Refleksi : Mengapa sering terjadi insiden dengan pesawat maskapai penerbangan 
NKRI? 

http://www.poskota.co.id/redaksi_baca.asp?id=966&ik=31


Lagi-lagi Insiden 

Senin 2 Maret 2009, Jam: 7:22:00 
DALAM sepekan terakhir tercatat dua insiden terkait penerbangan nasional kita. 
Awal pekan lalu (22/2), pesawat Lion Air mendarat di Bandara Hang Nadim, Batam, 
tanpa roda depan. Pada akhir pekan (28/2), pesawat Batavia Air 'nyasar' dari 
bandara tujuan di Pontianak, Kalimantan Barat. 

Kedua musibah itu tak sampai menimbulkan korban jiwa. Kalau pun ada penumpang 
yang kemudian menjalani perawatan, itu karena mereka mengalami shock. Tiga 
orang yang sempat dirawat di RS Budi Kemuliaan, Batam, adalah penumpang Lion 
Air. 

Pesawat Lion Air dengan nomer penerbangan JT 972 itu gagal mengeluarkan roda 
depan saat hendak mendarat di Bandara Hang Nadim, Batam. Setelah hampir dua jam 
berputar-putar untuk menghabiskan bahan bakar, malam itu hard landing terpaksa 
dilakukan. Beruntung, pilot cukup tenang dan memiliki ketrampilan baik, 
sehingga pesawat tidak mengalami kecelakaan hebat, semua penumpang dan kru 
selamat. 

Pihak maskapai Lion Air kemudian memberi penghargaan atas jasa pilot dan 
kopilot. Tetapi, penghargaan yang memang layak diberikan itu adalah satu soal, 
sementara soal lain yang harus diinvestigasi adalah pertanggungjawaban pihak 
maskapai yang mengeluarkan pernyataan laik terbang sebelum pesawat itu mulai 
mengudara. 

Investigasi serupa juga harus dilakukan pihak Komisi Nasional 
KeselamatanTransportasi (KNKT) terhadap pesawat Batavia Air yang sempat nyasar 
ke Bandara Ketapang dari semestinya mendarat di Bandara Pontianak. Pesawat 
Boeing 737-300 dengan rute Jakarta-Pontianak mengangkut 126 penumpang dan tujuh 
kru itu sempat tiga kali mencoba mendarat di Ketapang. Pilot melaporkan terjadi 
kerusakan sistem radio dan navigasi pada pesawat itu. Padahal radio dan 
navigasi adalah dua sistem yang berbeda dan terpisah, sehingga bila benar 
keduanya tidak berfungsi secara bersamaan, ini sungguh luar biasa. Barangkali 
pabrik pesawat Boeing pun mau turun tangan untuk mengecek seluruh produknya. 

Pada tahun 2007, beberapa hari setelah kecelakaan Adam Air jatuh di laut 
perairan Sulawesi Barat, pesawat dari maskapai yang sama juga kesasar. Mestinya 
mendarat di Ujung Pandang, jauh melenceng ke Mataram, Nusa Tenggara Barat. 
Dengan berbagai macam 'dosa' maskapai Adam Air memang sudah dilikuidasi. 

Insiden demi insiden yang menimpa penerbangan kita, apalagi kalau sampai 
terjadi kecelakaan, sesungguhnya tak luput dari perhatian komunitas penerbangan 
dunia. Apalagi seluruh maskapai penerbangan Indonesia sejak Juli 2007 dilarang 
terbang di langit Eropa dan Amerika. Sungguh ironis, di kala pemerintah kita 
ngotot agar embargo itu dicabut, insiden sekelas roda depan gagal keluar, 
pesawat nyasar berdalih kerusakan sistem radio dan navigasi, silih berganti 
terjadi. Beberapa waktu lalu malah ada insiden pecah ban, pintu copot, dan 
sebagainya. 

Lalu siapa yang mau percaya bahwa kita sungguh-sungguh telah membenahi karut 
marut penerbangan nasional. Seperti ditegaskan Uni Eropa, tak ada ruang untuk 
lobi atau negosiasi untuk mencabut larangan terbang. Ini bukan soal politis 
atau bisnis, seratus persen soal teknis bagaimana menjamin keselamatan 
penumpang.**

Reply via email to