http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2008081522503813

      Sabtu, 16 Agustus 2008 
     
      BURAS 
     
     
     
Moralitas Bangsa Merdeka! 

       
      H.Bambang Eka Wijaya

      "SELAMA 63 tahun merdeka, hidup kita begini-begini terus, selalu 
dirundung derita dan sengsara!" keluh Temin. "Katanya keadilan sosial bagi 
seluruh rakyat Indonesia, nyatanya yang kaya tambah kaya, yang melarat kian 
sekarat!"

      "Jangan mengeluh melulu!" timpal Temon. "Arti utama merdeka sudah 
terwujud, negara kita berdaulat, tidak lagi dijajah atau diperintah asing! 
Dengan kedaulatan itu kita jadi setara dengan bangsa-bangsa lain, duduk sama 
rendah berdiri sama tinggi! Itu ajaran pertama moralitas bangsa merdeka!"

      "Apa dengan merasa setara saja cukup kalau kenyataan kita cuma bertahan 
hidup dari raskin, BLT, jamkesmas, dan sejenisnya?" tukas Temin. "Padahal, 
konstitusi menjamin hak setiap warga negara atas pekerjaan yang layak bagi 
kemanusiaan! Mana buktinya?"

      "Negara bukan Santa Klaus!" jawab Temon. "Janji negara itu berupa hak 
bagi warga yang harus diraih, dikejar, atau bahkan direbut--pursuit the 
happiness! Moralitasnya, hak yang sama bagi setiap warga negara untuk berusaha 
meraihnya! Negara jadi fasilitator dengan memberi bekal kemampuan lewat 
pendidikan untuk usaha meraih hak itu!"

      "Sebagai fasilitator itu, selain wajib belajar sembilan tahun sekolahnya 
belum gratis, di arena pursuit the happiness lulusan wajib belajar SMP diadu 
dengan sarjana!"timpal Temin. "Akhirnya cuma bisa pasrah, dan moralitasmu tidak 
laku! Jangankan merasa setara dengan bangsa-bangsa lain, untuk setara dengan 
sesama bangsa sendiri saja tidak bisa! Tampak, masalah dalam moralitas justru 
karena kita tenggelam dalam slogan-slogan seperti moralitas kesetaraanmu itu!"

      "Kenyataan memang begitu! Tapi jangan menyerah pada kenyataan, seperti 
para pendahulu kita yang pantang menyerah pada kenyataan sebagai bangsa 
terjajah!" tegas Temon. "Kalau pasrah dan menyerah para pendahulu tidak 
berjuang mengusir penjajah, kita tetap sebagai bangsa terjajah! Jadi, inti 
moralitas itu berjuang dan berjuang guna menyetarakan diri di antara sesama dan 
bangsa asing! Jika pendahulu berjuang meraih kemerdekaan, kita pursuit the 
happiness!"

      "Tapi tetap, dengan moralitas kesetaraanmu itu pun, persaingan di arena 
pursuit the happiness tidak akan pernah adil!" tukas Temin. "Maka itu, yang 
lebih diperlukan justru menciptakan keadilan--pursuit the fairness! Ini 
pohonnya, sedang pursuit the happiness cuma buahnya! Adil dahulu baru makmur! 
Jika yang kaya tambah kaya dan yang melarat kian sekarat, itu disebabkan kian 
timpangnya keadilan baik secara substantif--sosial ekonomis--maupun keadilan 
hukum! Berarti moralitas utama bangsa merdeka sikap adil, adil pada keluarga, 
adil pada masyarakat!"

      "Tapi jangan harap keadilan tercipta dalam ketimpangan sosial!" tegas 
Temon. "Keadilan itu sendiri buah keseimbangan struktur dasar masyarakat, yakni 
sosial-ekonomi! Artinya, makmur dahulu baru adil! Karena struktur dasar makin 
jomplang, yang menderita kian sengsara! Lihat saja, makin makmur suatu negara, 
kian adil masyarakatnya! Kalau makmur, yang dibagi-bagi cukup--jadi bisa 
relatif lebih adil! Dirgahayu bangsaku!"
     

<<bening.gif>>

<<buras.jpg>>

Kirim email ke