Bernapas di Ruang Hampa

By: agussyafii

Suatu hari sekitar jam dua siang, tiba-tiba datang seorang perempuan muda 
sekitar usia 30 tahun, datang ke rumah Amalia. Dari email yang saya terima 
awalnya dirinya mengaku seorang mahasiswi. Setelah berkenalan akhirnya dia 
mengaku bukan mahasiswi namun seorang ibu rumah tangga. Setelah ditanyakan apa 
maksud kedatangannya, dengan terbata-bata dan berlinangan air mata ia 
mengatakan bahwa hampir saja ia bunuh diri. 'saya bagai bernapas diruang 
hampa..mas' tuturnya.

Menurut penuturannya, pagi itu dirinya sedang kusut fikiran  dan saking 
kalutnya ia bermaksud bunuh diri Pada saat itu aliran listrik  di lingkungan 
tempat tinggalnya sedang mati, dan ketika  baygon sudah dituang ke gelas, 
ketika sedang dipegang untuk diminum, tiba-tiba listrik menyala dan televisi 
langsung berbunyi. Seperti diatur sutradara, suara di ternyata berisi siaran 
pengajian dari seorang ustadz  dalam ceramahnya menyebutkan dosanya orang bunuh 
diri.

Katanya, dirinya menjadi tersentak kaget dan langsung timbul kengerian serta 
takut melihat gelas yang sudah dituangi baygon. Secara reflek dirinya itu 
kemudian lari keluar rumah tanpa ingat mengunci pintu dan langsung naik metro 
mini yang kebetulan sedang berhenti, juga tanpa mengetahui entah mau ke mana. 
Tanpa disadarinya kendaraan itu menuju ke arah ciledug. Maka diniatkan untuk 
mampir ke Rumah Amalia.

Dari penuturannya dapat disimpulkan bahwa problem kejiwaan sang ibu merupakan 
problem perkawinan, problem hubungan interpersonal suami dan isteri. Mereka 
telah menempuh bahtera rumah tangga selama delapan tahun, belum dikaruniai 
keturunan.  Ekonomi rumah tangga mereka relatif tercukupi, terbukti bahwa 
mereka telah memiliki rumah yang layak huni, suaminya bekerja di perusahaan 
swasta dengan gaji yang mencukupi. Isterinya, meskipun pernah mengecap 
pendidikan tinggi sampai sarjana muda tetapi tidak bekerja. Praktis setiap hari 
kerja, isterinya hanya tinggal sendirian, sementara suami pulang kerja sekitar 
jam enam-tujuh sore.

Barangkali pasangan suami isteri itu sudah sangat merindukan keturunan, tetapi  
diantara mereka tak pernah secara serius membicarakan problem itu. Sang isteri 
adalah tipe perempuan yang sangat setia dan percaya kepada suami. Menurut 
ceriteranya selama delapan tahun hidup sebagai suami isteri tidak pernah 
cekcok. Sang isteri meski harus selalu sendirian di rumah setiap hari pada 
jam-jam kerja suaminya, tetapi kepercayaan dan kesetiaannya kepada suami 
membuatnya tetap tenang. Rasa percaya diri dan ketenangan isteri antara lain 
diperkuat oleh sejarah masa lalu, ialah bahwa sang suami adalah mahasiswa yang 
dahulu kost di rumah orang tuanya, dan ketika kiriman biaya kuliah terputus 
dari kampungnya di luar Jawa, orang tua sang ibu itu kemudian menolong 
membiayai kuliahnya sampai selesai dan akhirnya diambil menantu.

Tanpa ada tanda-tanda mencurigakan, tiba-tiba suaminya menjadi acuh, dan sering 
tidak menyentuh kopi dan makanan yang disediakan oleh isteri yang setia itu. Ia 
berusaha mencari tahu problem apa yang sedang mengganggu suaminya, samar-samar 
terdengar berita bahwa suaminya pacaran dengan perempuan lain sekerja di 
kantor. Tetapi setiap ditanyakan, suaminya diam membisu, semakin ditanya 
semakin membisu. Sang isteri sebagai orang yang selalu berfikir positif tentang 
suaminya, masih belum percaya bahwa suaminya  ada main dengan perempuan lain, 
tapi didiamkan oleh suami selama seminggu merupakan beban yang sangat berat, 
apa lagi di rumahnya yang cukup besar itu memang tidak ada orang lain yang bisa 
diajak bicara.
  
Ketika kebisuan suami mencapai hari yang ke lima belas, kekalutan fikiran itu 
tak tertanggungkan. Ia tidak tahu harus apa, karena selama ini hatinya 
tertumpah seluruhnya untuk suaminya. Di diamkan suami adalah kiamat baginya. 
Kekalutan fikiran dan perasaannya membuatnya lupa siapa dirinya dan untuk apa 
ia hidup. Dunia terasa gelap, dan kaki tak bisa lagi menginjak bumi.  Pada hari 
ke lima belas itulah, ketika jiwanya tak mampu lagi menanggung derita 
didiamkan, ia mengambil keputusan untuk menyudahi problemnya dengan meminum 
baygon. Untunglah suara televisi yang tiba-tiba terdengar setelah listrik di 
rumah menyala mengembalikan kesadarannya, dan menyelamatkannya dari mati 
sia-sia.

Dari penuturan yang disampaikannya itu sambil terisak-isak menangis tetapi 
lancar, nampak jelas  bahwa penyebab kekalutan fikiran itu lebih banyak 
disebabkan oleh  kapasitas jiwanya yang sempit untuk menampung derita. Ia 
termasuk tipe perempuan yang lugu, halus perasaannya dan tak pernah berfikir 
negatif pada suaminya. Baginya suami adalah segalanya yang tak mungkin 
melakukan sesuatu yang menyakiti hatinya. Jika samar-samar mendengar issu minor 
tentang suaminya, ia lebih dahulu menepis dengan berkata dalam hati bahwa issu 
itu pasti tak benar. Baginya kepulangan suami, teguran sapa suami sudah 
merupakan bukti bahwa issu dari luar itu tidak benar. Ia lebih percaya kepada 
suami dibanding kepada orang lain. Ia hanya mendengar kata-kata suami dan 
menutup rapat kedua telinganya dari kata-kata orang lain.  Hal itulah yang 
menyebabkan bahtera rumah tangga berjalan aman selama delapan tahun meski belum 
dikaruniai seorang anak.

Oleh karena itu  ketika suaminya mulai cuek kepadanya, ia merasa tertekan 
karena ia tidak memiliki jendela lain untuk berkomunikasi. Pusat perhatiannya 
dalam menghadapi kecuekan suaminya hanya satu, yaitu menunggu kapan kekakuan 
itu mencair. Ketika kecuekan suaminya meningkat menjadi membisu, perasaan 
tertekan itu menjadi semakin dalam, seperti balon yang selalu ditiup, menunggu 
meledak.  Pada hari ke lima belas dari membisunya suami itulah "balon" jiwanya 
meledak, mencari penyelesaian dengan cara bunuh diri. Ia tidak menemukan jalan 
lain selain bunuh diri, karena jiwanya tidak mempunyai jendela, tidak mempunyai 
ventilasi, karena salurannya hanya satu yaitu kepada suami tercinta. 

Jika saluran satu-satunya itu rapat, maka hanya ada satu jalan keluar, yaitu 
meledak. Untunglah suara televisi yang tiba-tiba berbunyi 'menyelamatkannya.' 
Melihat tipologi kejiwaan wanita itu maka saya menanyakan kembali sudah berapa 
lama suami mendiamkannya. Dengan sangat antusias ia menyebut angka lima belas, 
seakan angka lima belas itu adalah jumlah yang sangat besar. Mengapa angka lima 
belas itu dipandang sebagai jumlah yang sangat besar adalah karena dirinya itu 
tidak memiliki bandingan angka lain.

Saya berusaha untuk mengubah cara pandangnya itu tentang ukuran besar dan 
kecil. Saya mengatakan bahwa lima belas hari itu waktu yang sangat pendek, 
sebab ada orang lain yang didiamkan suaminya sampai tiga bulan, dan setelah 
dilewati dengan sabar akhirnya keadaan pulih kembali seperti sedia kala. Saya 
mengatakan padanya agar sabar menanggung perasaan itu sampai tiga bulan, Insya 
Alloh nanti jalan ke luar akan datang dengan sendirinya.

Rupanya, angka tiga bulan itu kemudian menjadi angin yang meniupkan harapan 
baginya, sehingga setelah pertemuan hari itu, ia sering melaporkan perkembangan 
hubungannya dengan suaminya kepada saya melalui surat. Ia selalu menghitung 
hari-hari yang dilewatinya, dan dengan cemas menunggu habisnya waktu tiga bulan 
itu. Saya tahu bahwa tidak ada jaminan  setelah tiga bulan itu kebisuan 
suaminya akan mencair, tetapi kurun waktu itu sekurang-kurangnya memberikan 
peluang kepada perempuan itu untuk melihat dunia lain, bahwa dalam hidup itu 
banyak kemungkinan, ada pertemuan, ada perpisahan, ada pertemuan kembali, ada 
juga pertemuan dengan yang baru dan sebagainya, dan bahwa kesemuanya itu 
mengandung hikmah asal bisa memetiknya. Ia harus bisa melihat bahwa hidup itu 
bukan hitam putih, tetapi berwarna-warni.

Rumah tangga pasangan itu akhirnya tidak dapat diselamatkan, tetapi diri sang 
ibu itu dapat menerima kenyataan. Setelah ia berpindah kota dan telah 
berkeluarga kembali. 'alhamdulillah, sekarang saya menjadi lebih baik Mas Agus 
syafii. Saya lebih bisa mendekatkan diri saya kepada Alloh SWT dan akhirnya 
saya menemukan laki2 yang sholeh.' tuturnya dalam email. 'Dan saya telah 
memiliki satu putri yang cantik. Kami keluarga bahagia.'


Wassalam,
agussyafii

---
Tulisan ini dalam rangka kampanye program 'Festival Amalia Mendongeng'(FAM). 
Senin, tanggal 20 Juli 2009, di Rumah Amalia, Jl. Subagyo Blok ii 1, no.23 
Komplek Peruri, RT 001 RW 09, Sudimara Timur, Ciledug. TNG. Program 'Festival 
Amalia Mendongeng (FAM)' mengajak, Yuk, Mendongeng..Mendidik anak dengan 
mendongeng itu sungguh mengasyikkan. Manfaatkan mendongeng untuk menanamkan 
nilai-nilai kearifan, juga mendidik anak untuk lebih Percaya Diri dan memancing 
Kreatifitas Anak serta juga menjalin hubungan cinta kasih antara orang tua dan 
anak. Mari..dukung program kegiatan 'Festival Amalia Mendongeng (FAM)' melalui 
http://agussyafii.blogspot.com, 
http://id-id.facebook.com/people/Agus-Syafii-Muhamad/861635703 atau sms 087 
8777 12431



      

Kirim email ke