Harian Komentar
16 Juli 2008

JJM: Banyak 'Misteri' Terkait Kasus Wotulo  


Keterlibatan Brigjen (Purn) Erick Wotulo dalam kasus pembelian senjata untuk 
organisasi teroris Macan Tamil, mengundang tanda tanya Anggota Komisi I DPR RI, 
Jeffrey Johanes Massie (JJM). 

Menurut JJM, ada banyak 'misteri' terkait kasus Wotulo yang saat ini sudah 
divonis 2,5 tahun oleh Pengadilan di Baltimore, Amerika Serikat. 
''Hal itu menyangkut penga-kuan dirinya (sewaktu ditang-kap) sebagai agen 
intelijen, maupun akses yang dimiliki-nya sehingga dapat mengon-tak kelompok 
Macan Tamil dan lainnya,'' ungkap JJM ke-pada koran ini di Jakarta, ke-marin 
(15/07). Dia mengha-rapkan, agar TNI tidak tinggal diam terkait persoalan yang 
menimpa Wotulo yang no-tabene adalah mantan ang-gota TNI. 

''Klarifikasi institusi harus disampaikan ke publik dan Deplu RI harus menjamin 
hak Wotulo sebagai seorang WNI dalam mendapatkan pembe-aan hukum,'' tandasnya. 
Seperti diketahui Wotulo divonis 2,5 tahun terkait keter-libatannya sebagai 
broker senjata untuk digunakan Ma-can Tamil, organisasi yang di-cap teroris. 

Senjata-senjata itu antara lain pelontar granat, berbagai senjata mesin, night 
vision googgle atau alat melihat di malam hari dan teropong ho-lografik. Nilai 
senjata menca-pai jutaan dolar. Sebelumnya, TNI membantah terlibat usaha 
pembelian senjata ge-lap ini. Namun begitu, keter-ibatan Wotulo dalam 
perda-angan senjata gelap, meng-ngatkan kita akan penemuan ratusan pucuk 
senjata di rumah Wakil Asisten Logistik Kepala Staf TNI Angkatan Darat, 
Almarhum Brigadir Jenderal Koesmayadi.

Lalu siapa sebenarnya Erick Wotulo? Dia merupakan putera kawanua yang 
dilahirkan di Noongan, Kabupaten Mi-nahasa, 11 Juni 62 tahun lalu. Karir 
militernya dimulai tahun 1966 ketika ia masuk Akademi Militer, Akmil. Di sana, 
ia satu angkatan de-ngan bekas Kepala Staf Ang-katan Laut Bernard Kent 
Son-dakh. Sejak menjabat sebagai letnan dua hingga mayor, Erick bertugas di 
Batalion Kavaleri Resimen Bantuan Tempur Marinir, Karangpilang, Surabaya. Dia 
juga sempat menjabat Kepala Seksi Operasi di batalion tersebut, lalu menjadi 
komandannya.

Pada 1995-1996, Erick menjadi perwira penuntut atau dosen di Sekolah Komando 
ABRI Bandung. Tahun 1996-2002, menjabat Direktur Pengamanan Otorita Batam dan 
sempat menjadi staf ahli Ketua Pengamanan Otorita Batam Bidang Pengamanan. 
Tahun 2000 pangkatnya naik menjadi brigadir jenderal. Menariknya, pada waktu 
itu dia sempat mencoba men-calonkan diri sebagai guber-nur Sulut berpasangan 
dengan Drs Syachrial Damo-polii. Tapi pencalonannya tidak berhasil. 

Istri Erick, Venny Fria Wo-tulo dalam wawancara de-ngan sebuah radio di Jakarta 
mengatakan, Erick gemar berolahraga. Jika tidak ber-main tenis, waktu luang 
Erick diisi dengan bermain bridge. Venny mengaku tidak tahu banyak kegiatan 
suaminya setelah berhenti bekerja dari Otorita Batam. Karena itu ia sangat 
terkejut ketika Erick ditangkap di Guam dan terlibat perdagangan senjata gelap. 
Venny juga menutur-kan, dari acara keluarga di Makassar, Erick pamit ke 
Denpasar, Bali untuk sebuah urusan bisnis. Namun kabar terakhir Erick 
tertangkap di Guam.(rik/sum/zal)  

Reply via email to