Sebuah Eroni Kebangsaan
Sebuah Eroni Kebangsaan Penghancuran karakter bangsa melalui selubung investasi dan pertukaran budaya ”Wah aku denger anak jeng pinter masak ya”, kata seorang ibu dengan anting besar menggelayut di kupingnya dan bau parfum yang menyenggat hidung. ”Iya jeng, alhamdullilah anakku bisa masak. Dia suka masak masakan jenis pasta atau roasted”, ”kalo masakan Indonesia mereka ngak suka, karena rempah dan bumbunya ribet, kata anakku”, saut temen arisannya, yang tak kalah menornya. ”bener jeng, masakan Indonesia aneh, kebanyakan bumbu rempahnya, ribet. Aku juga ngak suka”, kata si ibu lainnya. ”Wah jangankan untuk masak, makan aja aku kurang minat, ngak menarik”, saut ibu yang lainnya lagi. ....... dan pembicaraan seputar masakan Indonesia yang tak menarik dibandingkan masakan luar negeri terus saja berlangsung ............ ....... sementara disela istirahat makan siang di sebuah tempat makan di kawasan perkantoran, para bapak ternyata juga ngerumpi soal anak mereka ..................... ”Anakku malam minggu kemaren manggung lho..... main band di panggung X”, kata seorang bapak dan menambahkan ” menggantikan drummer yang keluar”. ”Hebat sekali, anak perempuanku bulan depan mau ke luar negeri. Mau pertandingan tari ballet”, saut bapak yang duduk di ujung meja panjang. ”wah, anakku baru saja pulang dari negeri seberang, belajar tari salsa dari negeri asalnya”, saut bapak disebrangnya. .......... sementara itu di berita televisi malam harinya, seorang pembaca berita mengatakan bahwa serombongan orang asing dari negeri seberang datang untuk belajar menari dan memainkan gamelan, sementara dilayar kaca terlihat tayangan pertunjukan wayang kulit dengan dalang orang bule, sinden dan pemain gamelannya juga orang bule. Mereka belajar dan memainkan dengan kebanggan yang tercermin di wajahnya. ........... sementara itu bangsa kita merasa malu bahkan mungkin jijik dengan kebudayaan sendiri, masakan sendiri. Malu untuk belajar dan memainkan seni budaya dan seni musik tradisonil kita sendiri. Malu untuk masak dan makan makanan asli kita sendiri. ............ eronis, inikah hasil sebuah pembangunan? Dimana pembangunan mentalitas kebangsaan dan nasionalisme di pembangunan pendidikan negeri kita. Tak jelas tapi pasti sudah semakin tersingkirkan. Pembangunan pendidkanpun telah termakan arus kapitalis, terlihat jelas dalam kebijakan pendidikan yang tak mendidik sama sekali. Setiap tahun buku pegangan siswa berganti, tak dicontohkan bagaimana kita harus efisien dan hemat. Hanya demi sistem kapitalis dalam dunia pendidikan. ........... eronis memang, budaya sendiri diabaikan tetapi budaya arab, timur tengah dan barat diterima bahkan kadang terasa dipaksakan dengan berlindung dibalik jubah keagamaan, misi pertukaran budaya dan misi-misi lain yang tak berpihak sama sekali kepada pertahanan kebudayaan dan rasa kebangsaan Indonesia. .......... eronis sekali. Kita punya kerudung dan selendang, tetapi kenapa harus jilbab yang budaya arab. Kita punya baju Bodo dan kebaya yang mampu menutup sampai mata kaki, tetapi kenapa harus bergaya arab pula. Jika hanya untuk penutup aurat. Sebuah alasan yang terlalu mengada-ada hanya untuk menghilangkan budaya bangsa dalam usahanya mengganti dengan budaya arab. .......... eronis sekali. Kita belajar bahasa asing tetapi tak ada usaha sedikitpun usaha untuk mengusahakan bahasa kita bagi tenaga asing di Indonesia. Kemana pembelaan kepada bahasa kita, bahasa persatuan bangsa Indonesia. Kitapun merasa malu kalau harus berbahasa daerah, katanya kampungan. Kitapun malu jika bahasa Indonesia kita tak beraksen asing padahal lama tinggal di negeri sebrang. .......... eronis memang. Kita merasa malu jika tidak bisa tari salsa, tanggo dan berdugem ria dengan musik cadas yang merusak gendang telingga. Merasa malui jika harus belajar tari kecak, tari serampang dua belas dan tarian tradisional lainnya. Merasa malu untuk kumpul dan ngopi di warung atau pos jaga bersama-sama mendengarkan lagu dangdut atau lagu-lagu daerah. Kampungan katanya. Padahal banyak nasehat tersirat didalamnya. .......... eronis memang. Segala sesuatu diukur dengan nilai rupiah atau materi, tiada lagi terbersit kebersamaan dan kegotong-royongan, meski tetap ada yang mempertahankan adat gotong royong tetapi menjadi hal yang aneh, lucu dan sekaligus eronis. ......... eronsi sekali. Kita lebih bangga makan ayam goreng made in luar daripada makan ayam goreng negeri sendiri. Lebih bangga jika makan ice cream italy daripada eskirm medan. Lebih bangga makan teriyaki daripada makan daging suwir negri sendiri. Lebih bangga makan ala barat daripada makan ngariung dengan lalapan dan sambal dan ikan jambal. Lebih bangga berjas dan dasi daripada berbatik. ........ oooooo sedih dan pilu hati ini, siapa pula yang akan mempertahankan kebudayaan bangsa ini dimasa depan. Haruskah kita menjadi bangga menggunakan kebudayaan dan tradisi kita setelah semuanya dirampok bangsa asing, yang sekarang sedang berbondong-bondong belajar budaya dan tradisi kita. Mengapa kita harus bangga menjadi bangsa pengemis yang seolah-olah bangsa kita bangsa nomor dua di dunia. Mentalitas yang ditebarkan oleh imperialis, kolonialis dan kapitalis tetapi dengan bangga kita menjadi bagian dari program penghancuran budaya dan kepribadian bangsa kita sendiri oleh pihak asing yang berusaha menguasai Indonesia. Melalui penghancuran budaya dan memberikan bantuan yang berbuntut menciptakan ketergantungan pada bangsa asing........ ........ oooooh mengapa kita harus kembali terjajah disaat kita sudah dimerdekakan dengan mengorbankan darah dan nyawa pejuang kemerdekaan. Kaum sinyo memang sudah hengkang tetapi melalui tangan dan kaki sinyo2 hitam mereka tetap berusaha mencengkeram bangsa kita. Karena bumi kita adalah surga, dimana batupun bisa menjadi permata, laut dan ladangpun bak harta karun yang tak ternilai. Disinilah letak surga dunia, maka tak heran kalau bangsa arab mencari surga ke Indonesia dan berusaha menjadikan bahagian negerinya melalui budayanya. Tak heran jika bangsa baratpun berusaha kemari karena potensi kandungan alam dan hasil bumi yang melimpah ruah, yang dikuasai melalui jalur investasi katanya. Kita hanya melonggo menikmati sampah dan sisa tak bernilai, kekayaan digotong ke negeri asing. Bangkitlah rakyatku, sadarlah kalian sedang dalam proses penghancuran diri oleh kaum imperialis baru, neo-kapitalis. Bangkitkan kembali semangat sosio-nasionalis kalian, rakyat Indonesia, bangkitlah Nasionalisme Pancasila. Hilangkan dan usir bangsa asing dari bumi nusantara ini termasuk antek-antek sinyo hitam yang lebih berpihak kepada bangsa asing daripada bangsa sendiri. Bangkitlah. Bangun dan sadarlah. Bahwa kalian, rakyat Indonesia sedang di hancurkan oleh kekuatan asing. Bersatulah, merebut kembali kemerdekaan yang menjadi hak bangsa Indonesia. Bersatulah dalam satu kebudaya dan tradisi, bersatulah dalam satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air, Indonesia. Hai, rakyat Indonesia kembalilah kepada kaidah kehidupan budaya dan tradisi bangsa sendiri, bangsa Indonesia. Kita bangsa yang makmur, tanahnya, bumi dan airnya menyimpan berjuta harta karun yang tak terkira. Jangan berikan kepada bangsa lain. Jangan kayakan mereka sementara kita tetap miskin dan mengemis pada mereka. Bangkitlah...... rakyatku Merdeka!!! Kanadianto--- Jakarta, 18 Maret 2009 * Kanadianto - Caleg DPRD-PDIP 2009 - 2014 kab. Tangerang, no 8, dapil ciputat, ciputat timur & pamulang. Sumber: http://www.facebook.com/note.php?note_id=71024683576&ref=mf#/notes.php?id=1586922030 Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/ http://sastrapembebasan.wordpress.com/