Peran Bank Syariah Dalam Transformasi Ekonomi Di Indonesia (2)

By: agussyafii

Bahkan juga dapat diarahkan untuk membangun  kawasan Islam di Asia Tenggara, 
khususnya Indonesia dan  Malaysia. Di Indonesia, dana itu bisa ditanamkan di 
sektor kelautan, khususnya perikanan yang sangat potensial.  

Namun hingga sekarangpun belum muncul gagasan untuk membangun usaha kecil dan 
menangah (UKM) di Dunia Islam. Namun di Indonesia, bank-bank syari’ah, 
khususnya BMI, telah mengarahkan 70% dananya untuk membiayai usaha UKM.
Demikian pula lembaga-lembaga perbankan syari’ah baru seperti Bank Syari’ah 
Mandiri  (BSM), BNI-Syari’ah dan Bank IFI-Syari’ah, telah mengarahkan sebagian 
besar dananya untuk UKM.

Perkembangan penting dan khas perbankan syari’ah di Indonesia adalah 
berkembangnya Bait al Maal wa al Tamwil dan Bait al Tamwil Muhammadiyah. 
Jumlahnya sekarang sudah  mendekati angka 4.000 unit dan Bank Perkreditan 
Rakyat Syari’ah (BPRS) yang jumlahnya sekitar 86 unit. Lembaga ini merupakan 
bentuk lembaga keuangan mikro yang sangat sukses. Dan berbeda dengan lembaga 
keuangan mikro atau Grameen Bank di Bangladesh, BMT dan BTM di Indonesia ini 
tumbuh dari bawah yang dikukung oleh deposan-deposan kecil. Walaupun tidak 
diakuyi sebagai bank, namun lembaga BMT-BTM ini telah menjalankan fungsinya 
sebagai lembaga intermediasi yang mengalola dana dari, untuk  dan oleh 
masyarakat. Dengan perkataan lain BMT-BTM merupakan perwujudan demokrasi 
ekonomi. Apalagi sebagian besar BMT-BTM berbadabn hukum koperasi yang merupakan 
badan usaha yang berdasarkan azas kekeluargaan yang sesuai dengan Islam. Namun 
lembaga keuangan mikro ini masih tetap kekurangan dana
 disbanding dengan kebutuhan dana masyarakat.

Salah satu ciri khas lembaga keuangan Islam adalah kaitannya yang erat dengan 
sektor riil, sebab dalam sistem non-ribawi, penghasilan lembaga keuangan 
tergantung dari keuntungan, terutama yang bersumber dari nilai-tambah yang 
diciptakan oleh sektor riil, khususnya pertanian dan industri.  Karena itu, 
maka pertumbuhan perbankan syariah dan lembaga keuangan mikro syari’ah perlu 
ditunjang dengan pengembangan bisnis.

Strategi pengembangan UKM ini erat kaitannya dengan strategi yang diusulkan 
oleh Samir Amin, Bung Hatta dan Sritua-Arif. Berdasarkan pengalaman yang 
dipelajari oleh Samir Amin, ekonom-politik Mesir,  negara-negara yang sekarang 
telah menjadi negara industri maju, pada awal perkembangannya menempuh 
strategi  produksi barang-barang kebutuhan rakyat banyak yang dikaitkan dan 
dikuti dengan pengembangan industri barang-barang modal. Baru pada tahap kedua, 
produksi bisa diarahkan kepada barang-barang kebutuhan golongan menengah ke 
atas dan yang berorientasi ekspor. Namun di Indonesia, produksi UKM bisa pula 
diarahkan ke ekspor dan bahkan memproduksi barang-baeah mewah, misalnya dalam 
bentuk kerajinan yang mengandung nilai seni. Industri mebel, baik dari rotan 
mapun kayu, justru memperoleh pasarnya di luar negeri dan kota-kota besar dan 
segmen masyarakat yang berpendapatan  tinggi.

Dalam pengembangan sektor riil ini, faktor lain muncul, yaitu sumberdaya 
manusia (human resource).  Dalam dua bukunya, “Intellectual Capital: The New 
Wealth of Organization” (1998) dan bukunya yang lebih baru  “The Wealth of 
Knowledge: Intellectual Capital and the Twenty-First Century Organization”  
(2001), Thomas A. Stewart menyabut beberapa jenis modal (capital), misalnya, 
tanah (land), pabrik-pabrik (factories), alat-alat (equipment), uang tunai 
(cash) dan kepandaian (intellectual).   Identifikasi Stewart tersebut bisa 
dikelompok-kelompokkan ke dalam berbagai jenis modal yang kini beragam itu. 
Tanah (pertanian dan pertambangan) termasuk kedalam modal alam, pabrik-pabrik 
dan alat-alat (termasuk mesin) ke dalam modal material (material capital), uang 
tunai ke dalam modal finansial (financial capital) dan kepandaian termasuk ke 
dalam modal intellectual (intellectual capital). Stewart dalam kedua bukunya 
mengatakan, bahwa di zaman  modern
 abad ke 21 ini, peranan modal intelektual sangat penting.   

Secara khusus ia menyabut peranan pengetahuan (knowledge), informasi 
(information), hak milik intelektual (intellectual property) dan pengalaman 
kolektif (collective experience) yang kesamuanya merupakan unsurp-unsur modal 
intelektual. Semua jenis modal itu adalah merupakan sumber penciptaan  kekayaan 
(wealth).

Mengikuti konsep pembangunan Samir Amin yang sebenarnya pernah dikemukakan pula 
oleh Bung Hatta dan diulangi oleh Sritua Arief, maka yang perlu dilakukan oleh 
umat Isloam dan bangsa Indonesia adalah membangun industri, namun industri yang 
saling menunjang pertanian. Pembangunan  pertanian dan pertambangan akan 
menggunakan modal alam. Karena pembangunan pertambagan membutuhkan modal besar, 
maka harus diundang modal dari Timur Tengah.  Misalnya saja, dalam rangka 
dinarisasi mata uang, perlu dikembangkan pertambangan emas yang cukup melimpah 
di Indonesia. Pengembangan UKM untuk menghasilkan barang-barang kebutuhan 
missal itu perlu diikuti oleh pengembangan industri barang modal, walaupun  
dengan teknologi sedarhana mengikuti pola India, Cina ,Taiwan dan Jerman yang 
menghasilkan alat-alat pertanian dan industri kecil. Ini tentu saja membutuhkan 
teknologi yang berarti membutuhkan modal intelektual.

Pendidikan dan penelitian akan memagang peranan penting dalam penciptraan modal 
intelektual. Tapi lembaga pendidikan ini perlu langsung bekerjasama dengan 
industri dan pertanian. Disini peranan organisasi besar semacam  NU, 
Muhammadiyah, al Irsyad, Persis, al Wasliyah atau Darul Da’wah wal Irsyad di 
Sulawesi Tengah, sangat penting. Sebenarnya, industri perkapalan dan dirgantara 
yang dikembangkan oleh BPPT perlu dipertimbangkan lagi. Amerika Serikat sangat 
kuat sektor industrinya karena memiliki industri yang menghasilkan teknologi, 
yaitu General Electric.  AS juga punya industri mobil terbesar du dunia, yaitu 
General Motor Sedangkan Jerman memiliki Daimler Crysler, Jepang memiliki 
memiliki Honda atau Mitsubisi.  Industri-industri itu mengandung berbagai jenis 
modal secara terpadu,  terutama modal material dan modal intelektual. 

Indonesia dan Dunia Islam dewasa ini baru dalam taraf memperhatikan modal 
manusia yang unsur utamanya adalah pengetahuan (knowledge), ketrampilan  
(skill). Modal manusia yang dibutuhkan adalah wiraswasta, tenaga teknik dan 
manajer. Hanya saja pengembangan SDM ini membutuhkan waktu lama, karena itu 
perlu ditemukan bentuk-bentuk pendidikan yang lebih praktis misalnya sistem 
magang  sebagaimana dikembabgkan di Jerman sejak abad pertengahan. Pendidikan 
turun menurun, melalui keluarga memerlukan perhatian dan karena itu perlu 
mendapatkan perhatian pemerintah.

Modal yang dimiliki oleh umat Islam dewasa ini adalah modal natural dan dalam 
batas-batas tertentu, modal finansial. Dalam hal ini, perlu diperhatikan temuan 
De Soto yang mengatakan bahwa sebenarnya penduduk negara-negara sedang 
berkembang yang dianggap miskin itu sebenarnya sangat besar, tapi puso (idle). 
Salah satu langkah yang dianjurkan adalah  pengembangan hak-milik (property 
right).  Program yang sebenarnya telah dilaksanakan di Indonesia, adalah 
sertifikasi tanah. Jika tanah-tanah sudah disertifikasi, maka  nilai modal 
natural akan meningkat secara signifikan. Dengan sertifikat itu, masyarakat 
bisa mengakses modal dari perbankan dan lembaga keuangan mikro guna 
mengembangkan  UKM. Lembaga keuangan juga bisa melakukan sekuritisasi hak milik 
tersebut, dalam rangka menghimpun modal.

Berdasarkan teori De Soto, perlu dikembangkan harta agama, khususnya zakat, 
sadaqah, infaq dan wakaf. Bank bisa berperan membantu usaha-usaha mobiklisasi 
dana ini. Baru-baru ini, oleh Prof. A. Mannan, telah dikembangkan produk wakaf 
tunai (cash wakaf).  Berdasarkan perhitungan di atas`kertas, wakaf tunai ini 
sangat besar potensinya dan merupakan sumber modal financial yang sangat 
potensial. Namun sekali lagi hal ini memerlukan dukungan modal manusia dan 
modal intelektual.

Salah satu modal lain yang perlu diperhatikan adalah modal sosial yang 
dipropagandakan oleh Fukuyama. Sebenarnya, ajaran Islam merupakan sumber modal 
sosial ini, misalnya dalam ajaran amanah (trust) ta’awwun (cooperation), saling 
mengenai (ta’aaruf) dan banyak lagi. Hanya saja ajaran-ajaran itu belum 
diinterpretasikan sejalan dengan pemikiran ekonomi dan pembangunan. Sekali lagi 
disini sangat penting peranan perguruan tinggi dan lembaga pendidikan dan 
latihan pada umumnya. Setiap pendidikan pengetahuan dan ketrampilan, perlu 
ditunjang dengan pendidikan untuk menciptakan modal sosial ini, karena menurut 
Fukuyama, modal sosial, berdasarkan pengalaman negara-negara industri maju 
sekarang ini, merupakan dasar dari kemajuan.

Wassalam,
agussyafii

--
Tulisan ini dibuat dalam rangka program kegiatan "Amalia Cinta Rasul" (ACR), 
Hari Kamis, tanggal 26 Maret 2009 di Rumah Amalia, Jl. Subagyo Blok ii 1, no.23 
Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sud-Tim, Ciledug. TNG. silahkan kirimkan dukungan 
dan komentar anda di 087 8777 12 431 atau http://agussyafii.blogspot.com






      

Kirim email ke