Pernyataan KPU tentang akan menghapus Pemilih Fiktif dalam DPT, semakin 
membuktikan Pemilihan Legislatif dan Pilgub Jatim kemarin "Memang ada Pemilih 
Fiktif" dalam DPT, berikut kutipan dr Harian Suara Pembaruan :

KPU Hapus Pemilih Fiktif


[JAKARTA] Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menghapus pemilih fiktif saat dalam 
Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilpres 8 Juli mendatang, yang sebelumnya masuk 
dalam DPT pemilu legislatif 9 April lalu. 

Seiring dengan itu, KPU juga akan mengakomodasi pemilih baru yang memenuhi 
syarat, namun belum masuk dalam DPT pemilu legislatif. Diperkirakan, jumlah 
pemilih dalam pilpres nanti akan lebih banyak ketimbang pemilu legislatif.

Demikian diungkapkan dua komisioner KPU, yakni Endang Sulastri dan 
Syamsulbahri, di Jakarta, Kamis (28/5). Endang memastikan, pada Minggu (31/5) 
nanti, DPT Pilpres akan diumumkan. "Hari ini (Kamis), daftar pemilih sementara 
ditetapkan di tingkat kabupaten/kota," katanya.

Terkait pemutakhiran data pemilih, Endang menjelaskan, KPU telah memerhatikan 
untuk mengakomodasi pemilih-pemilih baru yang memenuhi persyaratan ke dalam 
daftar pemilih pilpres mendatang. 

"Namun, masyarakat juga perlu mengetahui bahwa pemutakhiran ini juga mencakup 
penghapusan pemilih yang tidak memenuhi syarat termasuk pemilih fiktif," 
katanya.

Secara terpisah, Syamsulbahri memprediksi jumlah pemilih yang masuk DPT Pilpres 
akan bertambah. Indikasinya, dari kunjungan ke 3 wilayah di DKI belum lama ini 
untuk memantau proses pemutakhiran DPS, rata-rata ada kenaikan 7 persen. 

Kendati demikian di beberapa daerah ada pengurangan jumlah pemilih. "Tetapi 
secara umum trennya terjadi penambahan dalam pemutakhiran DPS Pilpres, sehingga 
jumlah pemilih dalam DPT Pilpres akan bertambah dibanding DPT pemilu legislatif 
yang sebanyak 171.265.366 orang," ungkapnya.


Pertanggungjawaban

Sementara itu, terkait dengan disetujuinya hak angket tentang daftar pemilih 
tetap (DPT) Pemilu Legislatif 2009, KPU siap memberi penjelasan ke DPR. Kendati 
demikian, KPU berpendapat bahwa hak angket itu adalah hak bertanya parlemen 
kepada pemerintah, sehingga KPU bukan bagian di dalamnya, kecuali DPR 
mengundang KPU sebagai pihak yang terkait dengan masalah DPT tersebut. "Sebab 
ada peran KPU dalam penetapan DPT, walaupun tidak 100 persen," kata komisioner 
KPU, Andi Nurpati, Rabu (27/5). 

Andi mengungkapkan, hak angket DPT sebaiknya menjadi momentum untuk mengoreksi 
kekurangan dalam UU Pemilu, terutama pasal-pasal yang terkait dengan DPT. 

Dia menjelaskan, pembentukan DPT diambil dari nomor induk kependudukan (NIK). 
"Masalahnya, apakah Indonesia saat ini sudah mempunyai NIK yang cukup memadai," 
ujarnya.

Terkait hal tersebut, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 
(FPDI-P) Gayus Lumbuun menegaskan, pengajuan hak angket adalah untuk mencari 
kejelasan siapa yang harus bertanggung jawab atas hilangnya hak pilih lebih 
dari 40 juta warga negara saat pemilu legislatif lalu. 

"Pengajuan hak angket ini tidak ditujukan untuk kepentingan politik, tetapi 
untuk mencari kejelasan sejauh mana telah terjadi pelanggaran hukum atau 
pelanggaran hak-hak warga negara dalam pemilu legislatif," jelasnya, Kamis 
pagi. 

Dia mengungkapkan, jika hasil penyelidikan akhir dari hak angket itu ditemukan 
adanya pelanggaran hukum, DPR akan merekomendasikan kepada penegak hukum agar 
memberi tindakan hukum kepada mereka yang melanggar. 

Secara terpisah, Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuzy 
meminta agar hak angket DPT pemilu legislatif yang diloloskan DPR jangan 
dilihat dari kacamata politik.

"Tidak ada hubungannya sama sekali dengan koalisi politik apalagi tawar-menawar 
soal posisi (menjelang pilpres). Persoalan ini juga tidak ada hubungannya 
dengan pengalihan dukungan kepada koalisi-koalisi (capres) lain," katanya.

Dia mengakui, ada 11 anggota Fraksi PPP yang ikut menyetujui hak angket. 
"Tetapi, persetujuan itu tidak bermaksud menggembosi koalisi yang sudah 
terbentuk antara Demokrat dengan PPP," tegasnya.

Romahurmuzy menekankan, hak angket ini lebih merupakan usaha untuk mencari akar 
masalah hilangnya hak pilih jutaan warga negara dalam pemilu legislatif lalu. 
"Ini bagian dari upaya agar kesalahan yang sama tidak terulang dalam pilpres 
men- datang," ujarnya.

Dia juga menegaskan, persetujuan yang diberikan 11 anggota FPPP tidak 
mengurangi sedikit pun dukungan partainya kepada koalisi yang dipimpin Partai 
Demokrat yang mengusung pasangan SBY-Boediono dalam pilpres mendatang.


Hal senada disampaikan Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Sayuti Asathry. 
Menurutnya, dukungan terhadap hak angket yang disampaikan tiga anggota Fraksi 
PAN (FPAN) di DPR, adalah bagian dari upaya untuk menghasilkan data pemilih 
yang akurat untuk pilpres.

Menyikapi hal tersebut, Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD) di DPR, Syarif Hasan 
mengungkapkan, pihaknya tengah berkomunikasi intensif dengan FPAN, FPPP, dan 
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, terkait dukungan terhadap hak angket. 
Pihaknya berharap ada saling pengertian di antara fraksi-fraksi di DPR yang 
partainya berkoalisi dengan Demokrat. 

Melalui komunikasi intensif tersebut, Syarif juga berharap agar "akrobat 
politik" yang dimainkan anggota ketiga fraksi tersebut tidak terus berlangsung. 
"Saya kira kejadian-kejadian seperti ini tak ada lagi ke depan. Ini yang sedang 
kita komunikasikan," katanya.

Sementara itu, informasi yang diperoleh SP menyebutkan, 16 anggota FKB yang 
mendukung hak angket DPT, karena kecewa tak dilibatkan dalam 
pembicaraan-pembicaraan koalisi dengan Demokrat, termasuk pembicaraan soal 
power sharing. "Dalam pembicaraan koalisi dengan Demokrat, lebih banyak yang 
diundang Muhaimin Iskandar (Ketua Umum DPP PKB), tapi anggota-anggotanya banyak 
yang tak dilibatkan," ujarnya.


Bakal Redup

Menanggapi hak angket yang bergulir di DPR saat ini, dua pakar politik, yakni 
Syamsudin Haris dan Bachtiar Effendi memperkirakan nasibnya akan kandas seperti 
beberapa hak angket yang sebelumnya bergulir di Senayan.

"Nasib hak angket DPT ini bakal sama dengan hak angket kenaikan harga BBM 
sebelumnya yang meredup. Karena sekadar ungkapan perlawanan terhadap 
pemerintah," kata Syamsudin Haris.

Pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut menilai, 
hak angket tentang kekisruhan DPT pemilu legislatif ini pun tak lepas sebagai 
upaya meraih simpati publik. 

Senada dengan itu, Bachtiar Effendi memperkirakan, antusiasme wakil rakyat yang 
menggulirkan hak angket DPT akan tenggelam seiring kesibukan dan fokus pada 
upaya memenangkan pilpres.

Perjalanan proses hak angket ini juga akan kental nuansa politik dan konsensus 
yang pada akhirnya meredupkan penyelidikan. "Substansi hak angket ini sebagai 
alat politik untuk melemahkan posisi Partai Demokrat," katanya. 

Pendapat serupa dinyatakan pakar politik dari Universitas Gadjah Mada 
Yogyakarta, Ari Dwipayana. Menurutnya, hak angket yang bergulir di DPR saat ini 
tak lebih merupakan manuver untuk kepentingan sesaat para anggota DPR, sehingga 
tidak benar jika dimaknai sebagai pecahnya koalisi yang dibangun oleh elite 
parpol. Menurut pengamatannya, anggota Dewan yang menyetujui hak angket DPT 
tersebut sebagian besar tidak terpilih lagi dalam pemilihan legislatif lalu.

"Banyak anggota DPR yang tidak terpilih lagi dan mereka berada dalam masa 
transisi yang tidak menyenangkan. Jadi tampak jelas bahwa gerakan itu hanyalah 
manuver jangka pendek," katanya. [EMS/J-11/152/R-15/L-10]

http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=8264





      

Kirim email ke