http://www.facebook.com/note.php?note_id=77341780307 <http://www.facebook.com/note.php?note_id=77341780307&ref=mf> &ref=mf
Oleh : Robert Manurung 1. Kita patut merasa lega dan bangga karena kesadaran politik rakyat Indonesia ternyata sudah sangat tinggi. Buktinya jumlah caleg secara nasional dalam pemilu barusan tak kurang dari 1,7 juta orang. Artinya, di antara 100 pemilih ada satu caleg. Ini pasti rekor dunia. Sedangkan di negara jiran, Malaysia, rasionya 10.000 : 1. 2. Perilaku caleg di Indonesia juga sangat cinta damai. Jika di negara-negara lain para politisi tega melakukan kekerasan, dan bahkan membunuh, demi memenuhi syahwat kekuasaan; di negeri tercinta ini para caleglah yang mati setelah gagal jadi anggota dewan, mulai dari yang terkena serangan jantung sampai yang ikhlas bunuh diri. 3. Masih soal perilaku caleg, ada juga yang lugu, konyol dan menggelikan. Di daerah daerah, sebagaimana diberitakan oleh beberapa stasiun TV, sejumlah caleg meminta kembali barang-barang yang sudah diberikan kepada masyarakat konstituennya. Ada yang berupa alat musik rebana, tabungan di bank, dan bahkan karpet pun ada. Pangkal soalnya gampang ditebak : si caleg kalah alias tidak mendapat suara yang diharapkan dari masyarakat yang telah disogoknya. 4. Sifat pemberitaan media massa sangat cenderung mengobarkan sinisme umum terhadap caleg. Seolah-olah semua caleg adalah politisi busuk. Ironisnya, pada saat yang sama, media massa sangat ramah terhadap caleg dan capres yang beriklan di medianya. Sejatinya, tabiat media massa sama saja dengan semua politisi dan masyarakat awam; yang memaknai serta memanfaatkan panggung politik dan pemilu demi fulus semata-mata. Cuma kelompok golput saja yang bisa dipastikan tidak ikut aji mumpung alias nihilis. 5. Meski belum tersedia data resmi, namun bisa dipastikan Pemilu 2009 telah menimbulkan dampak positif bagi perekonomian nasional, utamanya di bidang jasa, perdagangan, dan sebagian manufaktur. Berdasarkan perkiraan kasar saja kemungkinan perputaran uang yang terkait dengan pemilu tak kurang dari Rp 300 triliun; mulai dari kucuran APBN lewat KPU sampai pengeluaran caleg dan capres untuk belanja iklan, atribut-atribut kampanye, transportasi, komunikasi, artis, sampai uang saku peserta kampanye dan buat "serangan fajar". Dengan kata lain, tidak benar bawa pemilu merupakan pemborosan, tapi malah sebaliknya menjadi instrumen pemerataan ekonomi dengan cara yang serong. Lebih baik dong orang-orang kaya itu membelanjakan uangnya di sini, karena tergiur kekuasaan, daripada mereka hambur-hamburkan di luar negeri, iya kan ? 6. Pemilu 2009 membuktikan untuk kesekian kalinya bahwa rakyat Indonesia sudah sangat dewasa dan matang dalam berdemokrasi. Jika di banyak negara lain masa kampanye dan hari pemilihan selalu menimbulkan kecemasan bakal terjadi kerusuhan, di Indonesia mah asyik-asyik aja. Pada kampanye kemarin masyarakat Indonesia sangat nyantai dan syur, karena hampir semua acara kampanye menyuguhkan konser musik dan goyang erotis biduan-biduan seksi. Dan, partai-partai yang dulunya ngotot menggolkan UU Pornografi, kali ini sengaja melanggar undang-undang "porno" itu demi menghibur rakyat. Baik ya. 7. Bicara soal kontroversi UU Pornografi bakalan tidak habis-habisnya, dan bisa menjadi tindakan pornografi tersendiri. Karena itu baiklah kita batasi membicarakan topik ini hanya terkait dengan PKS. Pertanyaan iseng aja nih : apakah kecenderungan merosotnya dukungan terhadap partai ini lantaran tidak menghidangkan goyang erotis di panggung kampanyenya ? Atau, jangan-jangan manuver PKS yang mempahlawankan Soeharto dalam iklannya yang menuai kontroversi, dan usahanya menyamar seolah-olah partai terbuka, justru dianggap terlalu "erotis" atau masuk kategori pornografi politik oleh para pendukung dan simpatisannya sendiri ? 8. Waktu hari pencontrengan kemaren, suasana di TPS-TPS benar-benar mencerminkan sikap masyarakat Indonesia yang kekeluargaan, ramah-tamah, toleran, dan penuh canda. Meski dilarang oleh undang-undang, masyarakat merasa oke-oke saja saling mempengaruhi bakal pilihan masing-masing. Ada yang mengaku bingung milih siapa atau partai mana; lalu ada yang nyodorin nama caleg dan partai tertentu. Ada juga yang jauh-jauh hari sudah bertekad menerapkan secara konsekwen slogan pemilu yaitu jurdil, alias mencontreng semua kandidat... 9. Masyarakat kita memang punya karakteristik tersendiri yang pasti memusingkan para pakar politik di dunia barat. Kalau buat para pakar makna pemilu adalah mengoreksi dan memperbarui mandat rakyat untuk satu periode ke depan, itu mah terlalu serius buat di sini. Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, pemilu adalah agenda lima tahunan yang penuh berkah, janji-janji kosong, joget, dan kenikmatan bermain-main dengan nasib sendiri. Salah satu contohnya aksi solidaritas spontan masyarakat di lingkungan rumah Wiranto, capres dari Partai Hanura. Mereka masih sakit hati dan merasa ikut dipermalukan ketika Wiranto kalah di TPS di wilayah Bampu Apus (Jakarta Timur) itu dalam Pilpres 5 tahun lalu, yang didramatisir oleh media massa. Makanya dalam pemilu kali ini, semata-mata atas nama solidaritas bertetangga dan demi menjaga citra permukiman mereka, masyarakat di sana membulatkan tekad : Wiranto boleh kalah di tempat lain, tapi tidak di TPS kita . Hasilnya ? Hanura menang telak di TPS itu. 10. Pemilu tak mungkin terselenggara tanpa KPU, dan kali ini kreativitas mereka sungguh luar biasa. Selain berhasil mengubah cara memberi suara dari mencoblos jadi mencontreng, yang berarti harus ada anggaran ekstra untuk sosialisasi, mereka pun sukses besar "menghilangkan" hak pilih jutaan rakyat lewat modus DPT yang amburadul itu. Lebih ajaib lagi, gara-gara tuan-tuan dan puan-puan di KPU itu para arwah pun ikut terdaftar sebagai pemilih. Entah siapa yang diuntungkan oleh kejeniusan KPU yang kelewatan itu... 11. Tak perlu disangsikan lagi, Jusuf Kalla adalah politisi sejati yang sungguh lihai. Hanya puluhan menit setelah hasil Quick Count diumumkan; dan menunjukkan keunggulan signifikan Partai Demokrat; Ketua Umum Golkar yang juga Wapres itu kontan menyampaikan ucapan selamat kepada Susilo Bambang Yudhoyono. Lalu, orang-orang dia menyetel berita di media massa : JK siap berduet kembali dengan SBY. Orang-orang yang tak suka padanya, dan kaum moralis, kontan bereaksi menuding JK sebagai manusia plin-plan. Pasalnya, sebelum pencontrengan dia sesumbar akan maju sebagai calon presiden, bahkan disertai "kecap" bahwa pemerintahannya bakal lebih cepat membawa perubahan dibanding pemerintahan SBY. Orang-orang lupa bahwa makna politik buat JK adalah seni memanfaatkan setiap peluang dan cara untuk (ikut) berkuasa... 12. Orang-orangnya SBY sendiri tak kalah lucunya. Entah karena kelewat mabuk kepayang oleh eforia kemenangan, beberapa politisi Partai Demokrat berulang kali mengatakan kepada media massa bahwa SBY akan bertindak hati-hati dalam menyusun pemerintahan. Buset dah. Emangnya pemerintahan disusun berdasarkan hasil pemilu legislatif ? Sing eling, coy..wong pertandingannya aja belum dimulai... 13. Media massa juga meniup-niupkan bahwa Megawati akan akan membentuk "trio" dengan Wiranto dan Prabowo Subianto. Lho ? Mereka bertiga kan sama-sama pengen jadi capres, berarti "suara satu" semua dong..bagaimana mungkin mereka membentuk "trio" yang kompak dan merdu ? Tulisan ringan ini dikutip dari blog http://tobadreams.wordpress.com/