Pernyataan Sikap

 

PEMILU 2009 adalah Ilusi bagi Buruh Migran Indonesia!

 

Hentikan underpayment!

Blacklist agen/PJTKI yang melanggar hukum! Pangkas biaya penempatan menjadi HK$ 
9000!

Cabut UU PPTKILN! Ratifikasi Konvensi Buruh Migran Tahun 1990!

Bubarkan terminal khusus TKI/GPK TKI!

 

 

Mulai dari rejim orde baru hingga rejim penjual kaum perempuan Susilo Bambang 
Yudhoyono-Jusuf Kalla, tidak ada perubahan yang sejati dalam kehidupan rakyat 
Indonesia. Terlebih dalam kehidupan buruh migran Indonesia (BMI) dan 
keluarganya. Nyatanya proses pemilihan umum yang dilaksanakan setiap 5 tahunan 
tidak dapat menaikan tingkat penghidupan BMI dan keluarganya, jika tidak boleh 
dikatakan tidak menghasilkan apa-apa selain pergantian penguasa.

 

Bagi kami, Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), buruh migran Indonesia di 
Hong Kong, pemilu 2009 merupakan pergantian antek-antek dari kaum pengusaha, 
yang selama ini menghisap nilai kerja kami. Tidak hanya di rejim SBY-JK, namun 
di rejim-rejim sebelumnya, hak-hak BMI dan keluarganya tetap tidak menjadi 
prioritas bagi pemerintah. Satunya-satunya yang berubah adalah tingkat 
penghisapan, dimana setiap berganti rejim penghisapan semakin dalam. Menurut 
survey yang kami lakukan di Hong Kong, pada zaman orde baru tidak kurang dari 
90% BMI menerima upah di bawah standar atau underpaid, bahkan penghisapan atas 
kerja  kami selama 7 bulan upah kami dipotong (HK$ 21.000) sebagai biaya agen, 
ditambah biaya perpanjangan kontrak sebesar HK$ 5.500 (sesuai  SK Dirjen 
Binapenta pada tahun 1998).  Dan, tidak terlewatkan, pembangunan terminal 3 
yang merupakan sarang pemerasan bagi BMI. Pada zaman Gus dur dan Megawati, 
seluruh penghisapan terhadap BMI semakin dikokohkan, dengan dibuatnya UU no 39 
Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar 
Negeri (PPTKILN). Melalui UU, PJTKI diberi kewenangan yang demikian besar dalam 
perihal penempatan BMI, bahkan praktek kebal hukum bagi PTJKI pun di akui dalam 
UU ini. Lebih jauh lagi komiten untuk meratifikasi Konvensi Buruh Migran Tahun 
1990 pun ditanggal kan demi kemulusan praktek penjualan manusia ini. Pada rejim 
SBY-JK, praktek penghisapan semakin di perhebat. Kebijakan ekspor buruh semakin 
digalakan, ditargetkan bahwa setiap tahunnya pemerintah harus mengirimkan 1 
juta orang pertahun ke luar negeri, guna mencapai target devisa sebesar 125 
triliyun per tahunnya. Guna memuluskan hal demikian UU PPTKILN pun dirubah  
untuk mempermudah  pendirian Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). 
Artinya mulai tahun ini diprediksi ada 1-2 juta rumah tangga akan terancam 
keutuhannya, akibat ketiadaan sumber-sumber penghidupan dan pekerjaan 
didaerahnya.

 

Di Hong Kong, 120.000 lebih perempuan Indonesia bekerja layaknya romusa, kalau 
tidak dapat dikatakan sebagai perbudakan. Kebanyakan dari kami bekerja sebagai 
pekerja rumah tangga bagi kelas menengah dan atas. Kami bekerja lebih dari 16 
jam per hari hanya 1 % dari kami yang bekerja selama 8 jam per hari, 64 % dari 
kami tidak mendapatkan hari libur nasional, baik Hong Kong maupun Indonesia, 
bahkan 56 % persen dari kami tidak diberikan libur 1 minggu satu kali, 38 %  
dari kami dibayar dibawah upah minimum (upah minimum HK$ 3580), dan  61 % dari 
kami upahnya dipotong  upahnya sebesar HK$ 3000 selama tujuh bulan, sebagai 
biaya agen, sementara biaya agen menurut employment ordinance Hong Kong hanya 
dijinkan sebesar 10 persen dari satu bulan upah kerja. Fakta inilah yang 
senantiasa terlewatkan dalam setiap perhelatan nasional bernama Pemilihan Umum 
(PEMILU)

 

Berdasarkan hal ini, kami, buruh migran Indonesia yang berhimpun dalam 
Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) menyatakan:

 

Tidak akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum 2009, karena pemilu 
2009 bukanlah pemilu yang berpihak pada buruh migran Indonesia dan rakyat.

 

Menuntut kepada pemerintahan SBY-JK untuk:

1.      Menghentikan underpayment;

2.      Memangkas biaya agen/penempatan ke Hong Kong menjadi HK$ 9000;

3.      Blacklist agen/PJTKI dan majikan yang melanggar hukum dan hak BMI;

4.      Mencabut UU PPTKILN dan menggantinya dengan UU perlindungan BMI dan 
keluarganya;

5.      Segera ratifikasi Konvensi PBB Tahun 1990 Tentang Perlindungan Hak 
Buruh Migran dan Anggota Keluarganya;

6.      Bubarkan Terminal Khusus BMI (GPK TKI);

7.      Libatkan BMI dalam setiap pembuatan kebijakan mengenai BMI

8.      Pelayanan maksimal bagi BMI di Hong Kong pada hari Sabtu dan Minggu

 

Menyerukan kepada organisasi BMI dan massa BMI di setiap negara penempatan:

 

1.      Tidak menggunakan hak pilihnya pada PEMILU  2009, karena pemilu 2009 
bukan untuk kepentingan buruh migran Indonesia dan rakyat;

2.      Semakin memperhebat aksi-aksi untuk menuntut hak-hak dasar buruh migran 
Indonesia;

3.      Menyatukan perjuangan BMI di setiap negara penerima dengan gerakan 
perjuangan rakyat di dalam negeri guna memperjuangkan perubahan yang sejati.

 

Hong Kong, 28 Maret 2009

Komite Eksekutif IMWU

 

 

 

Sringatin

Ketua

Kirim email ke