=================================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
ANALISIS POLITIK 
DPR (Bukan) Ladang Perburuan Kenikmatan 
Selasa, 10 Maret 2009 | 04:51 WIB 
Oleh : J KRISTIADI 
Seorang lagi wakil rakyat, Abdul Hadi Djamal dari Komisi V dan Panitia Anggaran 
DPR, tertangkap basah karena dugaan korupsi. Masyarakat tidak terkejut lagi 
menyaksikan peristiwa aib yang menimpa orang berpredikat terhormat dan dianggap 
bermartabat itu. Tetapi masyarakat benar-benar takjub menyaksikan kenekatan dan 
keberanian koruptor melakukan tindakan yang sangat tercela itu. 
Kutukan dan kemarahan rakyat tidak mempan meredam dorongan naluri dan nafsu 
keserakahan mereka yang jauh lebih kuat ketimbang moral dan nalar sebagai 
orang-orang pilihan rakyat. Mereka bahkan tidak menyadari perilaku koruptif 
telah mulai menghancurkan serta meluluhlantakkan norma, tatanan, dan nilai 
kehidupan masyarakat yang beradab. 
Perilaku mereka telah menjungkirbalikkan kiblat perpolitikan Indonesia sebagai 
medan perjuangan mewujudkan kesejahteraan bersama menjadi ladang perburuan 
kenikmatan. Kedaulatan rakyat sebagai dasar pembangunan negara demokrasi telah 
disalahgunakan elite politik untuk mengikuti godaan mengejar kenikmatan daging. 
Sedemikian buruknya citra DPR sehingga tidak mengherankan kalau sebagian 
masyarakat menganggap wakil rakyat yang belum tertangkap hanya karena mereka 
masih dapat menyembunyikan perilaku korupnya. 
Sejak berniat 
Ancaman daya rusak korupsi semakin mengerikan karena perilaku korup telah 
dimulai sejak mereka berniat berkuasa. Tertangkapnya calon anggota legislatif 
yang melakukan tindak kriminal merupakan pucuk gunung es dari upaya perburuan 
kekuasaan demi memperoleh kekuasaan agar mempunyai akses terhadap kekayaan 
negara. Kejahatan kolektif yang sangat tidak bermoral itu dapat dipastikan akan 
mengakibatkan korupsi tumbuh subur dan merambat ke sekujur tubuh bangsa dan 
negara yang menggerogoti daya tahan bangsa ini. 
Pertanyaan sederhana tetapi mendasar adalah bagaimana korupsi dapat ditekan 
sampai tingkat paling minimum karena menghapuskan korupsi adalah upaya yang 
mustahil. Sejarah panjang umat manusia dalam mengelola kekuasaan menghasilkan 
para bijak bestari yang memberikan peringatan bahwa kekuasaan dan korupsi 
adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Suara kenabian itu mungkin dapat 
diwakili oleh ungkapan bijak Lord Acton bahwa kekuasaan cenderung korup, 
apalagi kekuasaan yang absolut pasti merusak tatanan kehidupan. Dalil itu 
memperingatkan agar penguasa yang berkubang dalam kenikmatan kekuasaan harus 
berhati-hati karena mereka berada dalam genangan godaan melakukan korupsi yang 
mempunyai daya rusak amat dahsyat. 
Suara profetik itu merupakan penggalan surat Lord Acton kepada Uskup dan 
sejarawan Inggris Mandell Creighton (1843-1901) pada saat terjadi krisis Gereja 
Katolik tahun 1870. Intinya, Acton tidak setuju dengan hukum gereja (kanonik) 
yang memberikan privilese kepada Paus (Pius IX) yang tidak dapat bersalah dalam 
menentukan doktrin dan ajaran Gereja Katolik. 
Tokoh bijak lainnya sebelumnya adalah Edmund Burke (1729-1797) yang 
mengingatkan pula, dalam masyarakat yang korup, kebebasan tidak akan 
berlangsung lama. Dalam masyarakat yang demikian, kebebasan hanya dimanfaatkan 
melakukan hal yang disenangi, bukan sebagai hak melakukan sesuatu yang 
seharusnya dilakukan untuk memperbaiki keadaan. 
Jauh sebelum itu, Publius Cornelius Tacitus pada zaman Kekaisaran Romawi 
mewariskan ajaran yang ampuh dengan mengatakan, semakin korup sebuah republik, 
semakin banyak peraturan perundangan dalam negara itu. Tetapi, tidak menjamin 
negara tersebut bebas dari korupsi. 
Mengingat kelekatan kekuasaan dengan tindak korupsi, cara mencegah yang 
dianggap paling efektif adalah sebagai berikut. Pertama, penguasa harus dapat 
dikontrol secara ketat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan secara 
konstitusional melakukan pengawasan. Namun, lembaga kontrol itu tidak boleh 
terlalu besar agar tidak menjadi lembaga baru yang juga melakukan 
penyalahgunaan kekuasaan. 
Dalam konteks seperti itu, lembaga DPR saat ini masih terlalu kuat dan belum 
terdapat sistem kontrol yang efektif, baik secara internal maupun pengawasan 
dalam desain checks and balances mechanism. Oleh karena itu, penegakan hukum 
yang tegas dan keras harus dilakukan sebagai tindakan untuk mengatasi situasi 
gawat darurat dewasa ini. 
Kedua, sanksi sosial yang tegas agar dapat menimbulkan efek jera dengan 
memperlakukan koruptor bukan sebagai orang bermartabat, tetapi sebagai 
narapidana khusus yang perlu dipermalukan di depan umum. Misalnya, gagasan 
mengenakan pakaian khusus serta pemborgolan mereka dalam proses pengusutan 
perlu dilaksanakan. Seandainya dalam proses peradilan mereka ternyata bebas, 
negara merehabilitasi nama baiknya. Perlakuan itu untuk memberikan simbol bahwa 
perbuatan korup adalah tindakan yang hina. 
Ketiga, parpol harus mendidik dan melakukan seleksi ketat, tetapi demokratis, 
kadernya yang akan dipercaya menjadi pejabat publik atau wakil rakyat. 
Pendidikan terutama menanamkan nilai agar kader partai tahan terhadap godaan 
kekuasaan yang sangat menggiurkan. Tanpa upaya seperti itu, parpol sebagai 
tiang demokrasi akan menghancurkan demokrasi itu sendiri. 
Keempat, gerakan antikorupsi dan politisi busuk harus dilakukan terus-menerus. 
Militansi aktivis gerakan ini tidak boleh kalah kuat dari intensi elite politik 
yang sejak awal berniat korupsi. Rakyat harus tak boleh lelah dan jeli memilih 
wakilnya. 
Singkatnya, perlawanan terhadap korupsi tidak dapat hanya dilakukan dengan 
ikrar antikorupsi dan sumpah jabatan yang semakin tidak bertuah. Perlu dibangun 
sistem kontrol yang efektif serta pendidikan politik bagi kader parpol, serta 
keikutsertaan masyarakat melawan penyakit sosial yang mempunyai daya hancur 
yang sangat dahsyat itu. 
--------- 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko                                                                   
                                 
  
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 
---------



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke