua belah pihak, yakni Pemerintah RI dan GAM, untuk 
menciptakan perdamaian di Aceh. 

Penyelesaian masalah Aceh, menurutnya, saat ini layak dijadikan contoh bagi 
penanganan konflik bersenjata di manapun. (ant/fik

Reply via email to