DPT MASIH KACAU KPU TAK BERDAYA, MAYAT-MAYAT IKUT MENCONTRENG Pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) hanya kurang seminggu lagi tapi Daftar Pemilih Tetap (DPT) pilpres masih saja amburadul. Sama seperti DPT pemilu legislatif, kali ini bila tetap dibiarkan �mayat-mayat dalam kubur� pun lagi-lagi mendapat hak untuk mencontreng sebab nama mereka tertera dalam DPT.
Lihat saja kasus di Jombang dan Magelang. Sebanyak 337 nama orang yang sudah meninggal dunia di Jombang ternyata masuk dalam DPT. Selain itu terdapat lima anggota TNI/Polri, dan 35 orang yang sudah pindah domisili masuk pula dalam DPT pilpres. Temuan itu langsung direspon oleh Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Jombang. Lembaga pemantau pelaksanaan pemilu itu pun menegur KPU setempat agar segera melakukan perbaikan DPT. Yang jadi masalah KPU pusat sudah memastikan tak ada perubahan DPT. �Kita sudah menegur KPU agar melakukan perbaikan terhadap kacaunya DPT pilpres. Karena di Jombang masih terdapat 337 orang mati, 5 anggota TNI/Polri, dan 35 orang yang sudah pindah domisili tapi masih masuk DPT,� kata Ketua Panwaslu Jombang, M. Fathoni, saat ditemui Rabu (1/7) kemarin. Kacaunya DPT pilpres juga dibenarkan oleh Divisi Informasi Data dan Hubungan Antar Lembaga KPU Jombang, Nurilaya. Untuk itu dia sudah menginstruksikan agar nama bermasalah dalam DPT itu segera dicoret. �Selain itu mereka juga tidak akan diberi surat panggilan mencontreng,� katanya. 12.224 fiktif Secara terpisah, Ketua Panwaslu Propinsi Jatim, Sri Sugeng Pudjiatmiko membenarkan pihaknya hingga hari ini telah menemukan sedikitnya 12.224 DPT fiktif yang tersebar di 20 kab/kota. DPT fiktif terbesar di Kab. Sidoarjo dengan jumlah 2004 orang, meninggal sebanyak 403 orang, TNI/Polri sebanyak 5 orang dan orang yang tak punya domisili sebanyak 34 orang. �Jumlah itu dipastikan akan meningkat karena 18 kab/kota belum melapor,� ujarnya kepada Duta Rabu kemarin. Tindakan yang diambil Panwaslu setelah menemukan DPT fiktif itu adalah dengan melakukan pencoretan nama-nama tersebut dalam DPT disertai keterangan. Karena itu, Panwaslu mengimbau agar KPU juga mengurangi logistik Pilpres karena DPT-nya berkurang. �Kami khawatir kalau logistik tidak dikurangi bisa disalahgunakan untuk kepentingan tertentu,� tukas Sri Sugeng. Mantan pengacara ini menambahkan temuan DPT fiktif itu juga sudah dilaporkan kepada tim investigasi hak angket DPR terkait kasus DPT fiktif saat berkunjung ke Jatim. Berdasarkan temuan Panwaslu Jatim, penyebab DPT fiktif itu ada 17 item. �Temuan Panwaslu sudah disampaikan kepada tim investigasi DPR,� pungkas Sri Sugeng Pudjiatmiko. Selain itu sebanyak 201 nama warga di Magelang yang sudah meninggal dunia juga masih terdata dalam DPT. Nama-nama ini tersebar di enam kecamatan yaitu Kecamatan Mertoyudan, Mungkid, Ngluwar, Salam, Dukun, dan Secang. Ketua Panwaslu Kabupaten Magelang, Afifudin, mengatakan, data ini diperoleh dari laporan Panwaslu kecamatan. Menurut keterangan mereka, nama-nama warga yang sudah meninggal dunia ini sudah dilaporkan ke Panitia Pemungutan Suara (PPS). Namun karena ketidaktelitian dalam mencermati DPT nama-nama itu tidak tercoret. Karena itu pihaknya khawatir nama-nama warga tersebut masih muncul dalam DPT. �Mereka memang meninggal dunia setelah pendataan pemilih,� ujarnya, Rabu kemarin. Selain nama-nama warga meninggal tersebut, Panwaslu juga masih menerima beragam laporan kejanggalan dalam DPT. Misalnya masih terdapat 22 nama pemilih yang dicetak ganda di lebih satu tempat pemungutan suara (TPS). Dari jumlah tersebut, 19 nama terdapat di Kecamatan Salam, dan tiga nama di Kecamatan Secang. Sebanyak 10 anggota TNI, dan lima anggota Polri, juga masih termasuk dalam DPT. Laporan ini ditemukan di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Windusari, Salam, Dukun, Tempuran, dan Secang. Lalu terdapat pula 71 warga yang diketahui pindah alamat, seorang warga menggunakan alamat fiktif, dan sembilan warga diketahui masih di bawah umur, dan belum memenuhi syarat untuk menggunakan hak pilihnya. Tidak hanya itu, Afifudin mengatakan, warga sakit jiwa juga ditemukan tercantum dalam DPT. �Dari laporan yang kami terima, jumlah warga sakit jiwa dalam DPT mencapai 14 orang,� katanya. Dari jumlah itu, sebanyak tujuh orang terdapat di Kecamatan Secang dan tujuh orang di Kecamatan Salam. Afifudin mengatakan, dirinya akan segera menindaklanjuti dengan melaporkan beragam temuan ini ke KPU Magelang. Diharapkan, nama-nama warga yang tidak memenuhi syarat sebagai pemilih ini bisa langsung dicoret dan tidak lagi dicantumkan dalam DPT. Ketua KPU Kabupaten Magelang Ahmad Majidun, saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya masih belum menerima laporan tentang adanya kejanggalan nama-nama dalam DPT. Namun, jika memang ada, maka hal tersebut sebaiknya langsung dilaporkan ke PPS saja. �Dengan begitu, nama-nama tersebut bisa langsung dicoret dan tidak lagi dimasukkan dalam DPT,� katanya. DPR menggugat Yang menarik, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary menyatakan masalah DPT sudah beres. Saat berkunjung ke Surabaya pekan lalu, Abdul Hafiz mengaku bahwa soal ditemukannya data 2,2 juta nama ganda dalam DPT, data yang digunakan pelapor di Jawa Timur itu tidak sama dengan data resmi milik KPUD Jawa Timur. �Yang dilaporkan ke KPU bukan DPT yang akan dipakai untuk pilpres,� ujar Hafiz di kantor KPU, Jakarta, Rabu kemarin. Baik di Jawa Timur dan secara nasional DPT pilpres dinyatakan tidak bermasalah. Untuk itu Hafiz berjanji menjelang 7 hari menuju penyelenggaraan pilpres, tidak akan ada lagi perubahan DPT. Namun Hafiz mengakui adanya penemuan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ganda di Jawa Timur tapi setelah dilakukan pengecekan langsung pemilik NIK ganda tersebut berbeda orang. Sehingga tidak bisa dinyatakan sebagai NIK ganda. Sementara, di Kediri Jawa Timur yang dicurigai ada DPT ganda sebanyak 121 pemilih, masih terus diselidiki. Kisruh DPT ini juga jadi bahasan dalam rapat antara KPU, Bawaslu dan Mendagri, di Ruang Komisi II DPR, Jakarta, Rabu (1/7) kemarin. Sejumlah anggota Komisi II DPR sampai menyinggung bahwa pelaksanaan pemilu yang curang merupakan dosa besar. �Kecurangan itu dosa besar. Kata orang, pemilu itu saatnya menggunakan hak suara rakyat. Suara rakyat itu suara hati nurani. Suara hati nurani itu suara Illahi,� kata anggota Fraksi PDI Perjuangan, Soetjipto, saat mendapat kesempatan bertanya pada KPU, Bawaslu dan Mendagri, pada rapat tersebut. Tak berhenti sampai di situ, Soetjipto terus mencecar KPU. �Kalau sampai ada kecurangan pemilu, malapetaka akan terjadi, mungkin tsunami akan terjadi lagi. Ini dosa besar dan tinggal menunggu bala bencana,� ujarnya. Anggota Komisi II lain, Sayuti Asyathri juga mengungkapkan hal senada. �Setiap suara yang dihilangkan, di dalamnya ada hak orang lain yang tidak bisa diganti dengan uang. Dalam suara ada harapan. Jadi, bahaya betul kalau dicurangi,� kata politisi PAN ini. Sejumlah anggota Komisi II DPR lalu menyoal penambahan jumlah pemilih sebanyak 5 juta dari DPT pilpres yang dinilai tidak rasional. Hal itu mengingat ada sinyalemen puluhan juta rakyat tidak bisa menggunakan hak pilihnya pada pemilu legislatif April lalu. Salah satu yang menanyakan adalah anggota Komisi II, Ganjar Pranowo. �Tolong dijelaskan, kenapa DPT tidak beres? Ada lompatan jumlah pemilih yang cukup drastis, itu sumbernya dari mana,� kata anggota Fraksi PDI Perjuangan ini. Ganjar juga meminta KPU menjelaskan metode dan alat yang digunakan untuk melakukan pemutakhiran data pemilih. Tak berdaya Mendapat gempuran keraguan kinerjanya, Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary berdalih, bahwa lembaga yang dipimpinnya selama ini sudah mengoptimalkan 90 persen kerjanya untuk perbaikan DPT. Hafiz menyesalkan banyaknya keluhan mengenai jutaan pemilih yang diinformasikan tidak terdaftar. �Tapi saat kita minta partai menyerahkan nama jutaan yang katanya tidak terdaftar, tidak ada yang menyerahkan,� katanya. Dia menjabarkan, jumlah DPT pilpres 176.395.915 pemilih, atau meningkat sebanyak 5,1 juta pemilih dibandingkan pemilu legislatif. Tambahan lima juta, berasal dari 4 sumber yaitu pemilih pemula, TNI/Polri yang sudah pensiun, pemilih dari luar negeri yang kembali ke tanah air, dan pemilih yang sebelumnya tidak terdaftar pada pemilu legislatif. �Rasional atau tidak, tergantung siapa yang melihatnya. Tapi kita bisa melihat pertambahan signifikan atau tidak dengan membandingkan pemilih pada tahun 2004 lalu,� ujarnya. Menurut Hafiz, merujuk pada perbandingan jumlah penduduk dan jumlah pemilih, terdapat jumlah yang cukup masuk akal. Misalnya, ia mencontohkan, pada tahun 2004 lalu, dengan jumlah penduduk sekitar 214 juta dan jumlah pemilih 148 juta, terdapat sekitar 66 juta warga yang belum memiliki hak pilih. �Pilpres ini, jumlah pemilih 176 juta dengan jumlah penduduk 232 juta. Maka, yang tidak memilih atau belum punya hak pilih 56 juta, selisih 10 juta dibanding 2004 . Pandangan kami, ini positif,� ujarnya. Hafiz juga membantah tudingan bahwa DPT pilpres carut marut seperti halnya pada pemilu legislatif lalu. Namun bila tetap saja disoal dia mengaku tidak berdaya membereskan DPT pilpres yang tercecer. KPU berdalih semuanya sudah berusaha maksimal hingga penetapan DPT pilpres pada tanggal 8 Juni 2009 lalu. �DPT pada tanggal 8 Juni terakhir, kalau masih ada yang tercecer kami tidak berdaya,� tutur Abdul Hafiz Anshary. Hafiz mengaku sudah melakukan tugas sebaik-baiknya. Hafiz heran kok masih banyak DPT tercecer dan masih ada nama yang tidak terdaftar. �Setiap hari kami sosialisasi ke mana-mana, kami pasang spanduk di mana-mana tapi kok masih tercecer. Bagaimana, siapa yang salah?� katanya. Namun demikian, Hafiz berkomitmen bahwa KPU akan bertanggungjawab terhadap segala resiko atas tercecernya DPT pilpres. Beberapa anggota KPU dan KPUD pun siap dilepas. �Soal DPT menjadi tanggungjawab KPU. Apapun yang terjadi kita hadapi dan KPU bertanggungjawab apa pun yang terjadi. Menghilangkan hak orang lain adalah dosa besar,� kata Hafiz. Masih carut marutnya DPT membuat sejumlah kalangan minta pilpres ditunda. Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin misalnya meminta KPU menunda penyelenggaran pemilu presiden pada 8 juli mendatang. �Kalau tetap Pilpres digelar 8 Juli, maka saya minta kepada KPU untuk memperbaiki DPT terlebih dahulu,� katanya kepada wartawan di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (30/6). Lebih lanjut dia mengatakan, presiden sudah selayaknya menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang penggunaan kartu tanda penduduk (KTP) bila dalam pekan ini perbaikan DPT tak juga dituntaskan. Dengan adanya Perppu KTP itu, jelasnya, warga negara yang tidak terdaftar bisa menyalurkan hak pilihnya. �Saya bertanya-tanya, kenapa KPU tidak berani mengusulkan itu. Keluarkan Perppu, kalau memang berkeinginan baik. Tapi saya tidak suudzon kayaknya pemerintah tidak berkeinginan baik,� kata Din. Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Daniel Zuchron pesimistis pelaksanaan pemilu presiden akan ditunda. Hal ini disampaikan Daniel menyusul pernyataan tokoh Din tersebut. Menurut Daniel, pernyataan Din itu merupakan peringatan yang dilontarkan kepada penyelenggara pemilu. �Kalau pemilu ditunda tidak terbayangkan. Pak Din kan agamawan, mungkin pernyataannya itu hanya ingin mengingatkan ke penyelenggara kalau �Hei yang benar dong kerjanya�,� tutur Daniel, Jakarta, Rabu (1/7). Terkait kurang siapnya masalah DPT, Daniel mengatakan kendati pemilu ditunda dan KPU diberi kesempatan lagi, masalah DPT tidak akan pernah selesai karena menyangkut masalah sistemik, struktur dan administrasi. Selain itu, masalah carut marutnya DPT terjadi karena KPU tidak mampu menyelenggarakan pendataan yang baik. �Masalah DPT tidak akan selesai. Meski KPU diberi waktu setengah tahun pun tidak akan selesai,� ujarnya. Ia justru menegaskan KPU harus transparan dan membeberkan DPT di hadapan publik serta tim kampanye nasional. Hal ini dilakukan agar masyarakat juga dapat memantau jumlah pemilih yang telah masuk dalam DPT. Namun kenyataannya, saat ini DPT dikuasai KPU dan hanya sekitar 60 persennya berada di Bawaslu dan panwas. �Soal DPT minimal ada transparansi data dari KPU. Publik bisa terpuaskan. Daripada barang ini (DPT) dibungkus lebih baik dibuka daripada menimbulkan kecurigaan,� tegasnya. n ami/ful/ud http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=19848