Jatim akan ada 2 Gubernur ? - DPT Harus Diganti

Kasus DPT palsu itu juga menjadi perhatian Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua MK Mahfud M.D. menyatakan, DPT yang diduga palsu tersebut
seharusnya tidak bisa dipakai untuk Pemilu 2009. ''Mestinya (DPT) itu
tidak bisa dipakai. Apalagi, kalau pengadilan membuktikan itu palsu,''
kata Mahfud di sela-sela Workshop Civic Education yang digelar PB NU di
Hotel Millennium Jakarta kemarin.

Kalau DPT itu dipaksakan dipakai untuk Pemilu 2009, Mahfud khawatir
hasil Pemilu 2009 bermasalah. Misalnya, menjadi polemik dan rawan timbul
keributan. KPU, kata Mahfud, harus memvalidasi ulang DPT yang akan
digunakan dalam Pemilu 9 April nanti.

Berarti jadwal pemilu harus diundur? ''Mungkin tidak perlu. Dengan
sistem komputerisasi, itu bisa dilakukan dengan cepat,'' kata guru besar
hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) itu.

Mengenai kasus DPT di pilkada Jatim, Mahfud mengaku kecewa dengan pihak
kepolisian yang tidak menindaklanjuti putusan MK atas sengketa pilkada
di putaran kedua. Dalam putusan itu, MK secara tegas menyatakan secara
sah dan menyakinkan ada kecurangan yang masif, terstruktur, dan
terorganisasi di pilkada Jatim.

Seharusnya, kata Mahfud, polisi menindaklanjuti dengan menangkap
pihak-pihak yang terbukti melakukan kecurangan yang tercantum dalam
putusan MK. ''Dalam putusan itu nama dan alamat pihak yang melakukan
kecurangan sudah jelas. Itu bisa dijadikan dasar bagi polisi. Tapi, oleh
polisi dibiarkan,'' kata Mahfud.

Kemudian, pada penghitungan dan pencoblosan ulang di Madura, MK memang
menolak meregister gugatan pihak Khofifah Indar Parawansa-Mudjiono.
''Saat itu MK tahu ada pelanggaran terstruktur lagi yang terjadi
berdasar laporan pasangan Kaji. Tapi, saat itu MK bersikap tidak
memeriksa lagi demi kemanfaatan hukum agar Jatim segera normal,''
katanya.

Karena itu, lanjut Mahfud, MK meminta kasus DPT diselesaikan secara
pidana karena indikasi tindak pidananya sudah benderang. ''Saya heran,
polisi tidak menindaklanjuti ini dengan serius dan transparan,''
ujarnya.

Mahfud juga menilai pernyataan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri
bahwa yang berhak melaporkan kasus pidana pemilu hanya Panwaslu adalah
keliru. ''Menurut hukum pidana, siapa pun wajib melaporkan kalau ada
tindak pidana. Tampaknya, demokrasi kita dalam bahaya,'' katanya.

Mahfud juga tidak habis pikir dengan alasan polisi yang mengatakan tidak
ada barang bukti dalam kasus DPT tersebut. Menurut Mahfud, pihak Kaji
sudah memberikan barang bukti tersebut. Dan, DPT yang asli berada di KPU
Jatim. Polisi tinggal mengambilnya dan menjadikannya sebagai barang
bukti.

''Tinggal ditetapkan siapa yang bertanggung jawab, antara ketua KPUD
Jatim, ketua KPUD Sampang, ketua KPUD Bangkalan, atau kepala Dinas
Kependudukan. Itu tidak sulit,'' jelasnya.

Kalaupun kasus DPT palsu itu terbukti di pengadilan, Mahfud menjamin
jabatan Soekarwo dan Saifullah Yusuf sebagai gubernur dan wakil gubernur
Jatim tidak bisa dibatalkan. Sebab, tindak pidana bukan dilakukan oleh
keduanya.

''Jabatan Soekarwo dan Saifullah Yusuf aman. Dalam ranah hukum
administrasi negara, itu sudah final dan tidak bisa diganggu gugat.
Tapi, pejabat-pejabat KPU atau pejabat lain yang terlibat harus
dipidanakan. Bukti-bukti sudah kuat kok,'' katanya.

Lalu, bagaimana nasib Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono jika DPT
terbukti palsu dan pilkada Jatim dinyatakan ada kecurangan? Menurut
Mahfud, masalah itu sudah diatur secara jelas dalam undang-undang
peradilan tata usaha negara (UU 5/1986).

Khofifah, kata Mahfud, bisa menuntut jabatan yang sama atau yang sejajar
dengan Soekarwo. Kalau itu tidak memungkinkan, lanjut Mahfud, Khofifah
bisa menuntut ganti rugi materi akibat kecurangan tersebut. Yakni,
mendapatkan gaji, tunjangan, dan segala fasilitas yang sama dengan
Soekarwo, selama satu periode jabatan gubernur, 5 tahun,'' kata Mahfud.


Reply via email to