=================================================  
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.   
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Roh dan Substansi Perubahan 
Rabu, 15 April 2009 | 03:27 WIB 
Oleh : Herry Tjahjono 
Manajemen perubahan secara sederhana – sesungguhnya mencakup dua dimensi: 
substanssial dan instrumental. Namun, mayoritas praktik manajemen perubahan di 
berbagai organisasi di negeri ini lebih mengedepankan dimensi instrumental. 
Kasus-kasus alih generasi atau suksesi kepemimpinan di berbagai perusahaan 
lebih suka bicara soal transisi dan aspek teknis-taktis perubahan, seperti 
bagaimana meningkatkan revenue, profit, atau aspek keuangan lainnya, target 
kerja dan produktifitas, membesarkan organisasi dan sejenisnya. Karena itu, 
dari sudut perilaku organisasi, yang terjadi adalah sekedar transisi 
organisasional – dari pundak generasi awal ke pundak generasi berikutnya. 
Demikian pula yang terjadi dalam berbagai perusahaan BUMN. Pergantian 
kepemimpinan, baik bersifat procedural maupun politis, lebih terkait dengan 
dimensi instrumental manajeman perubahan, bersifat aspek teknis-taktis. Itu 
juga sekedar proses transisi dari satu pemimpin lama ke pemimpin baru. 
Eksesnya, muncul sindroma “ganti pemimpin ganti kebijakan” – karena fokus 
pemimpin baru hanya “bagaimana” punya kinerja teknis: meningkatkan keuntungan, 
mengurangi utang, produktivitas, dan seterusnya. 
Karena haya mengedepankan dimensi instrumental, hanya satu sisi mata uang, 
praktik manajemen perubahan di berbagai organisasi tersebut bersifat tidak 
mendasar dan sering going nowhere, mudah goyah dan banyak yang gagal sama 
sekali. 
Tawaran Perubahan SBY  
Sekarang kita lihat “organisasi Indonesia” yang baru usai menggelar pemilu 
legislatif. Kemenangan Partai Demokrat tak jauh dari dinamika ini. Semuanya 
tergambarkan sejak awal masa kampanye. Mari kita bernostalgia lebih dulu, saat 
kemenangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai presiden dalam pemilu 2004 
karena ia menawarkan sebuah (manajemen) perubahan bagi republik (organisasi) 
Indonesia. Kini, baik implisit maupun eksplisit, kampanye Pemilu 2009 juga 
dipenuhi oleh obsesi para pemimpin partai tentang isu (manajemen) perubahan dan 
nyaris semuanya (baik yang langsung maupun tidak) meng-counter semua 
(manajemen) perubahan yang telah dijalankan SBY selama ini. 
Celakanya, hampir semua kopmpetitor SBY dan partai-partai pesaing Partai 
Demokrat menyerang (manajemen) perubahan SBY dari dimensi instrumental saja. 
Ingat, selama berkuasa – terlepas dari berbagai kekurangannya – SBY telah 
menjalankan (manajemen) perubahan dengan dimensi instrumental. 
Meminjam konsep Rhenald Kasali, seorang pemimpin menjalankan perubahan itu 
dengan melewati tahapan “melihat, bergerak, dan menyelesaikan”. Dalam kampanye 
Pemilu 2004, SBY telah “melihat” adanya kebutuhan dan perlunya isu perubahan. 
Lalu, selama memerintah, SBY telah “bergerak” (melaksanakannya). Dan, dalam 
kampanye Pemilu 2009, SBY tinggal melakukan tahapan akhir: “menyelesaikan”. Itu 
sebabnya dengan mantap ia mengusung slogan “Lanjutkan”. 
Maka, semua pemimpin partai yang menyerang SBY lewat (manajemen) perubahan 
dimensi instrumental ibarat menggarami lautan. Tak mempan, rakyat bergumam, 
“ah, sesungguhnya semua cuma bicara yang itu-itu juga. Kalau Cuma begitu, 
mending kita lihat bagaimana SBY “menyelesaikannya” (me-lanjut-kannya)”. 
Contoh paling transparan soal aspek teknis-takstis dimensi instrumental adalah 
PDI-P yang awalnya menyerang habis soal BLT (meski belakangan mengaku bahwa 
merekalah yang memuluskannya dan ikut mengawasi distribusi BLT di lapangan). 
BLT, sekali lagi, sekedar aspek teknis-taktis, tangible. Bicara soal berbagai 
“angka dan bilangan” terkait kemiskinan, pengangguran, pertanian, dan bahan 
pokok murah dan seterusnya, semuanya soal dimensi instrumental. Padahal, untuk 
soal ini SBY tinggal tahap “menyelesaikan”! 
Dimensi Substansial 
Seandainya saja para pemimpin partai lebih jeli melakukan kampanye dengan 
counter (manajemen) perubahan dari dimensi substansial, persoalan mungkin akan 
lain. Dimensi substansial menyangkut cultural-strategis, (relative) intangible 
tetapi sangat mendasar, ada unsure tranformasi organisasional (bukan sekedar 
transisi). Manajemen perubahan dimensi substasial inilah yang jarang disentuh 
oleh para pemimpin perusahaan dan organisasi, termasuk para pemimpin partai 
politik yang berlaga. 
Aspek kultural-strategis terkait dengan nilai-nilai (dasar) bangsa. Ini jauh 
lebih besar dari “sekedar” soal teknis. Contohnya soal “martabat bangsa” yang 
terkoyak-koyak akibat pelecehan dan dehumanisasi atas sekian banyak anak bangsa 
sebagai TKI dan TKW. Ini bukan sekedar teknis-taktis menyediakan lapangan kerja 
agar mereka bekerja di negeri sendiri. Mungkin mereka tetap perlu bekerja di 
luar negeri sebab devisanya demikian besar, tapi persoalannya adalah bagaimana 
membuat negeri ini berwibawa dan disegani sehingga anak-anaknya di luar 
dihormati. Belum lagi soal alat utama sistim senjata TNI yang mengenaskan dan 
kesejahteraan tentara kita di perbatasan yang amat minim. 
Juga nasib buruk seorang mahasiswa bernama David yang “disinyalir” meninggal 
tak wajar di Singapura. Tragedi itu menguap begitu saja. Ah, kan cuma “satu 
orang” mahasiswa. Ini soal martabat bangsa bahwa siapa pun dan berapa pun anak 
bangsa kita, rakyat harus punya keyakinan bahwa kehidupan mereka dijunjung 
tinggi, dilindungi, dibela oleh negerinya sehingga ada kebanggaa dan rasa aman 
menjadi anak bangsa. 
Ada juga nilai terkait “rasa memiliki (bangsa)”. Sekian banyak anak bangsa yang 
diusir dan digusur dari “Ibu Pertiwi”-nya sendiri. Ini bukan soal mereka 
melanggar peraturan dan karena itu sah digusur begitu saja. 
Masih banyak ciontoh lain. Semua terkait dengan nilai-nilai bangsa 
(cultural-strategis) yang mengejawantah lewat aspek martabat bangsa, rasa 
memiliki, kebanggaan, rasa aman, dan lainnya. 
Nyaris tak satu pun pemimpin partai yang mengusung dimensi substansial ini, 
kecuali Prabowo dengan iklan-iklan Gerindra-nya. Justru inilah kelemahan SBY 
sebab ia belum menyentuh dimensi substansial (manajemen) perubahan ini selama 
pemerintahannya. Tegasnya, dimensi inilah sesungguhnya “roh” sebuah (manajemen) 
perubahan. 
Bagi para kompetitor SBY, silakan segera melakukan perubahan strategi 
(kampanye) untuk menawarkan “roh” (manajemen) perubahan ini, selain kesibukan 
berkoalisi kanan-kiri. Jika demikian, sungguh akan jauh lebih menarik “perang” 
perubahan untuk memulihkan martabat bangsa menuju pemilu presiden sesaat lagi! 
[HERRY TJAHJONO Motivator Budaya dan presiden The XO Way, Jakarta – Kompas] 
------- 
Masih ada waktu 
Bagaimanakah para petinggi partai 10 nominator urutan teratas? Yang hari-hari 
ini tentu semakin sibuk saja… Masih ada waktu, untuk menghadapi tantangan, dan 
kesempatan untuk terus berubah, berbenah menuju perbaikan dan kemajuan bagi 
bangsa ini. 
Prestasi, kredibilitas dan perolehan suara partai pada pemilu legislatif yang 
lalu menjadi modal untuk menunjukkan dharma baktinya kepada rakyat dan ibu 
pertiwi ini, melalui wakil-wakilnya yang duduk di Senayan atau bahkan nanti di 
pucuk pemerintahan dan kabinet. 
Maka ketika kemarin (14/4) ada sekitar 14 pemimpin partai bertemu di rumah 
Megawati Soekarnopoetri. Kita senang melihat semangat perubahan yang mereka 
tunjukkan, khususnya berbagai hal kekurangan dan kesalahan KPU/KPUD/PPS dalam 
pelaksanaan pemilu legislatif kemarin – agar masyarakat cepat belajar dan 
semakin mengerti bahwa kesalahan seperti itu telah dan bisa terjadi – mungkin 
juga di masa lalu praktik di lapangan sangat besar kemungkinannya, pun dalam 
berbagai bentuk dan tingkatannya - selanjutnya semua itu untuk diminimalisir 
bahkan dieliminir di Pilpres bulan Juli nanti. Hanya bedanya, sekarang kejadian 
ini mulai diproses melalui jalur hukum yang berlaku. 
Disamping itu pula dari wajah mereka yang bertemu dan bergandengan tangan 
tersebut, terpancar, membuncah, wajah cerah dan merona. Wajah-wajah para 
negarawan yang patut dicontoh dan diteladani rakyat. Mereka menebarkan harapan 
kepada rakyat untuk dapat memperbaiki kesejahteraan, meningkatkan harkat dan 
martabatnya sebagai bangsa Indonesia di masa depan. Walaupun sebagai manusia 
tetap lah tidak sempurna, begitu juga partai-partai dalam open/transparansi 
manajemen organisasinya, pun demikian dalam hal biaya operasional partai dalam 
pemilu legislatif kemarin. Namun kita harus tetap bersyukur pemilu legislatif 
dapat terlaksana dengan aman, lancar dan damai. Sehingga roda ekonomi nasional 
pun berputar cepat, apalagi dolar…. Namun sebagai manusia, organisasi, dan 
Negara pun selalu ingin memperbaiki, ingin terus menyempurnakan diri, tidak 
lain untuk kebaikan dan kemajuan rakyat Indonesia saat ini dan bagi generasi 
Indonesia di masa depan! 
Silakan para pemimpin partai-partai saling beradu argumen membuat public 
opinion, membuat prestasi atau memilih bekerja keras dan praktik langsung di 
lapangan… Masyarakat pun nanti akan memilah, memilih dan mengambil hikmahnya 
yang baik… dalam rangka menyambut dan bertemu kembali di Pilpres Juli 2009! 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm 



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Reply via email to