Suara Merdeka 04/02/2009 13:48 wib - Daerah Aktual
Terlambat Buat Akta Kelahiran Akan Didenda Rp 1Juta Kajen, CyberNews. Sanksi berupa denda maksimal sebesar Rp 1 juta bagi warga yang terlambat dalam pembuatan akta kelahiran sesuai amanat UU Nomor 23/2006 ternyata belum bisa diberlakukan. Demikian hasil kajian Bagian Hukum Setda Kabupaten Pekalongan menyikapi banyaknya suara warga yang meminta penundaaan pemberlakuan undang-undang tentang pencatatan sipil itu. Sebelumnya, puluhan ribu akta kelahiran yang diajukan oleh para pemohon pada 2008 belum selesai dicetak. Molornya penyelesaian akta itu disebakan oleh membludaknya jumlah pemohon menyusul akan diberlakukannya UU Nomor 23/2006 mulai 1 Januari 2009. Kabag Hukum Setda Bambang Supriyadi kemarin mengatakan, setelah dikaji ternyata dalam UU itu disebutkan harus ada Perda dulu sebelum diundangkan. ''Ini bukan penundaan namun karena dalam perundangan ada pasal organik berupa perda maka sebelum ada perda belum bisa diundangkan,'' tuturnya. Pemkab dalam waktu dekat akan mengajukan raperda soal catatan sipil untuk bisa melaksanakan undang-undang itu. Jika prosesnya lancar, sekitar dua bulan mendatang perda baru bisa diundangkan. ''Dari perhitungan kami sekitar April baru bisa diberlakukan,'' tuturnya. Selama masa itu, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) diharapkan proaktif menyosialisasikan UU itu. ''Sehingga begitu diketok DPRD dan diberlakukan, tidak ada masyarakat yang merasa dirugikan karena tidak tahu,'' tuturnya. Selain soal catatan sipil, Pemkab juga akan mengajukan raperda lainnya. Di antaranya soal penyertaan modal ketiga, PDAM, perda induk pembentukan desa, pemekaran Sukoharjo (Kandangserang), dam PPI. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Amat Rosyidin sebelumnya mengakui ada puluhan ribu akta yang belum bisa dicetak. Rosyid sebelumnya menegaskan, tidak akan menunda pemberlakuan UU Nomor 23/2006 yang merupakan kewenangan dari pemerintah pusat. ''Memang ada daerah yang berani memperpanjang , namun setelah dikonsultasikan ke Administrasi kependudukan (Adimnduk) pusat dan ternyata tidak boleh,'' tuturnya. (Muhammad Burhan /CN05)