Refleksi :  Lantas yang teriak-teriak ekonomi rakyat itu tahu apa yang mereka 
teriakan?

Jawa Pos
 Jum'at, 29 Mei 2009 ] 


Belajar Ekonomi 42 Tahun, Miranda Goeltom Tak Tahu Neoliberal 


JAKARTA - Dua srikandi ekonomi Indonesia, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 
Miranda Goeltom dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, ikut-ikutan dibuat repot oleh 
polemik soal paham ekonomi neoliberal. Keduanya harus menjawab pertanyaan 
anggota DPR dari PDI-Perjuangan Ramson Siagian tentang kebijakan ekonomi 
Indonesia yang condong ke neoliberal.

Sebelum menjawab pertanyaan yang berbau tuduhan itu, Miranda mengaku sampai 
harus mencari buku-buku tentang neoliberal. "Terus terang saya tidak tahu apa 
itu neoliberal," ujar Miranda dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan DPR di 
Jakarta, kemarin (28/5). Miranda mengaku selama 42 tahun belajar ekonomi, dia 
tidak tahu neoliberal.

Dari hasil mencari buku-buku kembali untuk mempelajari neoliberal itu, Miranda 
malah tidak memperoleh kejelasan soal neoliberal. Apalagi, jika dikaitkan 
dengan kebijakan pemerintahan SBY. "Jadi, saya yakin betul, jangankan di 
pemerintah, di institusi seperti bank sentral saja tidak ada persaingan bebas," 
ujar Miranda. 

Namun, jika yang dimaksud kebijakan ekonomi bebas 100 persen dan tidak ada 
campur tangan pemerintah, Miranda mengaku tidak sepakat. Menurut dia, Indonesia 
tidak seperti itu. Pemerintahan yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
dari awal hingga lima tahun usianya juga tidak seperti penganut paham ekonomi 
liberal. 

Bagaimana dengan Sri Mulyani ? senada dengan koleganya, Ani, panggilan akrab 
Sri Mulyani, juga membantah tudingan sejumlah kalangan bahwa pemerintah saat 
ini penganut paham ekonomi neoliberal. "Selama ini kalau dilihat lima menit 
saja, pemerintah tidak mungkin menerapkan sistem neoliberal," ujar Ani. "Jika 
orang yang ahli seperti Pak Ramson melihat dua detik saja pasti juga tahu, 
bahwa kita bukan neoliberal," tambahnya.

Dia memberikan contoh jaminan kesehatan masyarakat, subsidi bahan bakar minyak, 
bantuan langsung tunai, beras miskin, program nasional pemberdayaan masyarakat 
(PNPM), kredit usaha rakyat untuk wong cilik. "Jadi, kita tidak neoliberal." 
(sof/kim)

Kirim email ke