http://www.gatra.com/artikel.php?id=126022


Dilema SBY Menggandeng Boediono


Susilo Bambang Yudhoyono bakal menggandeng Gubernur BI, Boediono, sebagai calon 
wakil presidennya. Boediono, 66 tahun, bukan orang luar bagi PDI Perjuangan. 
Dia Menteri Keuangan pada era pemerintahan Megawati. Hubungan Boediono dengan 
Megawati cukup dekat. Ketika dipinang SBY untuk menjadi Menteri Koordinator 
Bidang Perekonomian (sebelum menjadi Gubernur BI), Boediono sowan dulu ke 
Megawati. ''Pak Boediono dan Bu Mega berteman baik,'' kata Tjahjo Kumolo, ketua 
Fraksi PDIP DPR RI.

Boleh jadi, langsung atau tak langsung, Boediono menjadi peretas jalan bagi 
upaya rujuknya Demokrat dengan PDI Perjuangan, yang merupakan ''partai 
oposisi'' sejak 2004. Di pemerintahan SBY, Boediono cukup diberi peluang. 
Terbukti, ia dicalonkan sebagai Gubernur BI dan lolos. Namanya terus melesat 
dan masuk daftar 19 nama cawapres SBY. Sebagai orang non-partai, Boediono 
dinilai kelak tidak berpotensi ''merecoki'' kinerja presiden.

Tanda-tanda Demokrat bakal berangkulan dengan PDI Perjuangan memang makin 
menguat. Menjelang pembatalan deklarasi cawapres SBY, Jumat malam pekan silam, 
tiga utusan PDI Perjuangan bertemu SBY. Mereka adalah Sekjen PDI Perjuangan 
Pramono Anung, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Tjahjo Kumolo, dan Puan Maharani, 
putri sulung Megawati Soekarnoputri.

Dalam kunjungan ke kediaman Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di 
Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat kali ini, Menteri Sekretaris Negara 
Hatta Rajasa mengakui, kedatangannya dalam rangka upaya komunikasi politik yang 
sedang dibangun kedua kubu. ''Ada komunikasi yang sangat baik antara saya 
sebagai utusan Pak SBY untuk melakukan komunikasi politik dengan Pak Taufiq, 
Ibu Mega, dan Mas Pram, demi sesuatu yang besar buat bangsa dan negara,'' 
ujarnya. Hatta yang juga tokoh Partai Amanat Nasional (PAN) ini diterima Ketua 
Dewan Pertimbangan PDI Perjuangan Taufiq Kiemas dan Sekjen Pramono ''Pram'' 
Anung. Taufiq dan Pram mengutarakan hal senada.

Apa isi pembicaraan dalam pertemuan tertutup itu? Ini yang belum dibuka kedua 
kubu.

Partai papan tengah yang berkoalisi dengan Demokrat mengancam mencabut 
dukungan. Anis menyatakan kecewa lantaran kubu PKS hanya mendapat pemberitahuan 
dan tidak diajak bicara sama sekali soal itu. Apalagi, Boediono dinilai bukan 
pasangan ideal bagi SBY karena tidak punya basis massa dan tidak 
merepresentasikan figur Islam, seperti diharapkan massa pendukung partai papan 
tengah yang berasaskan Islam. Semasa Boediono menjadi pejabat, kebijakannya 
dinilai tidak pro-rakyat.

PKS (10,54% kursi) bersama PPP (6,96%), PKB (4,64%), dan PAN (7,5%) adalah 
partai papan tengah berasaskan Islam yang berkoalisi dengan Demokrat. 
Partai-partai ini telah meminta SBY mengajak mereka bicara terkait cawapres 
yang akan diusung Demokrat. Para petinggi partai-partai itu telah pula 
mengusulkan cawapres dari masing-masing partai, tapi dicuekin SBY.

Yang happy tentu saja kubu Partai Golkar dan Hanura. Adanya peluang memperoleh 
muntahan koalisi Demokrat itu disambut baik oleh pihak Golkar, yang resmi 
mengusung ketua umumnya, Jusuf Kalla (JK), berpasangan dengan Wiranto dari 
Partai Hanura sebagai capres-cawapres. ''Kami gembira jika mereka bergabung. 
Tentu lebih banyak lebih baik,'' kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Agung 
Laksono, kepada wartawan.

Maklum, dengan perolehan muntahan koalisi tadi, posisi pasangan JK-Wiranto 
dengan slogan ''lebih cepat lebih baik'' praktis akan kuat dalam ajang pemilu 
presiden nanti. Jika ini yang terjadi, Ray Rangkuti memprediksi, pasangan 
JK-Wiranto akan lebih pede bertarung dengan SBY-Boediono, yang notabene 
kehilangan sebagian pendukungnya.

Apakah koalisi Demokrat benar-benar akan pecah dan sebagian di antara partai 
koalisi itu bakal merapat ke JK-Wiranto?

Taufik Alwie, Bernadetta Febriana, Hidayat Gunadi, Anthony, dan Sukmono Fajar 
Turido
[Laporan Utama, Gatra Nomor 27 Beredar Kamis, 14 Mei 2009] 

Reply via email to