Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan tentang bagaimana tata cara
perceraian di Pengadilan Agama maupun di Pengadilan Negeri berikut
disampaikan tata cara perceraian sebagaimana diatur dan ditetapkan
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG
NOMOR I TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN :

Pasal 14
Seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam,
yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada Pengadilan di
tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud
menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta
kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.

Pasal 15
Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang dimaksud dalam
pasal 14, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
memanggil pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu.

Pasal 16
Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang pengadilan untuk
menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila memang
terdapat alasan seperti yang dimaksud dalam pasal 19 Peraturan
Pemerintah ini, dan pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri
yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi
dalam rumah tangga.

Pasal 17
Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud dalam Pasal 16, Ketua Pengadilan membuat surat keterangan
tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat Keterangan itu dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian.

Pasal 18
Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan
didepan sidang Pengadilan.

Pasal 19
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau
karena hal lain diluar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.

Pasal 20
(1) Gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman
tergugat.
(2) Dalam hal kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau
tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan
kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(3) Dalam hal tergugat bertempat kediaman diluar negeri, gugatan
perceraian diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
Ketua Pengadilan menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat
melalui Perwakilan Republik Indonesia setempat.

Pasal 21
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf b,
diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman penggugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diajukan setelah lampaui 2
(dua) tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
(3) Gugatan dapat diterima apabila tergugat menyatakan atau menunjukkan
sikap tidak mau lagi kembali kerumah kediaman bersama.

Pasal 22
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam pasal 19 huruf f,
diajukan kepada Pengadilan ditempat kediaman tergugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup
jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan
pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang
yang dekat dengan suami isteri itu.

Pasal 23
Gugatan perceraian karena alasan salah seorang dari suami isteri
mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat
sebagai dimaksud dalam Pasal 19 huruf c maka untuk rnendapatkan putusan
perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan
Pengadilan yang memutuskan perkara disertai keterangan yang menyatakaan
bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Pasal 24
(1) Selama berlangsungnya gugatan perceraian atas permohonan Penggugat
atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin
ditimbulkan. Pengadilan dapat mengizinkan suami isteri tersebut untuk
tidak tinggal dalam satu rumah.
(2) Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat
atau tergugat,
Pengadilan dapat:

a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;
b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak;
c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang
barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang
menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri.

Pasal 25
Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri meninggal sebelum
adanya putusan Pengadilan mengenai gugatan perceraian itu.

Pasal 26
(1) Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan
perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan
dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.
(2) Bagi Pengadilan Negeri panggilan dilakukan oleh juru sita; bagi
Pengadilan Agama panggilan dilakukan oleh Petugas yang ditunjuk oleh
ketua Pengadilan Agama.
(3) Panggilan disampaikan kepada pribadi yang bersangkutan. Apabila
yang bersangkutan tidak dapat dijumpai, panggilan disampaikan melalui
Lurah atau yang dipersamakan dengan itu.
(4) Panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dan disampaikan
secara patut dan sudah diterima oleh penggugat maupun tergugat atau
kuasa mereka selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum sidang dibuka.
(5) Panggilan kepada tergugat dilampiri dengan salinan surat gugatan.

Pasal 27
(1) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal
20 ayat (2), panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada
papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau
beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh
Pengadilan.
(2) Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass
media tersebut ayat (1) dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan tenggang
waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.
(3) Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud dalam
ayat (2) dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
bulan.
(4) Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat (2)
dan tercatat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa
hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak
beralasan.

Pasal 28
Apabila tergugat berada dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (3) panggilan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia
setempat.

Pasal 29
(1) Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Hakim
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya
berkas/surat gugatan perceraian.
(2) Dalam menetapkan waktu mengadakan sidang pemeriksaan gugatan
perceraian perlu
diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan
tersebut oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka.
(3) Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam pasal
20 ayat (3) sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan
perceraian pada Kepaniteraan Pengadilan.

Pasal 30
Pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian, suami dan isteri datang
sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.

Pasal 31
(1) Hakim yang memeriksa gugatan perceraian berusaha mendamaikan kedua
pihak.
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang perneriksaan.

Pasal 32
Apabila tercapai perdamaian, maka tidak dapat diajukan gugatan
perceraian baru berdasarkan alasan atau alasan-alasan yang ada sebelum
perdamaian dan telah diketahui oleh penggugat pada waktu dicapainya
perdamaian.

Pasal 33
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian, pemeriksaan gugatan perceraian
dilakukan dalam sidang tertutup.

Pasal 34
(1) Putusan mengenai gugatan perceraian diucapkan dalam sidang terbuka.
(2) Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya
terhitung sejak saat
pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai
Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak
jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.

--
Posting oleh NM. WAHYU KUNCORO, SH ke ADVOKATKU pada 6/01/2009 09:19:00
PM

Kirim email ke