http://202.169.46.231/spnews/News/2009/01/18/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
--------------------------------------------------------------------------------

Memahami Keberagaman Etnik Dayak

 

Judul: Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat 

Penulis: Sujarni Aloy, Albertus dan Ch. Pancer Istiyani 

Editor: John Bamba 

Penerbit: Institut Dayakologi, Pontianak 2008-11-12 

Tebal: 351 halaman 

pa yang kita ketahui tentang Dayak? Banyak dari kita yang memahami keberadaan 
etnik ini sebagai indetitas tunggal: penduduk asli Kalimantan, non-Muslim, 
peladang berpindah, atau seperti suku pemenggal kepala (mengayau). Padahal, 
dalam kenyataannya, etnik ini memiliki keberagaman yang kompleks. 

Buku Mozaik Dayak ini mencoba memberi gambaran tentang kompleksitas eksistensi 
etnik Dayak tersebut. Buku ini merupakan hasil penelitian etnolinguistik dari 
Institut Dayakology (Pontianak). Hasil riset tentang Dayak yang mendalam selama 
tujuh tahun di seluruh wilayah Kalimantan Barat, dari Kabupaten Ketapang yang 
paling selatan, hingga Kapuas Hulu yang paling utara-timur di perbatasan 
Malaysia. 

Buku ini, demikian etnolog Dr Yusriadi, adalah hasil riset luar biasa, karya 
besar tentang Dayak pada abad 21. Riset yang luar biasa, karena tingkat 
kesulitannya. Setiap orang yang pernah berdiam di Kalimantan Barat, terutama di 
kampung-kampung orang Dayak, akan tahu hal ini: bahwa identitas sebagai Dayak 
adalah sesuatu yang ambivalen. Pada suatu waktu, identitas itu akan sangat 
jelas terdefinisikan dan diakui, pada waktu lain sebaliknya. Dan bahwa Orang 
Dayak satu dengan lainnya, bisa saja sangat sama, bisa saja sangat berbeda, 
tergantung persepsi dan pemahaman akan siapa dirinya. Bahwa sangat mungkin satu 
subsuku akan memiliki banyak bahasa yang berbeda satu kampung dengan kampung 
lain. 

Apa yang diperoleh dari buku setebal 351 halaman, dilengkapi peta dan softcopy 
berupa CD ini? Pertama, buku ini berisikan dokumentasi deskripsi singkat 
subsuku Dayak yang terdiri dari 151 subsuku utama dan 100 sub-subsuku. Kedua, 
buku ini juga menyertakan peta persebaran subsuku dan bahasanya (168 bahasa), 
serta kisah/dongeng/mitos singkat. Yang ketiga, buku ini juga berisi 
klasifikasi baru yang berbeda dengan klasifikasi terdahulu versi Tjilik Riwut 
(1979), Roth (1968) ataupun Malinckrot (1928). 

Bagaimana diversifikasi itu dikenali? Mungkin bisa ditanyakan pada telinga yang 
menangkap bunyi dan aliran sungai. Bahasa dan sungai (dan kadang gunung) 
menjadi sesuatu yang vital dalam pendefinisan subsuku Dayak. Bahasa, karena 
dari beberapa kata utama lah subsuku dibedakan (ada 473 kosakata dasar yang 
diteliti dalam riset ini). 

Dari aspek bahasa, subsuku Dayak di Kalimantan Barat dapat dibedakan menjadi 
subsuku penutur Melayik, Bidayuhik, Ibanik, dan Uud Danumik. Sungai, karena di 
aliran sungailah umumnya permukiman/kampung Dayak didirikan. 

Ada puluhan sungai besar, dan ratusan anak sungai yang terbentuk oleh proses 
geomorfologi di daratan aluvial di hampir seperlima bagian pulau. Dari 
Pegunungan Iban, yang oleh Indonesia dinamai Pegunungan Kapuas Hulu, sebagai 
hulu Sungai Kapuas, sampai dataran rendah Berpaya Berlumpur di Air Hitam di 
Tanjung Keluang yang menjadi salah satu muara aliran Sungai Kendawangan. 

Jadi, dalam mengenal subsuku Dayak, kita dituntun pertanyaan mendasar (yang 
masih perlu dikembangkan lagi): bagaimana cara ia berucap, dan tinggal di 
sungai/gunung mana? 

Selintas, bahasa Melayik akan memiliki tingkat kemiripan tinggi dengan bahasa 
Melayu/Indonesia. Subsuku yang menggunakannya di antaranya Dayak Salako di 
Kabupaten Sambas yang mempunyai bahasa dialek Badame Jare. Dayak Salako berdiam 
di Pegunungan Poe (perbatasan Indonesia-Malaysia), di daerah aliran Sungai 
Bantantan (anak Sungai Sambas) sehingga daerah tempat tinggal mereka disebut 
Binua Bantanan. 

Bahasa Bidayuhik, merupakan bahasa yang dituturkan mayoritas subsuku Dayak 
Bakati, Kanayatn yang umumnya berdomisili di Kabupaten Landak, Bengkayang, dan 
Pontianak di aliran Sungai Mempawah, Sungai Landak, beserta anakannya. Tidak 
sulit mengenali para penutur Bidayuhik ini karena saat berbicara dengan mereka 
kita akan mendengar kata-kata yang diucap dengan konsonan ganda [tn, kng, pm]. 

Sedangkan subsuku penutur Ibanik, misalnya Dayak Iban, Dayak Ketungau, Dayak 
Mualang, dan Dayak Desa yang persebarannya berada di wilayah-wilayah Kalimantan 
Barat bagian utara, di deretan Pegunungan Kapuas (Baik Hulu maupun Hilir) yang 
kadang juga dikenal sebagai Pegunungan Iban; mulai dari Kabupaten Sambas, 
Bengkayang, Sintang, hingga Kapuas Hulu. Ciri khas bahasa ini adalah vokal [ai] 
di belakang suatu kata. Salah satu aliran sungai yang cukup banyak 
permukimannya adalah Sungai Ketungau (yang lalu menjadi nama subsuku di situ). 

Sedangkan bahasa Uud Danumik, adalah bahasa untuk subsuku utama Uud Danum 
(berarti hulu sungai) yang berdiam di Pegunungan Schawner di dekat Taman 
Nasional Bukit Baka Bukit Raya di selatan Kabupaten Sintang, yang sebagian 
wilayahnya dilewati Sungai Serawai. Ciri khas bahasanya adalah geseran pada 
beberapa konsonan seperti bunyi [s] yang dituturkan [sh]. 

Secara umum, buku ini menelusuri identitas orang Dayak mengenai sub suku dan 
bahasanya, dilihat dari perspektif mereka sendiri menamakan dirinya. Secara 
alfabetis, dipaparkan keberadaan keberagaman Dayak di Kalimantan Barat: 151 
subsuku, 100 sub-subsuku, dan 168 bahasa Dayak. Profil dan asal mula singkat 
terjadinya setiap sub suku, ditampilkan dalam buku ini. 

Bagi semua pihak yang berkecimpung dalam berbagai kegiatan di Bumi Kalimantan 
(Barat), atau dalam konteks memahami keberadaan sesama sebagai penyusun 
Indonesia, buku Mozaik Dayak ini akan memberikan referensi yang berguna. [F. 
Alkap Pasti, Peminat Pustaka, Tinggal di Ketapang Kalimantan Barat] 



--------------------------------------------------------------------------------
Last modified: 16/1/09 

<<18bukuda.gif>>

Reply via email to