Caleg Muda Harapan Bangsa Kehadiran kaum muda dalam komposisi pencalonan keanggotaan lembaga legislatif mendatang merupakan simbol bagi regenerasi parpol, namun kehadiran caleg-caleg muda itu harus mampu menjawab harapan masyarakat yang tinggi kepada mereka.
Demikian salah satu wacana yang mencuat dalam acara dialektika demokrasi bertema "Menguji Kompetensi Caleg Muda" yang digelar di ruang wartawan DPR Jakarta, Jumat. Pengamat politik dari Universitas Paramadina yang menjadi salah satu pembicara, Bima Arya, mengatakan bahwa fenomena kandidat presiden AS Barack Obama menjadi salah satu pemicu psikologis terhadap hadirnya gerakan kaum muda di banyak negara. "Fenomena saat ini adalah kebangkitan kaum muda dengan lokomotifnya adalah Obama dan kehadiran caleg-caleg muda itu juga menjadi simbol bagi regenerasi di parpol masing-masing," katanya. Semakin banyak simbol kader muda yang dimunculkan suatu partai, menurut dia, diharapkan itu bisa menarik simpati para pemilih baru di pemilu. Caleg kroni Lebih jauh Bima mengklasifikasikan caleg muda itu dalam beberapa kategori yakni caleg muda kroni, aktivis, profesional dan selebriti. Caleg kroni, menurut dia, adalah caleg yang dimunculkan kerena adanya hubungan darah dengan elit partai tertentu semisal, Puan Maharani (Megawati), Mumtaz Rais (Amien Rais), Jerry Sambuaga (Theo Sambuaga) . "Keberadaan caleg muda karena kroni itu mempunyai sisi positif dan negatif tersendiri," katanya. Sisi positif itu di antaranya anak politisi mendapat bimbingan dan pelajaran langsung dari kiprah orang tua mereka yang telah malang melintang di pentas politik selama ini. Sedangkan sisi negatifnya rawan dengan sentimen atau pergesekan di internal partai masing-masing dari para seniornya. Karena itu, Bima mengingatkan kepada caleg-caleg muda untuk lebih mempersiapkan diri dalam hal kesiapan mental dan kemampuan mereka dalam berkomunikasi, baik kepada media maupun sesama politisi, karena mereka telah masuk pada area persaingan yang berat. Sementara itu pembicara lainnya Wasekjen Partai Hanura, Dani Tharsah mengakui tidak ada jaminan kaum muda yang nantinya bisa terpilih sebagai anggota legislatif akan lebih idealis dari pada politisi senior. "Bisa jadi mereka lebih rentan dan labil. Karena itu kontrol publik yang kuat diperlukan untuk terus mengawasi kiprah mereka," katanya. (*)