================================================= THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia." ================================================= [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia Quotient] Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. "Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." ANALISIS POLITIK Dosa Besar Pemilu 2009 Selasa, 14 April 2009 | 03:27 WIB Oleh EEP SAEFULLOH FATAH Saya tak tahu jumlah mereka. Mungkin puluhan atau ratusan ribu atau bahkan jutaan. Mereka pemegang kartu tanda penduduk dan terdaftar sebagai penduduk. Namun, mereka kehilangan hak pilih karena nama mereka tak tertera dalam daftar pemilih tetap. Sebagian dari mereka datang ke tempat pemungutan suara pada 9 April lalu sambil membawa bukti-bukti identitas kependudukan. Tetapi, aturan melarang mereka menggunakan hak pilih mereka. Halangan administrasi merenggut hak-hak politik mereka. Mereka terabaikan. Di tengah sukacita para calon pemenang dan kesibukan partai-partai menyusun koalisi menuju pemilu presiden, Juli mendatang, tempat mereka makin tergeser dari berita pokok media massa. Empat salah kaprah Pencederaan hak-hak para pemilih itu adalah dosa besar Pemilu 2009 yang tak sekadar layak diratapi. Celakanya, sejumlah salah kaprah kita temukan dalam perbincangan tentang kisruh DPT. Pertama, kisruh DPT lebih banyak dipahami sebagai bencana administrasi. Ini jelas salah besar! Kisruh ini bukanlah bencana administrasi, melainkan pelecehan atas hak politik rakyat! Mereka yang memahaminya sebagai sekadar perkara administratif tak paham bahwa bagian terpenting dalam setiap pemilu demokratis adalah terpenuhinya hak-hak politik para pemilih. Tanpa ini, pemilu cedera berat. Adalah salah besar menjadikan hal ihwal administratif (tak tercatat dalam DPT) sebagai alasan untuk membunuh hak pilih seseorang. Semestinya administrasi harus tunduk, tersubordinasi, dibuat lentur, menyesuaikan diri untuk memenuhi hak-hak pemilih. Setiap orang yang punya bukti sah kependudukan semestinya beroleh kesempatan menunaikan hak pilihnya. Kedua, kisruh DPT dipahami sebagai muasal persoalan. Sejatinya, kisruh ini adalah konsekuensi logis dari kekacauan administrasi kependudukan kita. Itu bukanlah sebab, melainkan akibat. Tak satu pun dari empat presiden pada era reformasi yang berhasil menata administrasi kependudukan secara layak. Alhasil, tiga pemilu legislatif (1999, 2004, 2009), satu pemilu presiden (2004), dan lebih dari 450 pemilihan kepala daerah selama satu dasawarsa terakhir dicederai rendahnya kredibilitas data pemilih. Dicederainya hak pilih ratusan ribu — bahkan jutaan — calon pemilih dalam pemilu pada 9 April lalu adalah puncak dari kisruh permanen berulang-ulang itu. Sejak awal reformasi sudah kerap kita dengar beragam rencana pembenahan administrasi kependudukan. Kita juga pernah mendengar rencana komputerisasi data kependudukan dan pemberlakuan nomor identitas tunggal bagi setiap penduduk. Nyatanya, dalam perkara ini kita tak beranjak maju. Ketiga, kisruh DPT dipahami sebagai buah kekeliruan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tentu saja KPU punya andil memfasilitasi tak terkelolanya kisruh itu. Namun, KPU bukan biang keladi sendirian. Menteri Dalam Negeri (yang membawahkan otoritas pendataan dan administrasi kependudukan) dan Presiden (sebagai penanggung jawab tertinggi pengelolaan administrasi pemerintahan) adalah pihak-pihak yang selayaknya ikut bertanggung jawab. Maka, saya sungguh menyesalkan bahwa sampai dengan saat ini belum terdengar sepotong pun permohonan maaf dari KPU, Mendagri, maupun Presiden kepada setiap orang yang hak-hak politiknya dilucuti. KPU terkesan lebih senang membela diri, Mendagri alpa bahwa ia ikut bertanggung jawab, dan Presiden lebih sibuk menyiapkan jalan terlapang menuju termin kedua pemerintahannya. Keempat, banyak partai politik berasumsi bahwa kisruh DPT menyebabkan mereka kalah. Padahal, sungguh sulit mengaitkan serta-merta kisruh itu dengan perolehan suara setiap partai. Tak ada satu teori pun yang bisa membuktikan bahwa kisruh ini menguntungkan secara konsisten partai tertentu dan merugikan partai yang lain. Kisruh ini pun akhirnya hanya sekadar topeng pemanis untuk menyembunyikan ketidaksiapan sebagian partai untuk kalah. Dua perkembangan Dari balik kisruh DPT, mencuat dua kemungkinan perkembangan: perlawanan warga negara atau kemarahan partai-partai. Para calon pemilih yang hak politiknya dicederai punya alasan kuat untuk melakukan aksi kolektif menuntut pertanggungjawaban para pejabat publik terkait. Mereka berhak memperkarakan pelecehan hak-hak politik mereka melalui jalur hukum secara elegan, tanpa kekerasan, dengan melintasi sekat partai atau pilihan politik. Demokrasi harus memberikan jalan lapang bagi perlawanan semacam ini. Tetapi, kita layak cemas. Yang lebih mengemuka justru kemarahan partai-partai. Kisruh DPT boleh jadi hanya dijadikan instrumen politik oleh partai-partai untuk memperkarakan hasil pemilu. Menolak hasil pemilu tentu boleh-boleh saja, tetapi adalah kanak-kanak menjadikan kisruh DPT sebagai alasan pembenar sebuah kemarahan membabi buta. Adalah tak bertanggung jawab menyamarkan ketidaksiapan kalah di balik isu pelecehan hak-hak politik rakyat. Memanjakan kemarahan partai-partai, sambil keluar dari konteks persoalan sesungguhnya, hanya akan memperbesar dosa kita dalam Pemilu 2009. Padahal, alih-alih menambah dosa, semestinya saatnya sekarang kita bertobat, yakni dengan segera membenahi data kependudukan untuk pemilu presiden besok. [EEP SAEFULLOH FATAH Pemerhati Politik dari Universitas Indonesia - Kompas] -------- Menebus Dosa Pemilu Legislatif 2009 Tertib adm kependudukan Rapor pemerintah dan KPU untuk pemilu legislatif kali ini nilainya agak merosot tajam, sehingga banyak menuai protes masyarakat dan berbagai pihak yang berkepentingan. Namun masih ada waktu untuk menebus dosa ini. Silahkan tunjukkan kredibilitas, kualitas dan kepercayaan yang telah diberikan masyarakat selama ini pada pelaksanaan Pemilu presiden Juli 2009 mendatang dengan kualitas pemilu sebaik mungkin. Saat ini presiden, mendagri, gubernur, walikota, bupati, camat dan lurah/kepala desa beserta aparatnya silakan memperbaiki sistim administrasi kependudukan yang ada di daerahnya masing-masing dengan cermat – syukur2 sudah bersifat nasional – No. KTP Nasional [jangan hanya bicara koalisi dan kekuasaan untuk kelompoknya semata – namun tertib administrasi kependudukan juga perlu dipikirkan secara nasional!]. Selain tujuan utama untuk menyempurnakan ketertiban administrasi kependudukan rakyatnya, juga untuk mendukung program agenda nasional seperti halnya pemilu saat ini, sensus nasional, data perekonomian nasional, maupun bagi kelancaran kepentingan yang bersangkutan sebagai warga Negara Indonesia yang baik. Partai-partai yang kalah pun, silakan protes dan menindaklajuti sesuai proses hukum yang berlaku atas ketidaktertiban administrasi kependudukan ini, karena merasa dirugikan, apalagi rakyat yang bersangkutan sepertinya dipaksakan golput oleh aparat yang bertanggung jawab – dengan tidak memasukkan ke DPT. Ini sekaligus sebagai media untuk mencari simpati masyarakat pemilih di pilpres Juli nanti, juga ikut menegakkan hak rakyat dan hukum di Indonesia. Di sisi lain, masyarakat pun harus turut aktif melaporkan diri kepada aparat desa setempat yang berwenang, mumpung sekarang masih jauh-jauh hari untuk dimasukan - di re-inventarisasi – ke dalam DPT [daftar pemilih tetap] - jangan mendadak atau terlalu mepet waktunya, sehingga tidak merepotkan panitia. Kantor kelurahan/kantor desa pun silakan membuka loket khusus untuk menangani masalah penting ini secepat mungkin, sebagai tempat melapor masyarakat, sekaligus untuk update dan menyempurnakan DPT. Saat ini kita bersyukur mengetahui bahwa perkembangan tingkat kesadaran sosial politik dan partisipasi masyarakat Indonesia pada pemilu semakin tinggi - dilihat dari banyaknya protes DPT, sehingga segala kesiapan setiap Panitia pemilu pun akan terus dituntut untuk semakin baik lagi dan transparan di masa mendatang. Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! Best Regards, Retno Kintoko The Flag Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! ERDBEBEN Alarm
SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3