Refleksi: Bagus kewenamngan berlimpah, kalau mereka miskin rakyat tambah susah 
http://www.poskota.co.id/redaksi_baca.asp?id=968&ik=31


Kewenangan Berlimpah 

Rabu 4 Maret 2009, Jam: 9:12:00 
Satu lagi, anggota DPR ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Abdul Hadi 
Djamal, politisi PAN yang duduk di Komisi V DPR, menambah panjang daftar wakil 
rakyat yang tertangkap tangan terlibat korupsi. Hingga kini, tercatat, sudah 
tujuh anggota dewan yang berurusan dengan KPK. Beberapa lainnya diproses 
Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. Celakanya, tanda-tanda jumlah ini sudah cukup 
belum tampak. Sebaliknya, sangat mungkin akan terus bertambah. 

Sama seperti ketika menangkap politisi atau tersangka-tersangka lain yang 
terlibat korupsi, kerja KPK layak diacungi jempol. Dengan barang bukti di 
tangan, bahkan ada tersangka lain yang ditangap secara bersamaan atau terpisah, 
sulit bagi mereka untuk mengelak dari tuduhan. Dalam kasus Abdul Hadi Djamal, 
KPK menyita uang tunai 90 ribu dolar AS dan Rp 54 juta. Turut ditangkap, 
seorang pengusaha di Surabaya dan wanita pegawai Dirjen Perhubungan Laut 
Departemen Perhubungan. 

Berikut catatan kami tentang wakil rakyat korup. Yusuf Emir Faishal (PKB)-kasus 
alih fungsi hutan Tanjung Siapi api, Bulyan Royan (PBR)-kasus kapal patroli 
Dephub, Saleh Djasit (Golkar)-kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di Riau, 
Al Amien Nasution (PPP)-kasus alih fungsi hutan lindung di Bintan, Hamka Yandhu 
dan Anthony Zedra Abidin (Golkar)-kasus aliran dana BI ke DPR, Sarjan taher 
(Demokrat)-kasus alih fungsi hutan bakau di Musi Banyuasin, Noor Adenan Razak 
(PAN)-kasus pembangunan Pusdiklat Badan Pengawasan Tenaga Nuklir. 

Dalam kasus Abdul Hadi Djamal, mereka dituduh terlibat suap untuk proyek 
pembangunan dermaga dan bandara di kawasan Indonesia Timur. Komisi V tempat 
politisi PAN ini berkiprah sebagai wakil rakyat, memang antara lain melingkupi 
bidang perhubungan. Pertanyaannya adalah sebegitu jauhkah kewenangan seorang 
anggota dewan sampai bisa menentukan perusahaan yang akan melaksanakan sebuah 
proyek. 

Pertanyaan tersebut muncul dengan asumsi, pengusaha yang mau memberi suap 
sampai lebih dari Rp 2 miliar tentu sudah berhitung akan mendapatkan proyek 
yang dikabarkan senilai Rp 100 miliar tersebut. Apalagi dalam kasus ini ada 
keterlibatan seorang pejabat di Dephub yang besar kemungkinan akan memberi 
garansi kepada perusahaan apa, proyek itu akan diberikan. Kalau sudah begini 
maka segala prosedur tender tak lebih dari sebuah sandiwara. 

Hampir semua korupsi yang belakangan ini melibatkan wakil rakyat berada pada 
pola semacam itu. Bukan lagi sekadar penyelewengan anggaran, tetapi lebih 
banyak menjual kewenangan, kepada institusi pemerintah atau yang terbanyak 
kepada pihak swasta. Hal ini mengindikasikan kewenangan yang dimiliki DPR 
memang luar biasa besar. Melimpahnya kewenangan sebagai buah reformasi tidak 
diimbangi dengan sistem check and balances yang baik. Pemahaman selama ini, 
check and balances hanya ditujukan kepada eksekutif, bukan kepada parlemen. 

Penangkapan anggota dewan yang korup harus terus dilakukan, pengusutan tuntas 
tak hanya berhenti pada satu-dua tersangka juga harus dilaksanakan. Tetapi, 
tetap membiarkan kewenangan yang berlimpah di tangan legislatif tanpa diimbangi 
mekanisme check and balances yang baik, maka deretan tersangka korupsi dari 
parlemen masih akan terus bertambah panjang.*** 

Kirim email ke