================================================= 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia."  
================================================= 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Pemilu 2009 dan Stabilitas Demokrasi
Kamis, 14 Mei 2009  
Oleh : Dimas Oky Nugroho
Unggulnya Partai Demokrat dalam meraih suara pada pemilu legislatif menjadi 
fenomena sekaligus misteri dalam politik Indonesia kontemporer.
Usianya yang baru tujuh tahun berhasil mengubah konstelasi politik nasional dan 
memunculkannya menjadi partai papan atas yang mampu menarik swing voters, 
membongkar “hukum besi” politik aliran dan berbagai klaim basis sosial 
tradisonal.
Dalam partai yang sukses menyatukan berbagai lintas idiologi, prestasi Partai 
Demokrat (PD) ini mEngingatkan prestasi Golkar pada era Soeharto. Saat itu 
Golkar efektif menjadi partai beridiologi tengah atau, meminjam istilah Green 
Pedersen (2008), sebuah pivotal centrist party guna mendukung agenda pemerintah 
Orde Baru dalam stabilitas politik dan pembangunan. 
Namun, berbeda dengan Golkar yang memiliki idiologi dan sistem organisasi yang 
kokoh, kemenangan PD masih bersandar pada popularitas SBY.
Kemampuan negara menjamin hak-hak dasar dan kesejahteraan sosial bagi seluruh 
rakyat seharusnya menjadi ukuran kemuliaan suatu rezim politik dari kegagalan 
Orde Baru, stabilitas politik dan pembangunan ekonomi yang ditopang sistimatika 
pembungkaman dan penebaran ketakutan hanya akan meremukkan bangsa ini dalam 
jebakan otoritarianisme. Namun, belajar dari kemandekan era transisi, kebebasan 
sipil saja tidak cukup. Dibutuhkan kehadiran negara yang stabil dan kuat, 
khususnya kuat dari tekanan kartel dan modal, sebagai prasyarat agar 
kesejahteraan sosial mampu diupayakan dan manfaatnya bisa dirasakan rakyat. 
Negara yang kuat adalah yang melindungi dan memajukan kepentingan nasional dan 
mampu mengamankan hak-hak dasar warga yang majemuk, baik hak politik, maupun 
hak ekonomi sosial budaya.
Menyadari hal ini, kehadiran model partai tengah ala Golkar yang efektif 
mendukung agenda pemerintah sebenarnya masih dibutuhkan. Namun dalam lanskap 
multipartai, bentuknya diwujudkan dalam kekuatan koalisi parpol. Dari peta 
koalisi, sejauh ini PD berniat memimpin koalisi tengah. Pertanyaannya, tanpa 
dukungan partai “penguasa lama lapangan tengah” itu, mampukan koalisi sentral 
yang didesain SBY ini solid dan bertahan?
Jangkar kestabilan
Kehadiran sebuah koalisi partai beridiologi tengah yang reformis akan amat 
bermanfaat bagi stabilnya demokrasi sekalipun menjamin terwujudnya pemerintahan 
yang kuat. Mengutip Mietzner (2008), koalisi tengah berguna sebagai jangkar 
kestabilan politik sekaligus penghapus tajamnya politik idiologi dengan menarik 
ke tengah partai-partai yang ada di “kiri maupun kanan jalan” melalui koalisi.
Namun, penulis memandang integrasi elite sebenarnya merupakan aspek yang lebih 
signifikan. Apalagi menimbang eksistensi aspek ideologi dalam tradisi politik 
Indonesia merupakan realitas sejarah sekaligus aset politik rakyat yang sulit 
dimusnahkan. Penelitian Higley dan kawan-kawan (1991) menunjukkan, demokrasi 
dapat stabil melalui struktur dan jejaring interaksi antar elite yang 
memungkinkan mereka mengakses sejumlah arena utama perumusan kebijakan.
Dengan demikian, elite meski idiologi berbeda secara ekstrem, akan menjaga 
stabilitas politik dan demokrasi jika merasa system yang berlangsung mampu 
memberikan manfaat bersama.
Pertemuan Amien Rais, tokoh Partai Amanat Nasional yang kritis terhadap 
pemerintahan SBY-JK, beberapa waktu lalu, merupakan contoh bagaimana perspektif 
integrasi elite bekerja. Keputusan Amien mendorong PAN berkoalisi dengan PD, 
the winning side, merupakan pilihan rasional yang memungkinkan PAN dengan 
segala kepentingannya terlibat dalam pemerintahan.
Ketika elite mau mengompromikan perbedaan, lalu berhasil membangun jejaring 
politik dan komunikasi konsensual, sekalipun informal, di sanalah stabilitas 
demokrasi dan pemerintahan dapat dipertahankan.
Menunggu
Selanjutnya, politik menunggu ketulusan SBY dan kearifan Megawati dalam politik 
kontemporer untuk bersilaturahim dan membangun komunikasi. Peran sentral 
keduanya akan berdampak bagi stabilnya demokrasi Indonesia.
Kita berdoa, di tikungan terakhir perjalanan politik mereka, para elite 
generasi transisi ini tulus bekerja keras demi kedaulatan dan kesejahteraan 
rakyat. Budi baik mereka akan dikenang sejarah dan menjadi inspirasi generasi 
politik selanjutnya.  [Dimas Oky Nugroho Peneliti di Democracy an conflict 
Governance Institute Universitas Airlangga.]
--------
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke