=================================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Tantangan bagi Presiden Terpilih 
Jumat, 3 April 2009 | 03:06 WIB 
Oleh : Jusuf Wanandi 
Sepintas terasa prematur membahas tantangan yang dihadapi Presiden Indonesia 
terpilih 2009, sementara pemilu legislatif baru akan dilangsungkan pekan depan. 
Namun, masalah ini juga relevan dibahas sekarang. Alasannya, dua dari tiga 
parpol yang akan mendapat suara terbanyak dalam pemilu bergantung pada 
popularitas pemimpinnya, yakni SBY untuk Partai Demokrat (PD) dan Megawati 
untuk PDI-P. Dengan demikian, menentukan pilihan untuk parlemen pun tidak lepas 
dari penilaian terhadap pimpinan parpol yang menjadi capres. 
Dalam Pemilu Presiden 2004, penulis mendukung Megawati karena dia dapat memilih 
anggota kabinet dan para pembantunya yang berprestasi sehingga kekurangannya 
dapat diatasi. Namun, harapan ini tidak terwujud karena dalam pilpres 
dikalahkan SBY. Bagai beauty contest pribadi yang merupakan faktor penting 
dalam pilpres langsung pertama itu, SBY telah memenanginya. 
Ketika SBY mencalonkan diri dalam pilpres itu, sebenarnya Megawati merasa 
dikhianati; karena dua kali ia bertanya kepada SBY apakah akan mencalonkan 
diri, tetapi selalu dibantah oleh SBY. Namun, dua minggu setelah bantahannya 
yang terakhir, ternyata SBY mencalonkan diri. Sejak itu Megawati tidak pernah 
mau lagi bertemu dengan SBY dan perlawanannya kali ini adalah untuk membalas 
courtesy SBY pada tahun 2004 itu. 
Memperbaiki diri 
Megawati memang bukan yang terpandai, tetapi jelas kini ia telah memperbaiki 
diri dan citranya dibandingkan tahun 2004. Ia lebih ramping dan lebih mendekat 
kepada rakyat, bahkan terus berkeliling hingga ke pelosok Tanah Air. Dalam 
jajak pendapat parpol dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Maret lalu 
tentang program PDI-P di bidang ekonomi dan usaha, Megawati telah memimpin 
timnya dengan baik. Pandangan-pandangannya umumnya bernalar dan lugas, yang 
menunjukkan bahwa ia telah menyiapkan diri dengan baik, berbeda dengan ketika 
ia menjadi presiden yang menyerahkan banyak hal kepada para pembantunya saja. 
Di pihak lain, SBY bukan lagi orang yang tidak dikenal atau hanya dikenal 
selintas oleh rakyat Indonesia karena ia telah memerintah selama hampir lima 
tahun. Benar seperti penulis khawatirkan sebelum 2004, sebagai pemimpin, ia 
tidak tegas dan enggan mengambil keputusan-keputusan yang tidak populer di 
kalangan tertentu di masyarakat. 
Ada dua contoh yang menonjol. Pertama, dalam bidang ideologi, SBY tidak berani 
menyatakan tidak sahnya perda-perda syariah di lebih dari 50 kabupaten di 
Indonesia yang nyata-nyata bertentangan dengan konstitusi RI. Menteri Dalam 
Negeri pernah mengajukan masalah itu, tetapi ia menolak untuk mengambil 
keputusan karena alasan politik. 
Kedua, hal yang sama terjadi dengan kasus Ahmadiyah. Sebagai kepala 
pemerintahan, memang SBY tidak menentukan masalah agama. Tetapi, berbagai 
kekacauan dan kekerasan yang terjadi berkaitan dengan masalah Ahmadiyah 
seharusnya menjadi kewajiban pemerintah untuk mengatasinya dengan menjaga 
ketertiban umum dan tegaknya hukum. 
Pemerintah harus dapat mencegah tindakan-tindakan liar yang melanggar hukum, 
seperti membakar masjid Ahmadiyah dan menganiaya pengikutnya; serta bertindak 
tegas terhadap kelompok ekstrem yang menyerang dan menganiaya kelompok lain 
yang membela tegaknya hukum di Indonesia, seperti terjadi pada peristiwa Monas 
tahun 2008. 
Bidang ekonomi 
Sementara itu, ekonomi Indonesia tidak pernah berkembang maksimal dan ekonomi 
riil juga tidak berkembang dengan baik karena SBY tidak tegas dalam mengambil 
keputusan yang diperlukan. Ia lebih mementingkan kebijakan populisnya untuk 
mengangkat citra diri dan mendapat dukungan dalam pemilu. 
Paket stimulus yang amat diperlukan bila ekonomi anjlok juga tidak didukungnya 
secara penuh. Jumlah pengangguran dan kemiskinan meningkat, tetapi angka-angka 
yang diumumkan untuk menutupinya bermasalah. Jika krisis ekonomi yang kita 
alami ini memburuk, SBY harus bertanggung jawab. 
Pada tahun 2004, penulis tidak mendukung Jusuf Kalla karena umumnya ia dikenal 
dari berbagai pernyataannya terdahulu yang dianggap antiasing, anti-WNI 
keturunan Tionghoa, dan anti-Kristen. Namun, setelah memerhatikan lebih cermat 
ucapan-ucapan dan tindakan-tindakannya sebagai Wakil Presiden, penulis 
menyimpulkan bahwa kadang-kadang ia terlalu banyak bicara dan berkomentar 
tentang masalah-masalah yang tidak dikuasainya secara mendalam sehingga mudah 
disalah mengerti, seperti dalam masalah demokrasi. 
Penulis yakin JK tidak anti-WNI keturunan Tionghoa atau anti-Kristen. Berkenaan 
dengan kelompok-kelompok Islam ekstrem ia amat tegas, bahkan berani menghadapi 
mereka secara frontal karena sebagai seorang Muslim yang baik, ia telah berbuat 
banyak untuk kemaslahatan umat. JK juga yang berinisiatif untuk menyelesaikan 
konflik Islam-Kristen di Maluku dan Sulawesi Tengah. 
Di bidang ekonomi, JK seorang nasionalis, tetapi ia selalu bisa diajak bicara 
untuk menemukan kesimpulan terbaik. Sekali berkomitmen, ia selalu memegang 
teguh komitmen dan janji-janji yang dibuatnya. JK memang tegas, berprinsip, dan 
mempunyai pandangan- pandangan yang sehat dan bernalar. 
Tidak kurang dari Menteri Mentor Lee Kuan Yew, yang banyak makan garam di 
bidang politik dan ekonomi, amat terkesan pada pribadi JK. Pada tahun 2007, 
setelah pertemuan berdua selama satu setengah jam (yang semula direncanakan 45 
menit), Lee Kuan Yew menyatakan kesannya kepada media massa yang meliput 
pertemuan tersebut: ”Inilah orang yang mengerti masalah-masalah Indonesia dan 
cara-cara mengatasinya. Sayang ia hanya seorang Wakil Presiden.” [Jusuf Wanandi 
Wakil Ketua Dewan Penyantun Yayasan CSIS- Kompas] 
------- 
Pemimpin adalah wujud kristalisasi keringat dari seorang pemimpi… maka ketika 
seseorang ingin menjadi pemimpin, ia harus banyak menyampaikan impian dan 
harapannya kepada khalayak yang mau dan akan dipimpinnya… serta menjelaskannya 
visi, misinya… sehingga memberikan harapan, motivasi, semangat, inspirasi dan 
dorongan kepada khalayak yang dipimpinnya. Ini semua butuh waktu dan proses 
panjang, sehingga tidak ada jalan instant untuk menjadi pemimpin yang bisa 
diandalkan. 
Sekarang ini para calon pemimpin Indonesia saatnya berbicara, bahkan dapat 
bicara sepuasnya di berbagai wahana dan media, meyakinkan konstituens untuk 
menentukan pilihannya…. sebelum nanti diambil alih oleh fakta. Karena nantinya 
fakta dan realitalah akhirnya yang akan berbicara. 
Jadi saat ini, siapa saja boleh bicara...walaupun belum tentu ia punya suara, 
karena kita tahu bahwa saat inilah yang dipertuan Rakyat Indonesia lah yang 
empunya suara. 
Maka apabila tiba saatnya nanti, akhirnya rakyat menitipkan suara terbesarnya 
kepada salah satu calon presiden terpilih, maka jagalah, peganglah erat2 suara2 
itu, kumpulkanlah, ikat, junjunglah tinggi dan suarakanlah kembali titipan 
suara rakyat itu di berbagai program dan kebijakkan pemerintahan bersama 
kabinet presiden terpilih dalam menjalankan mandat dan amanah rakyat sebagai 
presiden Repupblik Indonesia yang terhormat selama lima tahun ke depan. 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke