Nasionalisme Pancasila

Oleh * Kanadianto, Caleg DPRD 2009 - 2014 kab. Tangerang, no 8, dapil ciputat, 
ciputat timur & pamulang.

* Contact e-mail adres: kanadia...@yahoo.com

Kecintaan
terhadap sesuatu itu sangat diperlukan dan secara naluriah ada sejak
manusia itu terlahir. Kecintaan itu terlahir bukan berdasarkan hasil
buah pikiran manusia yang kemudian meresap kedalam sanubarinya tetapi
secara alamiah memang sudah ada sejak nafas pertama terhembuskan.
Kecintaan terlahir secara naluriah karena adanya berdasarkan naluri
setiap mahluk, demikian pula manusia.

Seperti setiap bayi yang
baru lahir dan kemudian diletakkan di perut ibunya maka secara naluri
dia akan bergerak tanpa menggunakan otaknya (karena belum berfungsi)
kearah atas, ke dada ibunya. Sebenarnya yang dicarinya adalah detak
jantung sang ibu, bukan puting susu ibunya dan detak itulah yang dia
kenal dan cintai selama 9 bulan selama didalam perut ibunya. Itulah
yang disebut kecintaan, yang kemudian akan berkembang dan berubah
menjadi kecintaannya kepada sang bunda, bukan sang ayah. Ayah adalah
kecintaannya yang kedua.
Kecintaan
inipun akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan kemampuan
berpikir dan nalurinya. Dari kecintaan seperti diatas kemudian
berkembang menjadi kecintaan yang lebih komplek, yaitu kecintaan
utamanya adalah kepada keluarga inti dan kecintaan keduanya adalah
keluarga besarnya dan begitu seterusnya hingga mencapai kedewasaan
berpikir berdasarkan pengalaman dan pendidikan maka kecintaannya dapat
berkembang menjadi kecintaan yang lebih besar lagi yaitu kecintaan
terhadap negara dimana dia menjadi warga negara dan merupakan
kecintaannya yang utama.

Kecintaan kepada negaranya inilah yang
kemudian akan melahirkan rasa kebangsaan yang besar dan kecintaan ini
adalah bukan kecintaan milik pribadi, orang per orang tetapi milik
setiap warga negara sebuah negara maka kecintaan ini akan mampu
melahirkan sebuah ”isme” yang bersifat nasional dan selanjutnya dikenal
sebagai ”nasionalisme”.

Jadi
sebuah ”nasionalisme” adalah sebuah gerakan atas dasar naluriah atas
kecintaan setiap warga negara sebuah negara terhadap negaranya sendiri,
sehingga setiap negara akan mempunyai bentuk nasionalisme yang
berbeda-beda dan tidak akan pernah sama satu dan lainnya. Nasionalisme
adalah bersifat unik bagi setiap negara tetapi serupa bagi setiap
warganya. Demikian pula ”nasionalisme” di negara kita tercinta,
Indonesia, sangat unik karena merupakan kecintaan akan beragaman
budaya, etnis dan suku serta agama, inilah bentuk dari Nasionalisme
Pancasila.

Keaneka-ragaman budaya. Di pulau Jawa saja terdapat
sedikitnya terdapat 2 ragam budaya dengan sub-budayanya masing-masing,
Jawa Timur terdapat beberpa sub-budaya, Jawa tengah terdapat beberapa
sub-budaya juga dan demikian pula sub-budaya Sunda, belum lagi budaya
dengan sub-budaya lainnya yang terdapat di pulau-pulau di Indonesia.
Kita wajib bangga dan menjaga ratusan ragam budaya milik kita, bangsa
Indonesia.
Keaneka-ragaman
etnis dan suku. Di pulau kalimantan saja terdapat beberapa etnis dan
suku. Suku Dayak memiliki banyak sub-suku Dayak dengan ciri budaya dan
bahasa daerahnya yang berbeda satu dengan lainnya, meski mereka masih
dalam satu suku, Dayak. Dalam skala bernegara maka kecintaan utama
adalah sebagai bangsa Indonesia tetapi dalam skala yang lebih kecil
maka kecintaan utama adalah sebagai suku Dayak tetapi karena rasa
kesatuan dan kebangsaan kita junjung lebih tinggi maka kecintaan
sebagai bangsa Indonesia lebih diutamakan tanpa harus menghilangkan
kecintaannya terhadap rasa kesukuannya.

Keaneka-ragaman agama.
Di negara kita tedapat beberapa agama dan aliran kepercayaan yang sejak
dahulu dapat hidup damai berdampingan bahkan saling membantu dan bahu
membahu dalam banyak hal, baik dalam kebahagian maupun kedukaan.
Kalaupun terdapat perselisihan maka hal tersebut lebih berdasarkan
keegoisan sekelompok kecil orang, yang berusaha mempengaruhi orang lain
dengan provokasi yang sebenarnya hanya demi kepentingan kelompok itu
sendiri dan biasanya lebih dikarenakan pengaruh dari pihak-pihak di
luar bangsa Indonesia, yang sangat mencintai kedamaian.

Keaneka-ragaman
ini sebenarnya adalah kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, yang
tercermin dalam kalimat ”Bhinneka Tunggal Eka”, yang berarti ”Kesatuan
dalam Keaneka-ragaman”. Satu Bahasa yaitu Bahasa Indonesia. Satu Bangsa
yaitu Bangsa Indonesia. Satu Tanah air yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.

Kecintaan terhadap bangsa dan negara ini tercermin
dalam sebuah budaya bangsa kita yaitu “gotong royong”, sebuah
kebersamaan dalam berbagai hal demi menuju rakyat Indonesia yang adil
dan makmur, sejahtera.
Demikian pula dalam penyelesaian sebuah
perselihan di negara kita terdapat sebuah kebiasaan yang dikenal dengan
“musyawarah untuk memperoleh mufakat”. Sebuah budaya yang tidak
terdapat di negara lain.

Dalam
hal keaneka-ragaman beragamapun di negara kita sejak dahulu sangat
dijunjung tinggi dengan tidak membeda-bedakan Tuhan setiap agama dan
dengan mempergunakan azas pada alenia diatas disepakati ”Tuhan Yang
Maha Esa”, yang berarti Tuhan yang memiliki keesaan yang ”Maha” atau
lebih diatas keeasaan apapun juga.
Ulasan ketiga alenia diatas
tercermin dengan sangat jelas pada Pancasila dengan keLima silanya.
Inilah dasar negara kita yang sangat hebat dan tak lekang oleh jaman
jika kita mampu menafsirkannya dengan baik dan cermat.

Bagiamana
tidak, kelima sila pada Pancasila tersebut mampu merangkumkan
keaneka-ragaman budaya, etnis dan suku serta agama yang ada di bumi
nusantara ini. Dan hebatnya lagi kelima sila tersebut dapat diringkas
menjadi tiga isme utama, yaitu Nasionalisme, Internasionalisme dan
Universalisme (Alam Semesta Raya / KeTuhanan).
Nasionalisme
sebagai rasa kecintaan terhadap bangsa dan negara Indonesia, sedangkan
Internasionalisme adalah sebagai wujud kecintaan terhadap perdamaian
dunia dan universalisme adalah wujud kecintaan terhadap keesaan sang
pencipta alam semesta raya, Tuhan Yang Maha Esa.

Dan
nasionalisme kita, bangsa Indonesia adalah Nasionalisme Pancasila, yang
begitu hebat dan diakui di negara lain bahkan beberapa negara
menjadikan Pancasila sebagai patrun dalam menjalankan roda
bernegaranya, meski secara tidak jelas-jelasan. Misalkan alam hal HAM,
banyak negara barat mulai meneriakkan hal ini tetapi sebenarnya
Indonesia telah ada sejak diletakkannya Pancasila sebagai dasar negara,
demikian pula halnya dalam kerukunan beragama.

Nasionalisme
Pancasila adalah nasionalisme yang sangat unik dan mulai banyak ditiru
negara lain, maka kita wajib menjaga Pancasila sebagai dasar negara
serta mempertahankan rasa nasionalisme Pancasila dengan cara terus
menerus membangun dan memupuk kecintaan pada Pancasila, Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia baik terhadap diri kita sendiri
maupun terhadap anak-cucu kita sejak sedini mungkin.

Kita
dapat memulainya dengan lebih mencintai makanan bangsa kita sendiri,
kebudayaan kita sendiri, kesenian kita sendiri dan lain-lainnya milik
bangsa kita sendiri dari pada meniru dan mencintai milik bangsa lain.
Bangsa lain mulai mempelajari budaya kita tetapi kenapa kita harus malu
dengan kebudayaan kita sendiri.

Termasuk dalam hal sektor
perdagangan dan ekonomi, kita memiliki budaya gotong royong bukan
kapitalisme, yaitu suatu sistem kebersamaan dalam usaha dan
perekonomian. Kita memiliki budaya saling asah asuh dan saling hormat
menghormati tanpa harus merendah dan meninggikan derajat orang lain
seperti yang tercermin dalam budaya feodal, budaya raja-raja sebenarnya
tidak 100% milik kita, karena pada budaya kita antara pemimpin dan yang
dipimpin adalah dengan duduk sejajar yang digambarkan dengan duduk
bersila pada saat berdiskusi dan keputusanpun diambil dengan mufakat,
bukan yang memimpin duduk lebih tinggi (duduk di kursi) daripada yang
dipimpin (bersila dibawah) dan komunikasi diskusi cenderung satu arah.

Inikah
budaya asli kita? Bukan, maka mari kita kembali kepada kaedah bangsa
kita sendiri, bangsa Indonesia dengan rasa Nasionalisme Pancasila.

Merdeka!!!

Kanadianto---
Jakarta, 12 Februari 2009

Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 




      

Reply via email to