==============================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDNC] 
Seri : "Membangun Ekonomi Rakyat, 
           Demokrasi dan Kebangsaan Indonesia."  
=============================================== 
[Economic, Democration and Nationalism Indonesia Quotient] 
  
BANK KAUM MISKIN 
Oleh : Muhammad Yunus 
Peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2006 
Bersama Alan Jolis 
  
Belajar dari : 
Kisah Muhammad Yunus dan Grameen Bank, dalam 
Memerangi Kemiskinan 
  
DALAM RANGKA : 
MEMPERINGATI 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL    
DAN MENYAMBUT HUT KEMERDEKAAN RI KE - 63    
  
95. Dari Sikap Skeptis Sampai Terang2an Menentang 
Kami mulai petualangan di dunia perikanan yang baru ini dengan harapan besar, 
meski segera saja air pasang menghantam kami. Tahun 1987 banjir bandang melanda 
Bangladesh dan menyebabkan kerugian serius bagi kami. Tahun berikutnya kami 
mengalami banjir terburuk abad ini. Rugi lagi. Ikan pemangsa terus bercokol 
dalam tambak-tambak, dan upaya kami memusnahkannya dinihilkan lagi oleh banjir 
yang membawa masuk pemangsa-pemangsa baru. 
Kami mewarisi sedikit sekali tambak-tambak pemijahan dan pembesaran sehingga 
kami tidak punya alternatif kecuali menyimpan kelebihan ikan yang baru menetas 
langsung di tambak biasa. Ini mengakibatkan tingginya tingkat kematian. 
Tambak-tambak ini tidak rata dasarnya, yang mengakibatkan kekeruhan, keasaman 
tinggi, sedimentasi binatang-binatang kecil yang membahayakan, serta masalah 
lainnya. Dan meski peristiwa pencurian sangat menurun, perburuan tetap 
berlangsung, terutama di wilayah terpencil. Kami membuang harapan untuk bisa 
berproduksi pada skala yang telah kami rencanakan sebelumnya. 
Tetapi yang lebih mematahkan harapan ketimbang bencana alam adalah penolakan 
masyarakat terhadap upaya-upaya kami. Sejak awal birokrasi lama dan kelompok 
kepentingan lokal tidak menerima kehadiran kami. Pejabat pemerintah yang 
dipercaya melaksanakan proyek itu sengit dengan keputusan pengambilalihan oleh 
Grameen. Mereka keberatan karena didiskreditkan. Harga diri mereka terluka dan 
mereka merasa bahwa Grameen dibawa masuk untuk menikmati hasil keringat mereka. 
Banyak di antara pejabat ini menghembus-hembuskan sentimen anti-Grameen di 
masyarakat lokal. Pemimpin lokal partai politik besar juga menentang. 
Tokoh-tokoh kiri berpendapat bahwa pembangunan adalah tugas pemerintah, bukan 
tugas bank swasta. 
Tetapi sumber sebenarnya dari kemarahan mereka terhadap kami berasal dari 
kenyataan bahwa para politisi ini tidak lagi punnya pengaruh dalam pengelolaan 
perikanan. Di satu wilayah, ada parpol besar yang menggerakkan unjuk rasa dan 
rapat umum anti Grameen. Para pemimpinnya berusaha meyakinkan warga desa bahwa 
kami adalah organisasi asing yang bermaksud mengeksploitir masyarakat lokal dan 
memboyong laba kami ke luar negeri. 
Sikap masyarakat beragam dan yang skeptis sampai ke yang terang-terangan 
menentang. Hari-hari itu staf kami tidak bisa keluar kompleks perumahan karena 
takut diserang. Tetapi selama perseteruan paling buruk, paling menegangkan 
sekalipun, kami yakin bahwa kami bisa mengubah situasinya dan memperoleh 
kepercayaan masyarakat. Untuk tujuan itu kami menyelenggara pertemuan dengan 
masyarakat lokal dan meminta dukungan mereka. Kami janjikan bahwa pengelolaan 
tambak yang tepat akan bermanfaat tidak hanya bagi kaum tunakisma tetapi 
komunitas secara umum. Untuk membuktikan niat baik, kami membuka sekitar 40 
pusat belajar prasekolah bagi anak-anak miskin. Akhirnya kesabaran dan 
kesungguhan hati staf kami mulai terbayar. Rasa permusuhan dan kecurigaan di 
awal tersingkirkan. Lenyap sudah kelompok-kelompok revolusioner ultra kiri 
bawah tanah bersenjata yang membakar kantor-kantor kami dan menodongkan senjata 
ke staf kami agar kami menyingkir dari desa. 
Kami akhirnya bisa memusatkan perhatian pada produksi ikan. 
  
[ bersambung ] 
  
* * * * * 
“Kita harus selalu berubah, 
memperbarui, dan meremajakan diri. 
Kalau tidak, kita akan membatu.” 
[Goethe – Filsuf dan Penulis kenamaan] 
                                                    
* * * * * 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm



 

=================================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [ WDNCenter ]
[ Seri : "Membangun Demokrasi dan Kebangsasan  Indonesia" ]  
================================================= 
[Democration and Nationalism Quotient – Dem_&_Nat_Q] 
  
DALAM RANGKA : 
MEMPERINGATI 100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL    
DAN MENYAMBUT HUT KEMERDEKAAN RI KE - 63    
  
KUALITAS PEMILU 2009 
Memberi nilai lebih 
“Kualitas demokrasi bisa ditingkatkan dengan memberi nilai lebih pada 
bekerjanya institusi demokrasi dengan menambahkan kebaikan atau berbagai 
kemuliaan nilai demokrasi untuk kebaikan bersama (public virtues). 
Fundamental dalam demokrasi, seperti ditekankan Amartya Sen (1999), adalah 
hidup dalam kebebasan. Dengan itu, warga negara bebas menyampaikan pikiran, 
pendapat, berbicara, menentukan pilihan, dan tujuan hidupnya. Dalam hal ini, 
berkembangnya demokrasi akan memperluas kebebasan nyata (the real freedom) dan 
memperkaya makna hidup (enrhicing human life), menjadikan kehidupan publik 
lebih bermakna. 
Dalam sistem demokrasi yang bebas dan terbuka, kebebasan menyampaikan pikiran 
dan pendapat akan menumbuhkan berkembangnya diskusi publik. Diskusi publik ini 
akan menumbuhkan berkembangnya nalar publik (public reasons) berupa 
berkembangnya kepedulian publik terhadap masalah yang dihadapi. 
Di sini menjadi jelas perbedaan antara sistem otoriter, atau otokrasi, dan 
demokrasi. Jika dalam pemerintahan otokratis, berbagai masalah pembangunan, 
seperti bencana kelaparan, kemiskinan, kemerosotan kualitas hidup, kerusakan 
lingkungan, pelanggaran HAM, konflik sosial akibat pembangunan cenderung 
ditutup-tutupi rezim penguasa, dalam demokrasi—berkat berkembangnya diskusi 
publik—bisa segera diatasi. 
Merosotnya partisipasi publik dan kualitas demokrasi bisa diselamatkan dengan 
menumbuhkan berkembangnya demokrasi nalar publik (public reasons democracy) 
dalam Pemilu 2009. Dengan demikian, politik demokrasi kita memiliki kepedulian 
terhadap aneka masalah yang dihadapi publik. Pemilu dengan diskusi harus 
dikembangkan. 
Masalah-masalah mendesak yang dihadapi bangsa, seperti pemulihan krisis 
ekonomi, pemilihan pascakonflik, pemulihan pascabencana, jaminan keamanan, 
kemerosotan kualitas hidup kesehatan, pendidikan, kemiskinan, pengangguran, dan 
problema sosial-ekonomi lainnya, harus bisa diangkat dan mendapat pemecahannya 
dalam Pemilu 2009. Tanpa itu, dikhawatirkan kualitas demokrasi kita akan kian 
merosot, tidak peka terhadap masalah-masalah dihadapi bangsa sekarang ini.” 
Lambang Trijono, Dosen Fisipol UGM, Yogyakarta – Kompas. 
  
  
Best Regards, 
  
  
Retno Kintoko 
  
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 

 


 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Reply via email to