PRESS RELEASE

KOALISI MERAK PARTAI-PARTAI JAWA TIMUR

BERSAMA

DESA MERAK(DEddy SAurip MEngutamakan RAKyat)

UNTUK

TOLAK HASIL PILEG,

ULANGI PILEG ATAU DUKUNG SBY TANPA PILPRES

Surabaya, 19 April 2009 Jam 19.00





1.      KOALISI MERAK PARTAI-PARTAI JAWA TIMUR mengundang DESA MERAK
untuk bersama-sama menyuarakan TOLAK HASIL PILEG dan menuntut ULANGI
PILEG atau DUKUNG MUTLAK SBY TANPA PILPRES dengan semangat untuk
penyelamatan bangsa dengan dasar sbb:



2.      SALAM DARI TANAH SUCI

Salam dari Jenderal Nagabonar Deddy Mizwar dari Tanah Suci kepada Rakyat
Indonesia, diiringi pesan kepada Elite Penguasa sbb: "Dalam
kesemrawutan sistem kenegaraan yang membelenggu negeri ini, seyogyanya
kawan-kawan para elit penguasa dan partai-partai bersedia untuk
bersatu-padu mengesampingkan kepentingan golongan dan kelompok, serta
berani meletakkan dasar pembaharuan negeri ini berangkat dari Pemilu
yang bersih, transparan sehingga legitimasi pemerintah ke depan kuat
untuk kemudian menata kembali negara secara rasional, sistemik, dan
berdasar akhlak. Sebagai syarat dalam berpacu di era globalisasi sebagai
bangsa yang berbudaya dan setara dengan bangsa-bangsa lain".



3.      PULUHAN JUTA WARGA BANGSA KEHILANGAN HAK MEMILIH MEMBUAT PILEG 9
APRIL MELANGGAR UUD.

·         Prinsip dasar dalam Negara demokrasi adalah kedaulatan
ditangan Rakyat dan  penggunaan hak tersebut yang paling mendasar 
adalah dalam Pemilu. Dalam kenyataannya  Pemilu Legislatif 9 April yang
lalu ditemukan bukti dimana puluhan juta Rakyat yang tidak dapat
menggunakan hak pilihnya.

·         Kalau benar seperti yang diwartakan media massa bahwa
penyimpangan DPT yang begitu signifikan (hingga puluhan juta), maka
Pileg yang lalu  nyata-nyata telah melanggar UUD, karena mengabaikan hak
kedaulatan rakyat.

·         Persoalan fundamental ini tidak bisa diatasi hanya sekedar
dengan memperbaiki DPT untuk PILPRES yang hanya tinggal 2 bulan,
sementara tetap memberlakukan hasil PILEG yang jelas-jelas amburadul dan
sarat kontroversi ini. Apabila ini dibiarkan, maka legitimasi pemerintah
ke depan menjadi amat rawan.

·         Resiko dan betapa besarnya biaya politik yang harus dibayar
kalau proses Pemilu ketahapan berikutnya tetap dilanjutkan. Tertutupnya
saluran politik akibat rendahnya legitimasi DPR dan juga pemerintah,
akan membuat rakyat menggunakan caranya sendiri diluar mekanisme
demokrasi.

·         Jangan lah kita bicara besarnya biaya yang harus disiapkan
untuk mengulangi PILEG. Karena biaya tersebut sangatlah kecil bila
dibandingkan dengan resiko yang bakal dipikul oleh anak bangsa bila
Pileg yang lalu tidak diulangi. Biaya ini juga jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kebocoran APBN tiap tahun, dan apalagi kalau
dibandingkan dengan kasus dana BLBI yang jumlahnya mencapai Rp. 660
Trilyun lebih.

·         Elit bangsa ini juga tidak boleh dibelenggu oleh sistem
hukum yang ada. Karena Undang-undang yang mengatur Pemilu juga buatan
kita sendiri, lagi pula dalam UUD kita memberi kuasa kepada Presiden
untuk mengambil langkah-langkah darurat demi keselamatan dan
kesinambungan demokrasi dan juiga nasib bangsa kita.



4.      SISTEM PEMILU SUDAH DINILAI PUBLIK SEBAGAI SISTEM YANG CURANG.
Dalam era telematika dimana negara lain memanfaatkannya untuk
memperbaiki kinerja sistem sehingga jujur, adil, transparan, efisien,
murah, di Indonesia justru sebaliknya, rancangan sistem pemilu yang
menggabungkan proses manual dan komputerisasi telah menyebabkan
kecurangan dan manipulasi di berbagai titik yang mudah sekali dilakukan
sebagaimana temuan di banyak daerah sbb:

·         Daftar DPT yang tidak sesuai dengan realitas penduduk
seperti bayi, orang mati, banyak dobel, alamat tidak lengkap, jumlah
lebih banyak dari  jumlah penduduk di wilayah tersebut, dll. Ini untuk
dicontreng oleh petugas penguasa.

·         Pemilih walau tercantum dalam DPT namun tidak mendapat
undangan sehingga tidak bisa mencontreng. Ini untuk dicontreng oleh
petugas penguasa.

·         Banyaknya TPS fiktif (plus DPT fiktif) yang dicontreng oleh
petugas penguasa.

·         Karena pelaksanaan PILEG rata-rata hingga sore hari, maka
kotak suara menginap di kelurahan. Ini  jelas rawan penukaran tanpa ada
kontrol. Banyak temuan keterlibatan aparat pemerintah di tingkat desa
(tidak mungkin tanpa instruksi)

·         Jual beli suara juga amat mudah dilakukan sebelum data
entry ke komputer. Apalagi kotak suara tidak akan dibuka kalau tidak ada
gugatan. Istilah di lapangan adalah sistem "ngijon".

·         Sistem komputerisasi tanpa "double engine"
menyebabkan tidak ada backup ketika terjadi crash atau terputusnya
koneksi yang menyebabkan data hilang, sehingga muncul kekacauan pada
angka perolehan suara beberapa caleg.

·         Sistem komputerisasi tanpa diaudit oleh publik melalui
pihak independen, dan tanpa akses terbuka oleh rakyat, telah
dimanfaatkan untuk jual beli suara oleh pihak internal mengingat sistem
besarnya sudah kacau sehingga jual beli suara di komputer menjadi
peluang.

·         Adanya serangan fajar "money politics" (bagi-bagi
uang) atas nama  BLT atau apapun dalihnya telah merusak dan memanfaatkan
kejujuran dan loyalitas rakyat untuk tujuan kepentingan sesaat.



5.      TIDAK PERLU PILPRES DENGAN SISTEM CURANG. HASIL SUDAH DIKETAHUI
DAN TIDAK AKAN LEGITIMATE.

Lalu untuk apa ada PILPRES, yang jelas-jelas akan dilakukan dengan
sistem dan cara yang sama sebagaimana PILEG, sehingga sudah bisa diterka
hasilnya. Sebagaimana hasil quickcount yang diperolah dari hanya 2000
TPS  (0.3% dari total sekitar 600 ribu TPS) dengan amat yakin bahwa
sistem kecurangan sudah bisa dijadikan dasar untuk membuat pernyataan
elite penguasa. Apakah mungkin pernyataan dikeluarkan kalau tidak yakin
bahwa sistem kecurangan demikian sistematik sehingga menjamin hasil
quickcount merefleksikan hasil realcount. Maka, PILPRES hanya pemborosan
dengan hasil yang sudah bisa ditebak. Dan yang pasti hasilnya  tidak
akan legitimate.



6.      DASAR HUKUM PEMILU CACAT DAN MELANGGAR UUD

Apalagi dari dasar hukum Pemilu yang melanggar UUD, melalui intervensi
keputusan MK, telah dipaksakan oleh sekelompok elit penguasa yang
berakibat kepada:

·         Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi), yang tetap
memberlakukan Parliamentary Threshold 2,5% berarti melegalkan perampokan
suara rakyat dari partai-partai kecil menjadi milik partai-partai besar.
Karena nanti, apabila ada caleg dari suatu DAPIL yang mendapat suara
terbanyak namun partainya tidakmendapat 2,5% maka dia tidak dapat kursi.
Suaranya hilang, dan bilangan pembagi untuk mendapatkan kursi mendjadi
lebih menguntungkan partai-partai besar. Kalau nantinya, banyak sekali
caleg-caleg pemenang DAPIL tapi partainya tidak lolos, maka mereka akan
menjadi DPR Jalanan (Tidak dapat kursi).

·         Persyaratan Pencalonan Presiden harus oleh Partai atau
Gabungan Partai yang memiliki 20% kursi di DPR (DPR yang punya kursi)
atau 25% suara sah dalam Pemilu (DPR Jalanan) telah membunuh kemungkinan
munculnya pemimpin-pemimpin yang bisa memberikan harapan pada rakyat.
Masyarakat mulai cerdas dengan mengkaitkan keputusan MK dimana UU Pipres
yang telah jelas-jelas melanggar UUD tersebut, dengan realitas
kecurangan PILEG yang menjamin perolehan suara 20% dari partai penguasa.
Yang selama ini menjadi pertanyaan besar setiap warganegara. Kini
terbukti keterkaitannya secara sistematis, dari mulai manipulasi hukum
sampai teknis operasional dan administratif dan hasil quickcount yang
sudah amat terencana. Bahkan hasil quickcount sudah bisa dijadikan dasar
memberi penyataan.





7.      Dalam kerangka itulah DWITUNGGAL JENDERAL NAGABONAR DEDDY MIZWAR
DAN MAYOR JENDERAL TNI (PURN) SAURIP KADI terpanggil untuk memimpin
GERAKAN RAKYAT, untuk mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat, sebagai
berikut:

·         Menyerukan untuk Ulangi PILEG, yang pelaksanaannya bisa
disatukan dengan PILPRES.

·         Permasalahan mendasar ini tidak bisa hanya diselesaikan
dengan proses hukum semata, karena pelanggaran yang terjadi adalah
pelanggaran terhadapUUD dan kedaulatan rakyat, bukan sekedar pelanggaran
hukum.

·         Menggalang KONTRAK SOSIAL RAKYAT dengan CALON PRESIDEN
menuju perwujudan Negeri MEngutamakan RAKyat (MERAK).

·         Bersama partai-partai pejuang yang tergabung dalam KOALISI
MERAK untuk mengawal dan menantang presiden dan wakil presiden dengan
daftar permintaan rakyat (kontrak sosial) dari seluruh penjuru tanah
air.







Surabaya, 19 April 2009 Jalan Darmo Golf A3/11, Citraland Surabaya.

Siok Lan Liem <liemsiok...@yahoo.com>

Kirim email ke