http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=10568
Selasa, 03 Juni 2008, Munarman Tersangka Markas - Markas FPI di Daerah Diserbu Massa JAKARTA - Polisi mulai memburu pelaku dan otak penyerangan massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Silang Monas, Jakarta, Minggu (1/6). Tadi malam, Mabes Polri menetapkan lima orang dari Front Pembela Islam (FPI) sebagai tersangka. Dalam daftar tersangka itu, terdapat nama Munarman, pimpinan Komando Laskar Islam, organisasi induk Front Pembela Islam (FPI). "Saat ini, sudah ada lima orang yang terindikasi sebagai pelaku dan kini ditetapkan sebagai tersangka," jelas Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Widodo Adi Sutjipto usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden SBY di kantor Menko Polhukam Jakarta tadi malam (2/6). Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Bambang Hendarso menjelaskan, lima tersangka itu termasuk Munarman. "Kami sudah mengidentifikasi. Sementara ini ada lima orang yang sudah masuk kategori tersangka. Untuk selanjutnya, kami lakukan pemeriksaan, ya termasuk Munarman," ujarnya kepada wartawan di Mabes Polri. Bambang menegaskan, tim Bareskrim dan Polda Metro Jaya akan dikerahkan untuk menangkap para tersangka. Ketika didesak wartawan siapa saja identitas empat tersangka selain Munarman itu, dengan nada rendah Bambang menyatakan tidak etis jika identitas mereka dibuka semua kepada khalayak. Sebab, kelima pelaku tersebut masih berada di luar. "Nantilah kami kasih tahu rekan-rekan jika kelimanya sudah tertangkap," katanya. Mengenai ada tidaknya aktor intelektual di balik pengeroyokan yang dilakukan anggota FPI, Bambang mengaku untuk mengarah ke sana. Pihaknya masih perlu mengidentifikasi lebih lanjut. Bagaimana dengan Habib Rizieq, pemimpin FPI? "Untuk Habib Rizieq, belum kami tetapkan," ujarnya. Sebagaimana diberitakan, 12 anggota AKKBB terluka dalam pengeroyokan dan pemukulan oleh massa yang beratribut FPI saat menghadiri peringatan kelahiran Pancasila, Minggu (1/6) siang. Di antara yang terluka, terdapat Direktur Eksekutif International Centre for Islam and Pluralism (ICIP) Syafii Anwar, Direktur Eksekutif The Wahid Institute Achmad Suaedi, dan pemimpin Pondok Pesantren Al-Mizan KH Maman Imanul Haq Faqih dari Majalengka. Aksi Balasan Sementara itu, aksi anarkis FPI di Monas Minggu (1/6), mulai mengundang gelombang aksi pembalasan di daerah. Beberapa jam setelah insiden di Monas, sekitar pukul 20.00 WIB, puluhan warga Nahdlatul Ulama (NU) terdiri dari unsur Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Anshor, , menyerang Sekretariat FPI Cirebon, di Jalan Fatahilah, Gang Dukuh Dalem, Desa Setu Kulon, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon. Tindakan massa NU dari kalangan muda itu untuk membalas sakit hati warga NU karena anggota Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KH Maman Imanulhaq Faqieh dari Majalengka, menjadi korban pemukulan massa FPI. Sebelumnya, sejumlah kiai dan ormas Islam lainnya mengadakan pertemuan di Pesantren Kempek Cirebon untuk mengutuk kekerasan yang dilakukan massa FPI. Menurut Ketua GMNI Kabupaten Cirebon Ujang Kusuma Atmawijaya yang ikut di belakang rombongan penyerang itu, aksi tersebut tidak diagendakan tetapi spontanitas terjadi saat melihat ada papan nama FPI. "Saya ikut pertemuan di Kempek, tetapi kami membuat pernyataan sendiri yang mengutuk kekerasan massa FPI di Jakarta," katanya. Setelah markas FPI di Cirebon diserbu santri NU, tadi malam giliran markas besar FPI Daerah Yogyakarta diserang massa. Penyerangan itu dilakukan sekitar 75 massa yang belum diketahui identitasnya. Mereka mendatangi markas FPI di Jl Wates Km 8, dusun Ngaran, Desa Balaicatur, kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, sekitar pukul 22.00 WIB. Saat itu, FPI dan sejumlah warga tengah melakukan pengajian di Masjid Al Jihad. Mereka dikejutkan oleh kedatangan massa yang langsung merusak papan nama FPI dan papan nama masjid. Sempat terjadi tantang menantang antara massa FPI dan sekelompok massa itu. Namun, ketika anggota FPI keluar dan membawa senjata tajam dan pentungan, massa itu lari tunggal langgang. Polisi yang berjaga tidak bisa berbuat banyak melihat keributan itu. Komandan FPI Yogyakarta, Bambang Tedi, mengatakan belum bisa mengindentifikasi massa yang menyerangnya. "Saya tidak tahu mereka dari mana, tahu-tahu mereka sudah merusak papan nama dan dirobohkan ke dalam," ujarnya. "Pengajian ini bukan hanya diikuti FPI saja, tapi warga sekitar juga ada. Sehingga saya khawatir warga menjadi ketakutan," kata Bambang. Respons SBY Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali menanggapi kerusuhan yang terjadi di silang Monas Minggu (1/6). Tanpa melalui juru bicara, SBY meminta polisi menangkap dan menindak tegas pelaku penyerangan. Saat memberikan keterangan pers, SBY memang tidak menyebut FPI sama sekali. Hanya, sebelum memulai konferensi pers, Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng menyebutkan bahwa SBY akan memberikan tanggapan soal penyerangan massa beratribut Front Pembela Islam (FPI) terhadap peserta aksi AKKBB di Monas. "Saya sangat menyesalkan terjadinya kekerasan di Jakarta kemarin siang (Minggu, Red). Dan saya mengecam keras pelaku-pelaku tindak kekerasan itu," kata SBY di Kantor Presiden. Menurut SBY, tindakan kekerasan tersebut tidak pantas dilakukan. Apalagi dengan mengatasnamakan agama. "Itu mencoreng nama baik negara kita, di negeri sendiri maupun di dunia," tuturnya. SBY juga meminta aparat kepolisian meningkatkan kinerjanya dalam mencegah terjadinya kekerasan. Polisi, kata SBY, dituntut lebih siap, lebih cepat, dan lebih profesional. "Kepolisian harus melakukan pencegahan, tegas, dan jangan berikan ruang untuk kekerasan," tegasnya. Masyarakat juga diminta berhati-hati menyikapi banyaknya kegiatan fisik di lapangan yang marak akhir-akhir ini. Menurut SBY, kegiatan tersebut sebagian merupakan unjuk rasa yang memang sah dilakukan. Tapi, sebagian lagi bukan kegiatan unjuk rasa. Saat menyampaikan keterangan persnya, SBY didampingi Menko Polhukkan Widodo A.S. dan Mensesneg Hatta Radjasa. Selain memberikan keterangan pers tentang kekerasan di Monas, sorenya, SBY berdiskusi dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin tentang peristiwa Minggu siang itu. Dalam pertemuan itu, Din meminta SBY selaku kepala pemerintahan untuk bersikap tegas. Menurut Din, Muhammadiyah tidak berwenang menyatakan FPI harus dibubarkan atau tidak. Sebab, itu merupakan domain pemerintah. Karena itu, Din berharap SBY bisa mengoptimalkan kewenangannya. "Kalau ada pasal yang memungkinkan pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap organisasi pelaku kekerasan, terkait keberadaannya, sebaiknya digunakan. Apalagi organisasi tersebut sudah meresahkan dan membuat kekacauan," kata Din usai bertemu SBY. Dalam diskusi kemarin, lanjut Din, presiden juga sadar bahwa kerusuhan Monas ada kaitannya dengan masalah Ahmadiyah. Karena itu, Din berharap pemerintah juga tegas terhadap masalah Ahmadiyah tersebut. "Bagi Muhammadiyah, mengakui ada nabi setelah Rasulullah berarti di luar akidah Islam. Tapi, soal keberadaan lembaganya, kami tidak punya kewenangan," kata Sekjen MUI itu. Tadi malam, SBY memimpin rapat koordinasi politik dan keamanan di Kantor Menko Polhukam, Jalan Merdeka Barat, Jakarta. SBY datang tidak dengan mobil berpelat RI-1, namun B 2670 BS. Rapat dimulai pukul 17.20 dan berakhir 19.10 dengan diselingi istirahat salat Magrib. Usai rapat, SBY tidak memberikan keterangan apa pun. Jubir Kepresidenan Dino Pati Djalal menjelaskan dalam rapat, kasus Monas disinggung sebagai salah satu topik utama. Hadir dalam rapat dua jam itu Menko Polhukam Widodo A.S., Kepala BIN Syamsir Siregar, Panglima Djoko Santoso, Kapolri Sutanto, dan Jaksa Agung Hendarman Soepandji. Ketika diklarifikasi perihal apakah ada instruksi presiden untuk membubarkan FPI, Menko Polhukam Widodo A.S. menyatakan, Departemen Dalam Negeri masih akan mendalami setiap bentuk organisasi kemasyarakatan yang ada, termasuk FPI. "Menteri dalam negeri akan mendalami dulu karena peraturan ormas ada di UU No 8 Tahun 1985," katanya. Soal penerbitan SKB Ahmadiyah yang dinilai sebagai pemicu konflik dan keresahan, Widodo menjawab, "Pada saatnya nanti dikeluarkan." Markas FPI Setelah aksi beringasnya pada Minggu (1/6) menjadi perhatian di seluruh tanah air, ratusan anggota laskar berkumpul di Markas Besar FPI Petamburan, Jakarta Barat. Mereka mengadakan jumpa pers mengenai kronologi kejadian versi mereka. "Awalnya aksi kami adalah menolak kenaikan BBM, tidak membawa senjata tajam, dan tidak menyentuh wanita dan anak-anak," ujar Munarman, pemimpin Komando Laskar Islam (KLI), organisasi induk Front Pembela Islam (FPI). Dia didampingi pemimpin FPI Habib Rizieq Shihab, pengacara Tim Pembela Muslim (TPM) Achmad Michdan, Ketua Forum Umat Islam Mashadi, dan Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto. Menurut Munarman, saat beraksi menolak kenaikan BBM, mereka mendengar orasi kelompok AKKBB yang menggunakan pengeras suara tak jauh dari mereka. Sayup-sayup mereka mendengar ejekan terhadap laskar Islam dan pembelaan terhadap Ahmadiyah. "Kami kirimkan dua orang untuk memantau ke sana. Ternyata jelas-jelas mereka menyebut laskar Islam sebagai laskar kafir dan laskar setan," katanya. Dalam jumpa pers tersebut, Habib Rizieq menolak dibenturkan dengan elemen umat yang lain. "Saya yakin KH Hazim Muzadi yang istikamah pasti berada dalam barisan kami menolak Ahmadiyah. Jadi, jangan ada yang berani-berani mengatasnamakan NU," tuturnya.(tom/rdl