Golput, Gus Dur, dan Kemenangan Gus Dur

Ditengah pertikaian partai PKBnya Gus Dur sempat melontarkan niatnya untuk 
golput dan akan mengkampanyekan golput secara nasional. Seperti 
sebelum-belumnya, lontaran GD menimbulkan polemik sekaligus pro kontra. Hidayat 
Nur Wahid, ketua MPR, bahkan sempat melontarkan ide untuk agar MUI mengeluarkan 
fatwa MUI yang mengharamkan golput dan didukung oleh Hasyim Muzadi sang ketua 
PNBU. 

Beberapa kalangan menuduh golputnya GD adalah bentuk kekecewaan terhadap 
pemerintah yang lebih condong berpihak pada kubu Muhaimain Iskandar dan Lukman 
Edi. Sementara kalangan lain menuduh GD “mencari muka” untuk tetap berkiprah 
dalam gelanggang politik nasional. Semua sah-sah saja. 

Fenomena golupt sendiri semakin hari semakin menguat. Terbukti di beberapa 
Pilkadal angka golput memcapai 30-40 %, bahkan di Jatim saat pemilihan gubernur 
(pilgub) angka golput mencapai 40%. Sebuah angka yang tidak main-main. Terlepas 
dari motivasi golput ada yang politis dan apolitis, tingginya angka golput 
menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengelola Negara. 

Beberapa pengamat politik menilai golputnya masyarakat adalah indikasi 
pemahaman politik masyarakat semakin meningkat. Dalam kategori inilah GD 
“masuk” kedalam alam kesadaran masyarakat dan bersama-sama dengan wong cilik 
(yang golput karena paham politik) menjadi representasi dari masyarakat sipil 
yang menggugat (baca menolak) kepemimpinan nasional sekarang. Artinya 
kepemimpinan SBY-JK dianggap gagal. Sebagaimana seorang politikus GD menjadi 
pemimpin moral kaum golputis dan menjadi penantang kuat setiap kandidat partai 
bahkan capres. Dengan jumlah sekitar 30-40% dalam setiap poemilihan maka dapat 
diasumsikan golput adalah pemenangnya. Jadi gak perlu melakukan analisa politik 
macam-macam melihat perilaku GD. Nah, dengan golput sebagai "pemenang" maka 
otomatis GD sebagai "pemimpin golput" adalah pemenangnya. 

Kita semua boleh menganggap GD buta dalam fisik, tapi dia bisa “melihat” peta 
masyarakat dan menggiringnya sebagai sebuah paradigma yang setiap politikus 
menganggapnya sebagai serius. Terbukti Hidayat Nurwahid sampai mengeluarkan 
jurus dalil agama untuk meredamnya. Sebagai seorang yang oleh IDI disebut 
sebagai mengalamai kerusakan otak pada pemilihan capres 2004 ternyata GD lebih 
sehat daripada semua capres yang ada sekarang. Mungkin benar klaimnya bahwa 
lawan Soeharto adalah GD, karena jangan-jangan Soeharto dan GD adalah kawan 
sekaligus lawan.
Sederhana kan dalam hal menganalisa GD, gitu aja koq repot !






      

Reply via email to