================================================= THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme Indonesia." ================================================= [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia Quotient] Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. "Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." Predator Demokrasi Jumat, 15 Mei 2009 Oleh : Kurniawan Muhammad Arah koalisi yang tengah dibangun partai-partai saat ini memperjelas siapa saja yang akan bertarung pada pilpres nanti. Konfigurasi politik saat ini relatif baru. Namun, pada saat bersamaan, hal ini dapat diterjemahkan sebagai bantuan sirkulasi the ruling group karena pertarungan pilpres nanti hanya akan menjadi pertarungan elite lama, yang jika meminjam istilah Vedi Hadiz, mereka bisa disebut dengan istilah predator. Mereka adalah petarung lama dengan warisan lama pada era baru. Ajang tarung predator Dengan jelas rantai predator ini bisa kita lihat. SBY, karier politiknya tidak bisa dilepaskan dari perannya di Fraksi ABRI pada era Soeharto. Begitu pula Jusuf Kala, Wiranto, dan Prabowo, warisan Golkar terlalu kental melekat di badan mereka. Megawati, meskipun berupaya hadir sebagai new hero, karier politiknya yang dirintis sejak 1986 sebagai anggota DPR membuat capres dari PDI-P ini masuk kategori ini. Dengan demikian, pilpres nanti hanya akan diramaikan oleh pewaris rezim lama yang seharusnya hilang dari sirkulasi elite 10 tahun lalu. Atas terulangnya fenomena ini, ada dua hal yang perlu disimak. Pertama, era pasca-Soeharto tidak mampu menghasilkan kelompok baru yang kuat. Meski demokrasi liberal saat ini telah menyediakan ruang yang luas bagi siapa pun untuk mengaktualisasikan kepentingannya, jika tidak diiringi munculnya aktor baru yang kuat yang mampu mengambil alih kendali kuasa yang ada, maka ruang kuasa hanya akan dicaplok oleh kelompok predator. Fakta ini adalah konsekuensi logis dari warisan Orba yang secara sistimik memandulkan mereka selama ledih kurang 32 tahun. Akhirnya, mereka minim pengalaman, kapasitas, dan kemampuan. Kedua, kekosogan inilah yang kemudian berhasil dimanfaatkan para elite yang pernah masuk lingkaran rezim lama, yang pasti membawa warisan rezim itu, untuk merebut kembali tali kuasa yang sempat mereka rasakan. Mereka tahu nikmatnya berkuasa. Mereka mapan secara jaringan, pengalaman, dan modal. Dengan bekal yang mereka bawa, kelompok ini akhirnya mengambil alih kembali kontrol kuasa yang ada dengan format dan cara yang baru. Kuasa ekonomi yang mereka miliki sebagai warisan rezim lama akhirnya menjadi faktor determinan dalam iklim politik liberal saat ini. Ditambah dengan basis sistem ekonomi liberal yang minim, akuntabilitas dan transparansi, mempersulit kelompok baru untuk menembus bahkan hanya untuk sekedar menyaingi kelompok predator ini. Kondisi inilah yang menyebabkan sirkulasi elite tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Kelompok baru yang diharapkan lahir dari perputaran ini terpaksa tersingkir karena kebuntuan modal. Dengan demikian, dengan format dan sistem yang baru kini, hanya kelompok predator yang mampu bertahan dan akhirnya berhasil meraih kembali kendali kuasa yang lebih legitimate dan demokratis. Namun sejatinya harus berani kita katakan, kondisi demikian sebenarnya menunjukkan tidak adanya sirkulasi elite baru, yang ada hanya rotasi kuasa dalam kelompok aktor yang sama. Menunggu lima tahun Seharusnya trasisi politik yang sudah dijalani hampir 10 tahun mampu melahirkan the new ruling class. Sebab, itulah salah satu pesan perubahan tahun 1998; adanya pemimpin baru tanpa warisan rezim lama. Pemilu 2009 yang diharapkan mampu menjawab kebuntuan relasi kuasa sudah hampir bisa dipastikan kembali gagal untuk diwujudkan. Lima tahun ke depan adalah harapan terdekat yang bisa diharapkan, sebab tak ada lagi harapan untuk melihat tampilnya sosok pemimpin baru yang benar-benar lahir dari rahim reformasi pada 2009 ini. Kecuali, para predator ini sadar diri bahwa mereka bukan pewaris sah kuasa negeri ini pasca-1998. [Kurniawan Muhammad Graduate Student, Political Science Ritsumeikan University, Jepang - Kompas]. -------- Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! Best Regards, Retno Kintoko The Flag Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! ERDBEBEN Alarm
SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3