Skenario Tersembunyi Barat di Balik Serangan Israel
Serangan Israel ke Jalur Gaza bukan sekadar rencana membasmi faksi radikal Islam Hamas di Palestina. Amerika Serikat bersama sekutunya dari Eropa Barat, agaknya punya hajatan besar untuk menata-ulang pengaruh mereka atas Palestina dan Timur Tengah. Inilah tragedi besar bagi negara-negara Islam di Timur Tengah. Serangan militer Israel ke Jalur Gaza pada 27 Desember 2008, ternyata mengungkap suatu fakta yang cukup mengagetkan. Beberapa negara Arab pemain kunci di Timur Tengah, memanfaatkan momentum serangan Israel ke Gaza untuk bikin "kongsi baru" dengan koalisi Eropa Barat dan Amerika Serikat. Kalau dipikir-pikir, memang aneh juga Kalau di saat menjelang lengser dari tahta kekuasaannya di Gedung Putih, Presiden George W. Bush malah bikin hajatan mendorong Israel lakukan agresi ke jalur Gaza, salah satu bagian dari wilayah kedaulatan Palestina yang merupakan wilayah otonom faksi Islam Hamas. Kalau Bush punya niat untuk meninggalkan citra baik kepada publik sebelum meninggalkan Gedung Putih, rasa-rasanya konyol juga manuver Bush itu. Tapi kalau itu merupakan skenario besar lebih dari sekadar penaklukan militer atas wilayah kedaulatan Palestina, utamanya faksi Islam Hamas, maka jalan cerita bisa jadi lain. Sampai detik ini, akibat serangan militer brutal Israel ke Gaza, sudah memakan korban jiwa cukup besar. Hampir 1000 orang tewas, dan diperkirakan 2000 orang mengalami luka-luka. Dan tragisnya, kebanyakan korban adalah warga sipil alias Non-Combatant yang tidak ada ikut-ikutan perang sama sekali. Skenario tersembunyi negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat manfaatkan serangan militer Israel? Sepertinya memang begitu. Menurut berbagai sumber dan data kepustakaan yang diolah oleh Ombudsman, ternyata serangan Israel ke Gaza merupakan buah dari sebuah operasi intelijen berjuluk Ghost of Jihadis". Yang menarik, operasi intelijen ini mendapat gelontoran dana yang cukup besar dari Foreign Military Financing (FMF). Dan yang lebih seru lagi, ternyata melibatkan beberapa negara Arab yang cukup berpengaruh di Timur Tengah seperti Saudi Arabia, Mesir, Kuwait, Turki, Qatar, Oman, Bahrain, Pakistan, Irak, Afghanistan, dan Somalia. Jadi jelaslah sudahh. Selama ini negara-negara Arab tersebut praktis merupakan negara-negara Islam Timur Tengah yang sudah berada dalam cengkraman pengaruh dan kepentingan Inggris, Perancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Pantas saja kalau negara-negara yang sebenarnya merupakan pemain kunci kawasan Timur Tengah ini dalam menyikapi serangan Israel ke Gaza, tidak menunjukkan sikap yang cukup jelas dalam mengutuk kebiadaban Israel tersebut. Karena itu, dalam menghadapi gempuran militer berteknologi canggih dari Israel, Hamas praktis hanya mendapat bantuan militer dari Iran dan Suriah. Negara-negara Arab selebihnya, pada bermain dua kaki semua. Apalagi Saudi Arabia dan Jordania yang sampai saat ini jelas-jelas dalam cengkraman Amerika dan sekutu tradisionalnya Inggris. Kalau kita telusur kembali motif utamanya, memang tiada lain adalah untuk memonopoli kekayaan utama negar-negara Arab: Minyak. Itu sah-saha sebenarnya. Namun, siasat yang dipakai secara moral kotor dan tidak beradab. Pada 2002 lalu, lobi Yahudi di Amerika yang berada dalam payung American-Israel Public Affair Committee(AIPAC) dan Christian Zionist, mencanangkan suatu skenario 10 tahap menaklukkan Timur Tengah dengan merancang Skenario berjuluk Satanic Verses 1-10. Kalau melihat pola operasinya, ini memang khas gerakan Kelompok Zionis. Pada intinya, skenario 10 tahap ini hendak merebut pengaruh di Timur Tengah secara menyeluruh dengan memunculkan beberapa faksi Islam radikal sebagai dalih untuk memicu serangan militer ke negara yang diklaim oleh aliansi Eropa Barat dan Amerika sebagai sarang atau basis militer kelompok teroris. Dan selalu yang jadi pion dalam menjalankan skenario ini adalah Israel. Mari kita lihat ketika mereka memainkan tahapn kedua skenario Satanic Verses ini. Ambillah sebagai contoh serangan Israel ke Lebanon pada 2007, dengan dalih bahwa Hizbullah, laskar bersenjata Islam Syiah yang berbasis di Lebanon, dinyatakan sebagai organisasi teroris dan karenanya sah untuk dipukul secara militer. Sekadar informasi, ternyata Amerika bukan satu-satunya negara yang bikin propaganda hitam terhadap Hizbullah. Melainkan juga Inggris, Belanda, Australia, dan Kanada. Sekali lagi terbukti, bahwa sumbu dari skenario ini adalah Inggris dan Amerika. Ibarat sebuah film, Inggris adalah sutradara, sedangkan produsernya adalah Amerika. Dan eksekutif produsernya, adalah Saudi Arabia. Inilah fakta yang diabaikan oleh banyak kalangan, termasuk para pemerhati politik internasional di Indonesia, bahkan di negara-negara Arab itu sendiri. Dikiranya, serangan militer ke Gaza, adalah murni nafsu angkara murka Israel dan Zionisme. Padahal dalam skenario Satanic Verses 1-10 tersebut, kekuatan kelompok Zionis tidak sekadar permainan elit politik dan militer yang ada di Israel, melainkan sudah melakukan penetrasi ke negara-negara Amerika dan Uni Eropa yang dimotori oleh Inggris, Perancis dan Jerman. Jadi, serangan militer Israel Desember 2008 merupakan bagian dari tahapan skenario tersebut. Selain serangan Israel menggempur Hizbullah ke Lebanon 2007 lalu, Israel di tahun yang sama juga melancarkan serangan ke Suriah, negara induk yang merupakan sekutu dan pendukung militer laskar Hizbullah selain Iran. Dalih dari serangan udara Israel ke Suriah ketika itu, karena Suriah dianggap melakukan persekutuan terselubung alias "kongkalingkong" dengan Korea Utara dalam pengembangan persenjataan nuklir. Wajar saja Amerika dan Uni Eropa kebakaran jenggot, karena Korea Utara selama ini lebih bersekutu dengan Cina dan Rusia. Tentu saja tuduhan barat tidak benar sama sekali, karena Badan Energi Atom Internasional (IAEA) secara tegas menyatakan bahwa tuduhan Amerika dan sekutu-sekutunya terhadap Suriah mengenai pembangunan reaktor nuklir, diragukan kebenarannya. Logis, jika serangan militer Israel ke Gaza pun, dibaca sebagai kelanjutan dari skenario ini. Selain menjadikan milisi Islam Syiah Hizbullah dan Suriah sebagai "faktor pemicu" sebagai alasan untuk mendorong Israel lancarkan aksi militer, ternyata masih ada dua sasaran lagi yang mereka sedang dan akan lakukan. Inilah mengapa Gaza menjadi "padang pembantaian" oleh Israel. Kali ini, 27 Desember 2008, Israel diprovokasi untuk lancarkan aksi militer dengan dalih untuk menghancurkan Harakat Al-Muqawwamatul Islamiya (HAMAS), sebuah faksi Islam radikal berhaluan Wahabi dan secara politis merujuk pada Ihwanul Muslimin yang berbasis di Mesir. Gerakan Islam ini didirikan oleh Sheikh Ahmed Yasin pada 1987. Dan sayap militernya, yang hingga sekarang menjadi dalih bagi Israel untuk dibasmi, adalah Brigade Izuddin al Qassam yang dibentuk pada 1992. Sialnya bagi Israel dan negara-negara barat, Faksi Hamas ini ternyata menang pemilu legislatif pada 2006 lalu. Menguasai 76 dari 132 kursi di parlemen Palestina. Sehingga Presiden Mahmod Abbas dari faksi Fatah yang berhaluan nasionalis, harus menerima realitas politik bahwa Ismail Haniyah dari Hamas terpilih sebagai Perdana Menteri kepala eksekutif. Alhasil, kebijakan politik luar negeri Palestina sontak menjadi radikal dan mengeras terhadap Israel, Amerika dan barat. Maklum, dalam agenda Hamas, Israel sebagai negara harus dihapus dari muka bumi. Namun radikaliasi sikap Hamas ini, ternyata jadi kabar baik buat Amerika, Inggris dan sekutu-sekutunya di Timur Tengah. Bisa jadi alasan untuk memprovokasi ketakutan Israel terhadap kelompok Islam model Hizbullah, Hamas, maupun Al Mehdi, kekuatan bersenjata pengawal Muqtada al Sadr, pemimpin Muslim Syiah berbasis di Irak. Tidak jelas dengan siasat model apa Amerika dan sekutu eropanya akan menaklukkan Al Mehdi Muqtada al Sadr. Karena secara militer sebenarnya Irak sebagai basis Al Sadr sudah diinvasi oleh Amerika dan Inggris. Namun, kekuatan Al Sadr sampai saat ini masih cukup kuat di Irak. Jangan-jangan, inilah makna di balik pernyataan Bush ketika menerima kekalahan dari Barrack Obama, bahwa serangan Amerika ke Irak merupakan suatu kesalahan. Jangan-jangan bukan invasi ke Irak saja yang merupakan kesalahan, dukungan terselubung Amerika dan sekutu eropanya terhadap serqangan Israel pun, jangan-jangan memang merupakan boomerang. Atau memang ada skenario terselubung di balik itu? Hendrajit Direktur Eksekutif Global Future Institute